Search This Blog

Search This Blog

Saturday, March 7, 2015

Naskah Kebijakan
RENTANNYA ANAK TELANTAR TERHADAP PUTUS SEKOLAH
ABSTRAK
Permasalahan anak yang ada di Indonesia begitu banyak terjadi. Dari mulai permasalahan mengenai kekerasan hingga tindakan penelantaran pada anak. Keadaan telantar bagi anak tidak hanya mengacu pada ada atau tidaknya yang mengurus anak tersebut. Tapi apabila anak ada dalam keluarga miskin sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhannya baik yang jasmani, rohani maupun sosialnya itu dapat dikatakan juga anak telantar. Sebagai anak mereka memiliki banyak kebutuhan dan salah satunya yang penting adalah pendidikan. Anak yang ada dalam keadaan putus sekolah dan jauh dari sistem sekolah juga termasuk dalam kondisi telantar. Begitupun kondisi anak telantar yang ada di Desa Gunungsari, mereka mengalami kondisi telantar karena ditinggal oleh orangtuanya bekerja ke luar negeri dan ada dalam keluarga miskin. Dari situ mereka mengalami keadaan rentan putus sekolah karena tidak ada yang memperhatikan kebutuhan sekolah mereka. Adapun alternatif kebijakan yang disampaikan dalam naskah kebijakan ini adalah Untuk saat ini telah ada bantuan yang masuk ke Desa Gunungsari dan mengurusi masalah pendidikan anak dan kesehatan ibu hamil yaitu PNPM GSC dan diharapkan bantuan ini bisa juga diberikan pada anak telantar yang memang membutuhkan bantuan. Naskah kebijakan ini direkomendasikan bagi aparat desa dan pemerintah kabupaten Cianjur agar mau memberikan perhatian lebih bagi anak telantar dan semoga naskah kebijakan ini bisa digunakan dan di realisasikan.


       I.            KONTEKS DAN DESKRIPSI MASALAH
Masalah yang diangkat dalam naskah kebijakan ini adalah mengenai anak telantar. Dimana masih kurangnya perhatian masyarakat dan aparat desa maupun pemerintah mengenai masalah anak telantar. Padahal khususnya di Desa Gunungsari, terdapat beberapa anak yang mengalami keadaan telantar.
a.      Masalah Kebijakan (Masalah Sosial) yang menjadi sasaran kebijakan
Anak merupakan amanah dan karunia pemberian Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan matabat sebagai manusia seutuhnya. Anak sebagai tunas, potensi dan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa memiliki peran strategis dan mempunyai cirri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara kita di masa depan.
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan pasal 1 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang disebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 Tahun, termasuk anak yang ada dalam kandungan.
Salah satu masalah yang dialami oleh anak sebagai dampak dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar mereka adalah anak telantar. Anak telantar adalah anak yang karena sebab tertentu tidak terurus, tidak terpelihara, sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan sosialnya yang kemudian akan mengakibatkan terganggu atau terhambatnya pertumbuhan jasmani dan perkembangan kepribadiannya.


Adapun indikator anak telantar adalah:
1)      Anak usia 0-21 Tahun dan belum kawin (UU No.4/1979)
2)      Telantar karena tidak mempunyai orang tua atau orang tua miskin sehingga tidak mampu mengurusnya.
3)      Telantar karena keluarganya mempunyai masalah sosial psikologis/keluarga retak.
4)      Tidak sekolah atau putus sekolah
5)      Tidak atau belum bekerja bagi yang berumur 18 tahun dan belum kawin.
6)      Yang termasuk dalam kategori anak telantar adalah anak yatim telantar, anak piatu telantar, anak yatim piatu telantar, anak putus sekolah, tidak sekolah atau diluar jangkauan sistem sekolah dan anak yang terancam kemerosotan fungsi sosialnya.
Di negara Indonesia menjamin kesejahteraan tiap warga negaranya dan termasuk perlindungan sosial terhadap anak yang juga memiliki hak azasi sebagai manusia. Setiap anak berhak mendapatkan kesempatan sebanyak-banyaknya untuk mereka tumbuh dan berkembang secara fisik, psikologis, maupun sosial. Namun kenyataanya di lapangan, pemerintahan di Indonesia masih memiliki keterbatasan. Terlihat dari, belum optimalnya pelayanan dan perlindungan sosial bagi anak.
     Anak telantar yang ada di Desa Gunungsari ini mengalami keadaan telantar karena mereka mayoritas di tinggalkan oleh ibunya pergi bekerja ke Arab Saudi untuk  menjadi (Tenaga Kerja Wanita) TKW dan Ayahnya sibuk bekerja menjadi buruh bangunan maupun buruh tani sehingga anak-anak tersebut di titipkan pada nenek atau kakeknya atau pada paman dan bibinya dan pada kakak sepupunya. Dapat dikatakan juga bahwa anak telantar yang ada di Desa Gunungsari masuk kedalam keluarga miskin dan dalam kondisi ekonomi yang masih kekurangan.
Keadaan ini membuat anak diberikan perhatian serba terbatas. Karena orang yangdititipkan tersebut juga memiliki kesibukan dan kegiatan mereka masing-masing. Untuk makan juga, rata-rata keluarga yang diditipkan tersebut tidak selalu menyuruh anak-anak makan. Mereka hanya menyediakan saja, apakah anak-anak tersebut mau makan apa tidak, mereka tidak mau memikirkan hal tersebut. Yang terpenting mereka merasa telah memberi makan pada anak-anak itu.
Hal yang menjadi pokok permasalahan dalam naskah kebijakan ini adalah kondisi pendidikan anak-anak telantar. Mereka memiliki kesulitan dalam memenuhi kebutuhan untuk sekolah mereka seperti buku tulis, baju seragam dan alat tulis lainnya. Hal ini karena keluarga yang mengurus mereka kurang memperhatikan masalah pendidikan anak-anak tersebut. Sehingga anak tersebut juga memiliki motivasi yang rendah terhadap sekolah padahal dalam usia mereka yaitu 7 hingga 15 tahun merupakan usia untuk wajib belajar.
Pemerintah sebenarnya telah memberikan perhatian khusus bagi anak telantar karena jumlah anak telantar tiap tahunnya kian bertambah.
b.      Bukti Pendukung Masalah
Desa Gunungsari Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur memiliki 9 RW dan jumlah RT sebanyak 35. Adapun jumlah anak telantar yang tersebar di Desa Gunungsari dapat dilihat pada tabel berikut :



Tabel 1 : Lokasi Penyebaran Anak Telantar di Desa Gunungsari
No
Lokasi
(RT/RW)
Jenis Kelamin
Jumlah
1.
02/01
Laki-laki
1
2.
03/01
Perempuan
2


Perempuan
1
3.
03/02
Laki-laki
1


Perempuan
2
4.
01/06
Laki-laki
1


Perempuan
2
5.
02/06
Laki-laki
3


Perempuan
1
6.
03/06
Laki-laki
1
7.
04/06
Laki-laki
1
8.
01/07
Laki-laki
1
Jumlah
17
Sumber : Data Praktikan 2013 (RT,RW,Kader)

Dari data yang telah disebutkan diatas, dapat terlihat bahwa jumlah anak telantar yang ada di Desa Gunungsari Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur berjumlah 17 anak dengan jumlah total perempuan 8 anak dan laki-laki 9 anak. Anak telantar yang ada di Desa Gunungsari rata-rata belum mendapatkan bantuan dari aparat desa mengenai keadaannya. Hal ini karena belum adanya program maupun kebijakan yang berpihak secara khusus pada anak telantar. Bantuan yang pernah diterima hanya (Biaya Operasional Siswa) BOS dari sekolah mereka yang membantu dalam hal buku dan pembayaran iuran sekolah.
c.       Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Masalah
Terdapat beberapa faktor yang menimbulkan masalah anak Telantar yaitu :
1)      Keterbatasan pengetahuan dan kesulitan akses yang dialami oleh aparat desa mengenai program maupun kebijakan yang menangani masalah anak telantar.
2)      Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai anak telantar.
3)      Kurangnya kesadaran orang tua untuk memberikan pengasuhan dan kebutuhan yang optimal bagi anak. Jadi mereka hanya fokus pada kondisi ekonomi nya yang lemah dan memutuskan mencari pekerjaan hingga menjadi TKW tanpa memikirkan kondisi anaknya. Mereka menganggap, dengan menitipkan anaknya pada kerabat dapat memenuhi semua kebutuhan anak terutama kebutuhan kasih sayang dan pendidikan.
d.      Tataran Timbulnya Masalah Sosial
Permasalahan sosial yang timbul yaitul rentannya anak telantar terhadap putus sekolah karena belum adanya kebijakan maupun program yang menangani masalah anak telantar secara khusus yaitu dalam tataran lokal yaitu Desa Gunungsari Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur. Hal ini karena masih terbatasnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat dan aparat desa mengenai permasalahan anak telantar.
    II.            EVALUASI KEBIJAKAN
Tidak adanya pelayanan sosial yang diberikan pemerintah kepada anak telantar membuat permasalahan anak telantar khususnya di Desa Gunungsari kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur belum mendapatkan pelayanan maupun jaminan yang seharusnya dapat mereka terima sebagai Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS).
Telah disebutkan sebelumnya bahwa anak sebagai tunas penerus bangsa berhak mendapatkan penghidupan yang layak agar mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik. Dalam masa perkembangannya, anak membutuhkan banyak kebutuhan dan yang tentunya tak boleh terlupakan adalah masalah pendidikan mereka.
Program Wajib belajar 9 tahun (WAJAR) yang disampaikan pemerintah mengungkapkan bahwa sebagai anak, mereka memiliki kewajiban utama untuk sekolah. Hal ini karena, bagi anak yang memiliki pendidikan lebih baik atau tinggi, kecerdasan mereka akan mempengaruhi kehidupan mereka selanjutnya. Sedangkan apabila pendidikan mereka rendah, mereka akan mengalami kesulitan di masa depan. Dari rendahnya pendidikan ini jangan sampai membuat permasalahan ekonomi di Indonesia menjadi semakin meningkat.
Namun hingga saat ini memang belum ada bantuan atau pelayanan yang dikhusukan bagi anak telantar yang sampai di Desa Gunungsari. Masyarakat sekitar pun masih belum memahami makna dari anak telantar. Mereka menganggap bahwa anak yang masih memiliki orang tua atau ada yang mengurusnya bukan merupakan anak telantar. Padahal pengertian dari anak telantar tidak hanya berarti tidak ada yang mengurus tapi juga harus diperhatikan dari segi pendidikan dan kebutuhan lainnya.
a.      Alternatif Kebijakan
Untuk menyelesaikan permasalahan sosial anak telantar khusunya yang ada di Daerah Kabupaten Ciranjang, pemerintah Kabupaten Cianjur seharusnya melakukan tindakan-tindakan yang dilakukan sebagai bentuk keperdulian dan usaha untuk menyelesaikan permasalah anak telantar yang ada. Tindakan tersebut dilakukan agar pemerintah kabupaten tidak lagi tergantung pada pemerintah pusat yang masih memiliki keterbatasan salah satunya dalam hal pendistribusian bantuan.
Selain itu juga, pemerintah kabupaten dapat secara aktif mencari tahu cara menuntaskan masalah anak telantar dari pemerintah pusat namun dilakukan pada tingkat kabupaten, paling tidak pemerintah kabupaten mau melakukan usaha untuk membantu menyelesaikan permasalahan anak telantar yang ada.
Untuk mengatasi permasalahan anak telantar di Desa Gunungsari, alternatif-alternatif yang mungkin bisa dilakukan dengan mempertimbangkan analisis manfaat dan kerugiannya (Benefit and Cost Analysis) adalah :
1)   Melaksanakan Program Nasional Pengembangan Masyarat Generasi Sehat dan Cerdas (PNPM GSC) secara optimal dan memasukan anak telantar sebagai sasaran utama juga. Hal ini karena, PNPM GSC memberi bantuan pada ranah kesehatan dan pendidikan bagi ibu hamil dan anak dari keluarga yang tidak mampu. Bantuan tersebut bisa berupa alat tulis, buku, seragam, alat transpotasi yaitu sepeda dan lain-lain. Hal ini dikarenakan anak telantar yang ada di Desa Gunungsari rata-rata datang dari keluarga miskin dan memiliki keterbatasan dalam melaksanakan kewajiban mereka untuk sekolah. Mereka disebut telantar karena tinggal tidak bersama orang tuanya dan memiliki keterbatasan untuk memenuhi kebutuhannya. Aparat desa sebagai pemimpin desa bisa memberikan kebijakan agar bagi anak yang ditinggal orang tuanya bekerja ke luar negeri bisa mendapatkan bantuan dari PNPM GSC sebagai jaminan agar mereka dapat tetap sekolah dengan baik sehingga tidak mengalami kerentanan terhadap putus sekolah yang nantinya akan membuat permasalahan sosial yang ada di Desa Gunungsari menjadi lebih kompleks.
2)   Pembentukan Kas Desa atau Kas RW yang diambil dari warga masyarakat sekitar dengan jumlah atas kesepakatan bersama masyarakat misalnya seribu satu hari dan disetor kan pada (Tim Kerja Masyarakat) TKM yang mengurusi anak telantar untuk kebutuhan mereka. Sehingga anak telantar tidak lagi memiliki kerentanan terhadap putus sekolah.
3)   Memasukan anak telantar kedalam Panti. Alternatif Kebijakan ini bisa dikatakan alternatif kebijakan paling akhir apabila pada akhirnya anak telantar benar-benar mengalami putus sekolah. Panti tersebut yaitu Panti Sosial Bina Remaja atau bisa juga panti swasta yang menangani masalah remaja atau anak telantar. Hal ini karena, apabila mereka masuk dalam panti, kemungkinan mereka bisa meneruskan sekolahnya atau sekedar mendapatkan keterampilan atau keahlian agar anak telantar tidak berada dalam keadaan benar-benar tidak berdaya saat mereka putus sekolah.






Tabel 2 : Analisis Alternatif Kebijakan dengan Cost and Benefit
No.
Alternatif Kebijakan
Kelemahan (Cost)
Kelebihan (Benefit)
1.
Memasukan anak telantar dalam PNPM GSC yang tengah dilaksanakan di Desa Gunungsari.
·   Kurangnya sosialisasi bagi keluarga anak telantar
·   Kesulitan untuk mengakses
·  Dapat memberikan bantuan secara langsung kepada anggota yang membutuhkan.
·  Memberikan bantuan sesuai dengan hal yang dibutuhkan oleh anak
·  Memberikan bantuan secara langsung.
·  Pemberian bantuan yang telah dilakukan  dilaksanakan dengan jelas dan transparan pada aparat desa maupun masyarakat yang mendapat bantuan.
2.
Membuat Kas Desa atau Kas RW
·  Sulit dalam sosialisasi
·  Belum tentu akan ada yang setuju
·  Belum tentu akan ada yang menjadi pengurus
·  Mungkin akan banyak yang menolak
·  Partisipasi bisa saja rendah.
·  Anak mendapat bantuan uang.
·  Anak mendapat bantuan secara rutin
·  Meningkatkan kepedulian masyarakat sekitar terhadap anak telantar.
3.
Memasukan anak telantar ke Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) maupun Panti Swasta.
·  Anak belum tentu mau
·  Orang tua belum tentu mengijinkan
·  Kesulitan mencapai lokasi panti
·  Banyak nya kriteria yang dibutuhkan untuk memasukan anak dalam panti.
·  Anak mendapatkan kebutuhan untuk hidup seperti makan dll
·  Anak mungkin bisa melanjutkan sekolah
·  Anak akan mendapatkan keterampilan atau keahlian.







 III.            STRATEGI ADVOKASI
Dalam pelaksanaanya, kebijakan yang telah dirumuskan akan membuat pro kontra dari berbagai pihak. Berikut pemaparannya :
a.       Stake holder yang mendukung : dari pihak aparat desa ada yang mau memberikan perhatian bagi anak telantar, anggota tim PNPM GSC, orang tua angkat anak telantar maupun orang yang mengurus anak telantar.
b.      Perangkat kelembagaan yang dapat mendukung penerapan kebijakan yaitu Aparat Desa Gunungsari, TKM RW 06 dan  anggota tim GSC.
 IV.            KESIMPULAN
Dalam naskah kebijakan ini dipaparkan mengenai permasalahan yang dialami anak telantar khususnya yang ada di Desa Gunungsari. Dimana mereka mengalami ketelantaran karena orang tua mereka pergi bekerja dan meninggalkan mereka bersama pengasuh mereka tanpa memikirkan kebutuhan anak tersebut.
Permasalahan utama yang dialami anak telantar di Desa ini adalah rentannya anak telantar terhadap putus sekolah karena kurang terperhatikannya masalah pendidikan anak telantar oleh kerabat maupun anggota keluarga yang dititipkan anak telantar tersebut. Masalah ini apabila dibiarkan akan membuat anak telantar menjadi putus sekolah sehingga akan timbul masalah lainnya yang akan lebih kompleks.

Dari beberapa alternatif kebijakan yang telah disampaikan, alternatif yang memasukan anak telantar sebagai sasaran anggota GSC merupakan alternatif kebijakan yang dianggap paling baik. Sebenarnya semua alternatif kebijakan yang disampaikan adalah baik. Namun apabila dikaji dan di analisis lagi, memasukan anak telantar dalam sasaran GSC dapat membantu anak mendapatkan kebutuhannya sesuai dengan keadaannya. Apalagi PNPM GSC juga memang memberikan bantuan program pada anak di bidang pendidikan. Dan kebetulan juga memang program PNPM GSC ini sedang digalakkan di Desa Gunungsari Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur.