Oleh:
Aida Vitayala S.Hubeis
Komunikasi
adalah cara membuat orang lain tahu tentang gagasan dan perasaan kita:
Komunikasi adalah apa yang kita katakan, bagaimana menyampaikannya, mengapa
disampaikan, dan apa yang tidak dikatakan. Komunikasi adalah ekpresi wajah,
gerak gerik dan nada suara. Komunikasi yang baik antar anggota keluarga
tidaklah terjadi begitu saja, semua harus membuatnya terjadi. Komunikasi keluarga yang baik
mencakup bagaimana menjadi pendengar yang baik (good listener) dan sekaligus
pembicara yang bijak (wise speaker). Dengan cara ini, keluarga (orangtua-anak,
antar-anak) akan dapat berkomunikasi dengan baik dan mengendalikan kehidupan
komunikasi mereka.
Komunikasi
efektif menjadi ciri penting dari suatu keluarga yang kokoh dan sehat.
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi merupakan bangunan utuh
dari relasi perkawinan yang kokoh, relasi hangat antara orang tua dan anak, dan
antara saudara sekandung. Mengapa demikian? Jawabannya adalah karena komunikasi
merupakan jantung kehidupan setiap anak manusia dan tentunya setiap keluarga.
Setiap
anak manusia perlu dan pasti berkomunikasi dalam kehidupannya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sekitar 75-90 persen waktu manusia adalah dihabiskan untuk
berkomunikasi. Jadi bisa dibayangkan jika komunikasi kita berlangsung buruk
setiap harinya maka berarti kehidupan kita juga buruk. Sebaliknya, jika
komunikasi kita berlangsung baik maka dengan sendirinya hidup kita juga akan
menjadi baik.
Keluarga
besar (extended family), orangtua dan anak plus kerabat (kakek, nenek, bibi,
paman, dll) kini sudah sangat jarang
ditemukan. Keluarga sebagai unit terkecil di masyarakat, kini umumnya hanya
terdiri dari ayah, ibu dan anak, disebut keluarga inti (nuclear family).
Pergeseran bentuk keluarga dari extended ke nuclear family membawa perubahan
dalam pola-pola komunikasi. Tidak ada lagi campurtangan pengasuhan atau
sosialisasi nilai-nilai dari orang lain/kerabat, selain orangtua ke anak. Namun
komunikasi antara orangtua dan anak kini juga tidak lagi utuh dalam artian
kesamaan tempat tinggal secara fisik.
Pada
masa kini, umum ditemukan keluarga yang hanya terdiri dari ibu dan anak, atau
ayah dan anak, atau bahkan anak saja; hal ini terjadi karena orangtua padat skedul
di tempat kerja. Atau anak bersekolah di luar kota dan beragam kombinasi alasan
sebagai penyebabnya. Dalam hal ini. peneliti dan pakar yang mempelajari persoalan keluarga umumnya
sepakat bahwa nilai, kendala sosial, dan perilaku yang mempengaruhi struktur keluarga
telah berubah selama dua dekade. Kemampuan keluarga untuk bertahan hidup dalam
perubahan ini menyebabkan timbulnya fleksibilitas keluarga dan fleksibilitas
ini dibantu dengan cara bagaimana anggota keluarga berkomunikasi. Selanjutnya,
walaupun sejumlah fungsi keluarga telah didelegasikan ke agen layanan sosial
(pembantu, perawat, sekolah), keluarga tetap diharapkan untuk saling-asuh dan
saling asih dan saling mendukung. Dalam hal ini, komunikasi memainkan peran
sentral dalam keluarga.
KOMUNIKASI
KELUARGA
Komunikasi
keluarga mengacu pada pertukaran informasi secara verbal (ujaran) dan nonverbal
(bahasa tubuh) antar-anggota keluarga. Komunikasi melibatkan kemampuan untuk
memerhatikan apa-apa yang disampaikan, dipikirkan dan dirasakan oleh orang
lain. Dengan kata lain, bagian terpenting dari komunikasi tidaklah semata-mata
hanya berbicara, tetapi menyimak apa yang akan dikatakan oleh orang lain.
Komunikasi
dalam keluarga sangat penting karena meyediakan media bagi anggota keluarga di
dalam mengekspresikan keperluannya, keinginannya, dalam dimensi saling peduli.
Dalam hal ini, komunikasi yang terbuka dan jujur menghasilkan suasana yang
memungkinkan anggota keluarga untuk mengekpresikan perbedaan mereka seperti
halnya perasaan saling sayang dan saling respek. Melalui komunikasi anggota
keluarga dapat mensolusikan masalah-masalah yang timbul dalam semua keluarga.
Seperti
halnya komunikasi efektif selalu ditemukan dalam relasi keluarga yang kokoh dan
sehat maka komunikasi buruk akan juga tercerminkan pada relasi keluarga yang
buruk. Penasehat Perkawinan dan Keluarga acap melaporkan bahwa komunikasi buruk
merupakan keluhan utama dari keluarga yang bermasalah. Komunikasi buruk, tidak
jelas dan tidak langsung mengarah pada sejumlah masalah keluarga, termasuk
konflik keluarga yang ekstrim, penyelesaian masalah yang tidak efektif, kurang
akrab, dan melemahkan kaitan emosi dalam keluarga. Hasil penelitian menemukan
adanya ikatan kuat antara pola komunikasi (assertive comunication) dan kenyamanan
dengan relasi keluarga, dimana keluarga berkomunikasi dalam posisi I am, you are OK. Bahkan komunikasi buruk ditenggarai berkaitan erat dengan
meningkatnya resiko perceraian dan atau perpisahan serta masalah perilaku pada anak.
Jargonnya, komunikasi tidak nyambung,
komunikasi negatif, dan komunikasi rumah
keong (rumahnya mungkin tetap ada, tetapi keongnya belum tentu ada di
dalamnya).
KOMUNIKASI AFEKTIF-DINAMIS
Komunikasi dapat terjadi dalam dua bentuk,
yaitu komunikasi yang instrumental dan komunikasi
yang afektif. Komunikasi instrumental adalah pertukaran informasi faktual yang
membuat orang-orang memenuhi fungsi keluarga, seperti memberitahu anak
kapan dijemput di sekolah dan dimana,
memberitahu pasangan (suami dan atau isteri) untuk mengingatkan sesuatu. Sedangkan,
komunikasi afektif adalah cara anggota keluarga saling berkomunikasi, berbagi
suka-duka dengan melibatkan perasaan dan emosi. Beberapa fungsi keluarga sangat
cocok dilakukan dengan mengunakan komunikasi instrumental, tetapi sulit untuk
diterapkan dalam komunikasi afektif. Bayangkan, jika setiap hari sesama anggota
keluarga hanya berkomunikasi secara intrumental. Tentunya, suasana komunikasi
akan dingin dan kaku. Karena itu, keluarga yang sehat adalah keluarga yang dapat berkomunikasi dengan baik di dua
area, instrumental dan afektif, sesuai keperluan tujuan komunikasi.
Komunikasi keluarga akan terjadi dalam salahsatu dari
empat gaya komunikasi (styles of communication) berikut.
1)
Komunikasi langsung dan jelas
Komunikasi
langsung dan jelas adalah bentuk komunikasi yang paling sehat dan terjadi
ketika pesan dikemukakan secara jelas dan langsung ke anggota keluarga yang
bersangkutan. Sebagai contoh, ketika seorang ayah kecewa kepada anaknya yang
gagal menyelesaikan tugasnya dan berkata “ nak, ayah kecewa kamu lupa membersihkan
kamarmu hari ini tanpa diingatkan”.
2)
Komunikasi tidak langsung dan jelas
Pada
komunikasi tidak langsung dan jelas, pesan yang disampaikan jelas, tetapi tidak
langsung ditujukan kepada orang yang bersangkutan. Dalam contoh yang sama, ayah
berkata “sangat mngecewakan jika orang lupa mengerjakan tugasnya membersihkan
kamarnya sendiri”. Pada pesan ini, anak mungkin tidak sadar bahwa ucapan
tersebut ditujukan kepadanya.
3)
Komunikasi topeng dan jelas
Komunikasi
topeng dan jelas terjadi ketika konten pesan tidak jelas, tetapi ditujukan
kepada anggota keluarga yang jelas tujuannya. Dalam ilustrasi yang sama, Ayah mungkin akan berkata “ nak, ternyata orang
tidak bekerja keras dalam melakukan apa yang seharusnya dia lakukan”.
4)
Komunikasi topeng dan tidak langsung
Komunikasi
topeng dan tidak langsung terjadi ketika baik pesan maupun orang yang dituju
tidak jelas. Pada keluarga dengan relasi yang tidak sehat, komunikasi cenderung
sangat bertopeng dan tidak langsung. Contoh dari ilustrasi yang sama, ayah akan
berkata “anak muda zaman sekarang sangat malas”
Agar komunikasi efektif terjadi dalam keluarga,
anggota keluarga harus saling terbuka dan jujur dalam berkomunikasi sehingga menumbuhkan
relasi saling percaya. Tanpa saling percaya, keluarga tidak dapat membangun
relasi yang kokoh. Dalam hal ini, orangtua, utamanya adalah bertanggungjawab
untuk menyediakan lingkungan yang aman yang memungkinkan anggota keluarga dapat
mengekspresikan pikiran dan perasaan secara terbuka. Hal yang patut
diperhatikan adalah tidak semua anggota keluarga berkomunikasi dengan cara yang
sama dan pada level yang sama. Hal ini terutama pada anak. Jadi, ketika
berkomunikasi dengan anak, adalah penting untuk orang dewasa untuk menyimak
secara seksama tentang apa yang akan dikatakan tanpa adanya asumsi yang tidak
diinginkan. Sangatlah penting untuk memperhatikan
usia dan level kedewasaan anak. Dengan kata lain, orangtua tidak dapat
berkomunikasi dengan anak dengan cara yang sama seperti halnya berkomunikasi
dengan pasangannya (suami-isteri) karena mungkin anak belum cukup dewasa untuk
memahaminya.
KUNCI MEMBANGUN KOMUNIKASI EFEKTIF
Banyak cara yang dapat dilakukan oleh keluarga untuk
menjadi komunikator efektif dalam upaya memperbaiki kualitas relasi
antar-anggota keluarga. Keluarga dapat memperbaiki keterampilan komunikasi
dengan melakukan hal-hal berikut:
1)
Frekuensi komunikasi: hal paling sulit yang dihadapi
keluarga masa kini adalah mencari waktu bersama. Skedul kerja orangtua yang padat
(ayah-ibu sama-sama bekerja), dan skedul
sekolah anak yang juga padat menyebabkan sangatlah sulit bagi keluaga untuk
memperoleh waktu cukup untuk sekedar santai bercakap-cakap; Trik-trik yang
dapat dipakai, jika mengantar anak ke sekolah dengan mobil maka berbicaralah di dalam mobil, ada waktu
tertentu mematikan TV atau bahkan nonton TV bareng, makan bersama (walau tidak
setiap hari); pasang papan tulis untuk mencantumkan kegiatan haran anggota
keluarga; Bikin skedul formal atau informal pertemuan keluarga untuk
membicarakan isu-isu penting yang berdampak pada keluarga; tentunya masih
banyak cara kreatif lain untuk memperoleh waktu berkomunikasi dengan anggota
keluarga. Apalagi dengan teknologi komunikasi (cyber communication) yang
semakin canggih, komunikasi bisa dilakukan lewat telepon selular (SMS, BBM),
chatting internet, dll.
2)
Komunikasi jelas dan langsung: Keluarga
dengan relasi yang sehat mengkomunikasikan pikiran dan perasaan secara jelas
dan langsung. Hal ini penting ketika berupaya menyelesaikan masalah yang timbul
antara anggota keluarga (orangtua-anak; anak-anak), antar-pasangan (orangtua; suami-isteri). Komunikasi tidak langsung dan
samar-samar tidak hanya gagal menyelesaikan masalah, tetapi juga akan
berkontribusi pada timbulnya kekurangakraban dan blokade emosi antar-anggota
keluarga, dan atau bahkan menimbulkan konflik tersembunyi.
3)
Jadilah penyimak yang baik: aspek
penting dari komunikasi efektif adalah menyimak (listen) apa yang akan
dikatakan oleh orang lain, dan bukan hanya mendengar (hear). Menjadi penyimak
aktif melibatkan upaya memahami pandangan dan pikiran orang lain tentang sesuatu
yang dibicarakan. Menyimak dengan seksama pembicaraan dari anggota keluarga
(ayah, ibu, atau anak) sangatlah penting untuk sekaligus meresponi pesan secara
verbal (ujaran) dan nonverbal (non-ujaran); Sebagai penyimak aktif, kita perlu
memberi respon aktif dalam bentuk verbal (mengungkapkan sudah paham, mengerti atau bertanya); Respon nonverbal, misalnya dengan mengangguk, tersenyum,
kontak mata, dan bahasa tubuh lainnya.
4)
Perhatikan pesan-pesan non-verbal: Selain
serius menyimak pembicaraan verbal, komunikator efektif juga perlu memperhatikan
perilaku pembicara yang nonverbal. Terkadang, segala sesuatu yang diucapkan
secara ujaran dalam bahasa nonverbal bisa-bisa
saja ditampilkan berbeda dengan makna yang verbal. Dalam kasus seperti ini, menjadi
penting untuk mengetahui bagaimana sebenarnya perasaan rekan bicara dengan
melakukan tatapan kontak mata, melihat ekspresi wajah. Istilah jargonnya, “mulut bisa menyampaikan apa-apa yang ingin
disampaikan tapi pada saat bersamaan menyembunyikan apa-apa yang tidak akan
dikatakan, tetapi ekspresi wajah sulit untuk menyembunyikan segala sesuatu yang
tidak dikatakan”.
5)
Berpikir positif: menghadapi masalah keluarga acap kali tanpa
disadari diselesaikan dengan komunikasi negatif, seperti kritik yang tidak
jelas, tidak saling-respek (marah-marah, nada suara tinggi); komunikasi efektif dalam keluarga haruslah
positif, saling terbuka, saling jujur, dan saling respek. Persoalan ketidakharmonisan
keluarga, apakah knflik berlanjut, perceraian atau pisah, umumnya disebabkan
karena komunikasi negatif terus menerus terjadi dan dipelihara.
BAHAN BACAAN
1) Berlo, D. 1960.
The Process of Communication: An Introduction to Theory and
Practice. New York : Holt,
Rinehart and Winston, Inc.
2)
DeVito,
J.A. 1997. Human Comunication.
Hunter College of the City University of New York.
|
3) Epstein, N. B. Bishop, D., Ryan, C.,
Miller, & Keitner, G., 1993. The McMaster Model View of Healthy Family
Functioning. In Froma Walsh (Eds.), Normal Family Processes. The Guilford
Press: New York/London.
4)
Fitzpatrick,
M.A., Marshall, L.J., Leutwiler, T.J., & Krcmar, M. (1996). The effect of
family communication environments on children’s social behavior during middle
childhood. Communication Research, 23, 379-406.
5)
Fitzpatrick,
M. A. & Ritchie, L. D. (1993). Communication theory and the family: In P.
Boss, W. Doherty, R. LaRossa, W. Schumm, & S. Steinmetz (Eds.), Sourcebook
of family theories and methods: A contextual approach (pp.565-585). New York:
Plenum.
6) Gottman, J.M. 1994. Why marriages
succeed or fail. New York: Simon & Schuster.
7) Hubeis, Aida V.S. 2010. Keluarga
Indonesia Abad XXI. Dalam Aida, V.S.
Hubeis. 2010. Pemberdayaan Perempuan dari Masa ke Masa. Penerbit PT. IPB Press.
8) Miller, R. S. & Perlman, D.
2009. Intimate relationships, (5th Ed.). Boston: McGraw Hill Publishing.
|
|
CURICULUM VITAE
Prof.Dr.Ir.Hj.Aida
Vitayala Hubeis
Guru
Besar Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,
Fakultas
Ekologi Manusia (SKPM FEMA)
Institut
Pertanian Bogor
Catatan Singkat
|
Aida memperoleh gelar Insinyur Pertanian pada Tahun 1974 dengan spesialisasi
Sosiologi dan Penyuluhan
Pertanian dan Komunikasi. Pada Tahun 1977 mengambil pre-doctorate Degree di
bidang Social Anthropology; women’s
studies di Sussex University,
Brighton-England. Dan pada Tahun 1984 di universitas yang sama sebagai independent student di bidang women
studies (sambil menulis disertasi di bawah bimbingan Prof.Dr.Scarlett Epstein).
Tahun 1985, berhasil mempertahankan disertasi
Doktor berjudul “Women, Food, Health, and Development: A Case Study on
Cipari Village-West Java. Dan Profesor dalam Komunikasi – Gender di Departemen
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (KPM) – Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor.
Aida telah
bekerja sejak tahun 1975 sebagai Dosen
di Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian pada Fakultas Pertanian dan
Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB). Juga pernah mengajar di
beberapa pascasarjana Universitas lain. Telah dipercaya menjabat beberapa
posisi struktural di IPB diantaranya
(1) Ketua Prodi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan–Pascasarjana IPB,
1995-2003 (2) Kepala Pusat IRADRU
(Indonesian Rural Mediation and Alternative Dispute Resolution Unit),
LPM IPB, 2001-2003 (3) Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pada Masyarakat (PusDikLatMas), LPM IPB,
1988-2004. Melalui semua posisi ini,
Aida telah terlibat dalam banyak kegiatan yang terkait pada Pemberdayaan/ Pengembangan Masayarakat di
tingkat nasional atau regional, diantaranya Pengembangan
dan Pemberdayaan Masyarakat Desa,
Pendamping Masyarakat Tani, Pedagang Kaki Lima (Pedagang Makanan Jajanan),
Penyuluh Pertanian, dan Petugas Konsultasi Lapangan dari Departemen KUKM;
Untuk Program tingkat Nasional,
Aida selama 10 tahun menjadi Anggota Pokja Nasional pada Program Sarjana
Penggerak Pembangunan Pedesaan (SP3) - Tahun1988-1998; Koordinator Nasional
Perekrutan dan Pelatihan Sarjana PKL (Petugas Konsultansi Lapangan Koperasi) –
Dep. KUKM, Tahun 1994-1998; Koordinator Nasional Program Aksi Pemberdayaan
Masyarakat Tani (tahun 1998-2000) di 13 provinsi di Indonesia bekerjasama
dengan 19 Perguruan Tinggi dan mengkoordinasi 5000 Tenaga Pendamping, Petani;
Ketua Tim Independen Penganugerahan Gender Award dan penyusun konsep – Kementerian
Negara Pemberdayaan Perempuan (KNPP-RI) Tahun 2004-2007.
Memiliki
pengalaman luas sebagai freelance
consultant, sejak tahun 1986. Telah bekerja untuk lembaga pemerintah,
diantaranya Dep.KUKM, Deptan, UPW/KNPP,
Bappenas, BKKBN, Depdikbud, Depdagri, Depertemen Pemuda dan Olah Raga, dan
Depnakertrans, Departemen Kimpraswil.
Pada Non-pemerintah telah bekerja untuk
ACTWOM, CIDA, GTZ, BOOM, Dutch Government, IFAD, UNICEF, World Bank,
UNDP, and ILO.
Pengalaman
Organisasi (antara lain):
1.
Pendiri
dan Ketua Umum Institut Pendidikan Perempuan Indonesia
2.
Pendiri
dan Anggota Presidium Nasional Mitragender
3.
Ketua
Dewan Direktur Pusat Kajian Gender Indonesia (PKGI)
4.
Pendiri
dan pengurus Tim Tujuh Pemberdayaan Perempuan – The Habibie Center
5.
Ketua
Yayasan Perempuan Peduli Bangsa (YPPB)
6.
Divisi
Litbang Yayasan Amal Bakti Ibu (YABI)
7.
Pendiri
dan Anggota Presidium Forum Cendekiawan Muslim Indonesia (FCMI)
8.
Wakil
Ketua Dewan Penasehat ICMI Pusat
9.
Pengurus
IMWU (International Muslim Union) – Indonesia;
10. Dewan Pakar MAAI (Majelis Ilmuwan
Muslimah Indonesia); dll
11. Dewan Pakar Dekopin Pusat
12. Dewan Penasihat Kosgoro 1957.
Bogor, 25 Juni 2011
Jl.
Mayjen Ishak Djuarsa - Gunung Batu
81/118
Bogor,
16118
HP/Telepon: 0811 111 828;
0251 8322932; 8385488; 8385489
(fax)