Search This Blog

Search This Blog

Thursday, January 8, 2015

KOMUNIKASI KELUARGA



Oleh:
Aida Vitayala S.Hubeis

Komunikasi adalah cara membuat orang lain tahu tentang gagasan dan perasaan kita: Komunikasi adalah apa yang kita katakan, bagaimana menyampaikannya, mengapa disampaikan, dan apa yang tidak dikatakan. Komunikasi adalah ekpresi wajah, gerak gerik dan nada suara. Komunikasi yang baik antar anggota keluarga tidaklah terjadi begitu saja, semua harus membuatnya  terjadi. Komunikasi keluarga yang baik mencakup bagaimana menjadi pendengar yang baik (good listener) dan sekaligus pembicara yang bijak (wise speaker). Dengan cara ini, keluarga (orangtua-anak, antar-anak) akan dapat berkomunikasi dengan baik dan mengendalikan kehidupan komunikasi mereka.
               
Komunikasi efektif menjadi ciri penting dari suatu keluarga yang kokoh dan sehat. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi merupakan bangunan utuh dari relasi perkawinan yang kokoh, relasi hangat antara orang tua dan anak, dan antara saudara sekandung. Mengapa demikian? Jawabannya adalah karena komunikasi merupakan jantung kehidupan setiap anak manusia dan tentunya setiap keluarga.

Setiap anak manusia perlu dan pasti berkomunikasi dalam kehidupannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 75-90 persen waktu manusia adalah dihabiskan untuk berkomunikasi. Jadi bisa dibayangkan jika komunikasi kita berlangsung buruk setiap harinya maka berarti kehidupan kita juga buruk. Sebaliknya, jika komunikasi kita berlangsung baik maka dengan sendirinya hidup kita juga akan menjadi baik.

Keluarga besar (extended family), orangtua dan anak plus kerabat (kakek, nenek, bibi, paman, dll)  kini sudah sangat jarang ditemukan. Keluarga sebagai unit terkecil di masyarakat, kini umumnya hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak, disebut keluarga inti (nuclear family). Pergeseran bentuk keluarga dari extended ke nuclear family membawa perubahan dalam pola-pola komunikasi. Tidak ada lagi campurtangan pengasuhan atau sosialisasi nilai-nilai dari orang lain/kerabat, selain orangtua ke anak. Namun komunikasi antara orangtua dan anak kini juga tidak lagi utuh dalam artian kesamaan tempat tinggal secara fisik.

Pada masa kini, umum ditemukan keluarga yang hanya terdiri dari ibu dan anak, atau ayah dan anak, atau bahkan anak saja; hal ini terjadi karena orangtua padat skedul di tempat kerja. Atau anak bersekolah di luar kota dan beragam kombinasi alasan sebagai penyebabnya. Dalam hal ini. peneliti dan pakar  yang mempelajari persoalan keluarga umumnya sepakat bahwa nilai, kendala sosial, dan perilaku yang mempengaruhi struktur keluarga telah berubah selama dua dekade. Kemampuan keluarga untuk bertahan hidup dalam perubahan ini menyebabkan timbulnya fleksibilitas keluarga dan fleksibilitas ini dibantu dengan cara bagaimana anggota keluarga berkomunikasi. Selanjutnya, walaupun sejumlah fungsi keluarga telah didelegasikan ke agen layanan sosial (pembantu, perawat, sekolah), keluarga tetap diharapkan untuk saling-asuh dan saling asih dan saling mendukung. Dalam hal ini, komunikasi memainkan peran sentral dalam keluarga.

KOMUNIKASI KELUARGA

Komunikasi keluarga mengacu pada pertukaran informasi secara verbal (ujaran) dan nonverbal (bahasa tubuh) antar-anggota keluarga. Komunikasi melibatkan kemampuan untuk memerhatikan apa-apa yang disampaikan, dipikirkan dan dirasakan oleh orang lain. Dengan kata lain, bagian terpenting dari komunikasi tidaklah semata-mata hanya berbicara, tetapi menyimak apa yang akan dikatakan oleh orang lain.

Komunikasi dalam keluarga sangat penting karena meyediakan media bagi anggota keluarga di dalam mengekspresikan keperluannya, keinginannya, dalam dimensi saling peduli. Dalam hal ini, komunikasi yang terbuka dan jujur menghasilkan suasana yang memungkinkan anggota keluarga untuk mengekpresikan perbedaan mereka seperti halnya perasaan saling sayang dan saling respek. Melalui komunikasi anggota keluarga dapat mensolusikan masalah-masalah yang timbul dalam semua keluarga.

Seperti halnya komunikasi efektif selalu ditemukan dalam relasi keluarga yang kokoh dan sehat maka komunikasi buruk akan juga tercerminkan pada relasi keluarga yang buruk. Penasehat Perkawinan dan Keluarga acap melaporkan bahwa komunikasi buruk merupakan keluhan utama dari keluarga yang bermasalah. Komunikasi buruk, tidak jelas dan tidak langsung mengarah pada sejumlah masalah keluarga, termasuk konflik keluarga yang ekstrim, penyelesaian masalah yang tidak efektif, kurang akrab, dan melemahkan kaitan emosi dalam keluarga. Hasil penelitian menemukan adanya ikatan kuat antara pola komunikasi (assertive comunication) dan kenyamanan dengan relasi keluarga, dimana keluarga berkomunikasi dalam posisi I am, you are OK. Bahkan komunikasi buruk ditenggarai berkaitan erat dengan meningkatnya resiko perceraian dan atau perpisahan serta masalah perilaku pada anak. Jargonnya, komunikasi tidak nyambung, komunikasi negatif, dan komunikasi rumah keong (rumahnya mungkin tetap ada, tetapi keongnya belum tentu ada di dalamnya).

KOMUNIKASI AFEKTIF-DINAMIS

Komunikasi dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu komunikasi yang  instrumental dan komunikasi yang afektif. Komunikasi instrumental adalah pertukaran informasi faktual yang membuat orang-orang memenuhi fungsi keluarga, seperti memberitahu anak kapan  dijemput di sekolah dan dimana, memberitahu pasangan (suami dan atau isteri) untuk mengingatkan sesuatu. Sedangkan, komunikasi afektif adalah cara anggota keluarga saling berkomunikasi, berbagi suka-duka dengan melibatkan perasaan dan emosi. Beberapa fungsi keluarga sangat cocok dilakukan dengan mengunakan komunikasi instrumental, tetapi sulit untuk diterapkan dalam komunikasi afektif. Bayangkan, jika setiap hari sesama anggota keluarga hanya berkomunikasi secara intrumental. Tentunya, suasana komunikasi akan dingin dan kaku. Karena itu, keluarga yang sehat adalah keluarga  yang dapat berkomunikasi dengan baik di dua area, instrumental dan afektif, sesuai keperluan tujuan komunikasi.
   
Komunikasi keluarga akan terjadi dalam salahsatu dari empat gaya komunikasi (styles of communication) berikut.
1)   Komunikasi langsung dan jelas
Komunikasi langsung dan jelas adalah bentuk komunikasi yang paling sehat dan terjadi ketika pesan dikemukakan secara jelas dan langsung ke anggota keluarga yang bersangkutan. Sebagai contoh, ketika seorang ayah kecewa kepada anaknya yang gagal menyelesaikan tugasnya dan berkata “ nak, ayah kecewa kamu lupa membersihkan kamarmu  hari ini tanpa diingatkan”.
2)   Komunikasi tidak langsung dan jelas
Pada komunikasi tidak langsung dan jelas, pesan yang disampaikan jelas, tetapi tidak langsung ditujukan kepada orang yang bersangkutan. Dalam contoh yang sama, ayah berkata “sangat mngecewakan jika orang lupa mengerjakan tugasnya membersihkan kamarnya sendiri”. Pada pesan ini, anak mungkin tidak sadar bahwa ucapan tersebut ditujukan kepadanya.  
3)   Komunikasi topeng dan jelas
Komunikasi topeng dan jelas terjadi ketika konten pesan tidak jelas, tetapi ditujukan kepada anggota keluarga yang jelas tujuannya. Dalam ilustrasi yang sama, Ayah  mungkin akan berkata “ nak, ternyata orang tidak bekerja keras dalam melakukan apa yang seharusnya dia lakukan”.
4)   Komunikasi topeng dan tidak langsung
Komunikasi topeng dan tidak langsung terjadi ketika baik pesan maupun orang yang dituju tidak jelas. Pada keluarga dengan relasi yang tidak sehat, komunikasi cenderung sangat bertopeng dan tidak langsung. Contoh dari ilustrasi yang sama, ayah akan berkata “anak muda zaman sekarang sangat malas”

Agar komunikasi efektif terjadi dalam keluarga, anggota keluarga harus saling terbuka dan jujur dalam berkomunikasi sehingga menumbuhkan relasi saling percaya. Tanpa saling percaya, keluarga tidak dapat membangun relasi yang kokoh. Dalam hal ini, orangtua, utamanya adalah bertanggungjawab untuk menyediakan lingkungan yang aman yang memungkinkan anggota keluarga dapat mengekspresikan pikiran dan perasaan secara terbuka. Hal yang patut diperhatikan adalah tidak semua anggota keluarga berkomunikasi dengan cara yang sama dan pada level yang sama. Hal ini terutama pada anak. Jadi, ketika berkomunikasi dengan anak, adalah penting untuk orang dewasa untuk menyimak secara seksama tentang apa yang akan dikatakan tanpa adanya asumsi yang tidak diinginkan. Sangatlah penting untuk   memperhatikan usia dan level kedewasaan anak. Dengan kata lain, orangtua tidak dapat berkomunikasi dengan anak dengan cara yang sama seperti halnya berkomunikasi dengan pasangannya (suami-isteri) karena mungkin anak belum cukup dewasa untuk memahaminya.

KUNCI MEMBANGUN KOMUNIKASI EFEKTIF

Banyak cara yang dapat dilakukan oleh keluarga untuk menjadi komunikator efektif dalam upaya memperbaiki kualitas relasi antar-anggota keluarga. Keluarga dapat memperbaiki keterampilan komunikasi dengan melakukan hal-hal berikut:
1)      Frekuensi komunikasi: hal paling sulit yang dihadapi keluarga masa kini adalah mencari waktu bersama. Skedul kerja orangtua yang padat (ayah-ibu  sama-sama bekerja), dan skedul sekolah anak yang juga padat menyebabkan sangatlah sulit bagi keluaga untuk memperoleh waktu cukup untuk sekedar santai bercakap-cakap; Trik-trik yang dapat dipakai, jika mengantar anak ke sekolah dengan mobil maka  berbicaralah di dalam mobil, ada waktu tertentu mematikan TV atau bahkan nonton TV bareng, makan bersama (walau tidak setiap hari); pasang papan tulis untuk mencantumkan kegiatan haran anggota keluarga; Bikin skedul formal atau informal pertemuan keluarga untuk membicarakan isu-isu penting yang berdampak pada keluarga; tentunya masih banyak cara kreatif lain untuk memperoleh waktu berkomunikasi dengan anggota keluarga. Apalagi dengan teknologi komunikasi (cyber communication) yang semakin canggih, komunikasi bisa dilakukan lewat telepon selular (SMS, BBM), chatting internet, dll.
2)      Komunikasi jelas dan langsung: Keluarga dengan relasi yang sehat mengkomunikasikan pikiran dan perasaan secara jelas dan langsung. Hal ini penting ketika berupaya menyelesaikan masalah yang timbul antara anggota keluarga (orangtua-anak; anak-anak), antar-pasangan (orangtua;  suami-isteri). Komunikasi tidak langsung dan samar-samar tidak hanya gagal menyelesaikan masalah, tetapi juga akan berkontribusi pada timbulnya kekurangakraban dan blokade emosi antar-anggota keluarga, dan atau bahkan menimbulkan konflik tersembunyi.
3)      Jadilah penyimak yang baik: aspek penting dari komunikasi efektif adalah menyimak (listen) apa yang akan dikatakan oleh orang lain, dan bukan hanya mendengar (hear). Menjadi penyimak aktif melibatkan upaya memahami pandangan dan pikiran orang lain tentang sesuatu yang dibicarakan. Menyimak dengan seksama pembicaraan dari anggota keluarga (ayah, ibu, atau anak) sangatlah penting untuk sekaligus meresponi pesan secara verbal (ujaran) dan nonverbal (non-ujaran); Sebagai penyimak aktif, kita perlu memberi respon aktif dalam bentuk verbal (mengungkapkan sudah  paham, mengerti  atau bertanya); Respon  nonverbal, misalnya dengan mengangguk, tersenyum, kontak mata, dan bahasa tubuh lainnya.  
4)      Perhatikan pesan-pesan non-verbal: Selain serius menyimak pembicaraan verbal, komunikator efektif juga perlu memperhatikan perilaku pembicara yang nonverbal. Terkadang, segala sesuatu yang diucapkan secara ujaran  dalam bahasa nonverbal bisa-bisa saja ditampilkan berbeda dengan makna yang verbal. Dalam kasus seperti ini, menjadi penting untuk mengetahui bagaimana sebenarnya perasaan rekan bicara dengan melakukan tatapan kontak mata, melihat ekspresi wajah. Istilah jargonnya,  “mulut bisa menyampaikan apa-apa yang ingin disampaikan tapi pada saat bersamaan menyembunyikan apa-apa yang tidak akan dikatakan, tetapi ekspresi wajah sulit untuk menyembunyikan segala sesuatu yang tidak dikatakan”.
5)      Berpikir positif:  menghadapi masalah keluarga acap kali tanpa disadari diselesaikan dengan komunikasi negatif, seperti kritik yang tidak jelas, tidak saling-respek (marah-marah, nada suara tinggi);  komunikasi efektif dalam keluarga haruslah positif, saling terbuka, saling jujur, dan saling respek. Persoalan ketidakharmonisan keluarga, apakah knflik berlanjut, perceraian atau pisah, umumnya disebabkan karena komunikasi negatif terus menerus terjadi dan dipelihara.   

BAHAN BACAAN
1)      Berlo, D. 1960.  The Process of Communication: An Introduction to Theory and Practice.  New York : Holt, Rinehart and Winston, Inc.
2)      DeVito, J.A. 1997. Human Comunication. Hunter College of the City University of New York.   
3)      Epstein, N. B. Bishop, D., Ryan, C., Miller, & Keitner, G., 1993. The McMaster Model View of Healthy Family Functioning. In Froma Walsh (Eds.), Normal Family Processes. The Guilford Press: New York/London.
4)      Fitzpatrick, M.A., Marshall, L.J., Leutwiler, T.J., & Krcmar, M. (1996). The effect of family communication environments on children’s social behavior during middle childhood. Communication Research, 23, 379-406.
5)      Fitzpatrick, M. A. & Ritchie, L. D. (1993). Communication theory and the family: In P. Boss, W. Doherty, R. LaRossa, W. Schumm, & S. Steinmetz (Eds.), Sourcebook of family theories and methods: A contextual approach (pp.565-585). New York: Plenum.
6)      Gottman, J.M. 1994. Why marriages succeed or fail. New York: Simon & Schuster.
7)      Hubeis, Aida V.S. 2010. Keluarga Indonesia Abad XXI. Dalam Aida, V.S. Hubeis. 2010. Pemberdayaan Perempuan dari Masa ke Masa. Penerbit PT. IPB Press.
8)      Miller, R. S. & Perlman, D. 2009. Intimate relationships, (5th Ed.). Boston: McGraw Hill Publishing.





CURICULUM VITAE


Prof.Dr.Ir.Hj.Aida Vitayala Hubeis
Guru Besar Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia (SKPM FEMA)
Institut Pertanian Bogor

Catatan Singkat
Aida memperoleh gelar Insinyur Pertanian pada Tahun 1974 dengan  spesialisasi  Sosiologi dan Penyuluhan Pertanian dan Komunikasi. Pada Tahun 1977 mengambil pre-doctorate Degree di bidang Social Anthropology; women’s studies di  Sussex University, Brighton-England. Dan pada Tahun 1984 di universitas yang sama sebagai independent student di bidang women studies (sambil menulis disertasi di bawah bimbingan Prof.Dr.Scarlett Epstein). Tahun 1985, berhasil mempertahankan disertasi  Doktor berjudul “Women, Food, Health, and Development: A Case Study on Cipari Village-West Java. Dan Profesor dalam Komunikasi – Gender di Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (KPM) – Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.

Aida telah bekerja sejak  tahun 1975 sebagai Dosen di Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian pada Fakultas Pertanian dan Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB). Juga pernah mengajar di beberapa pascasarjana Universitas lain. Telah dipercaya menjabat beberapa posisi struktural di IPB diantaranya (1) Ketua Prodi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan–Pascasarjana IPB, 1995-2003  (2) Kepala Pusat IRADRU  (Indonesian Rural Mediation and Alternative Dispute Resolution Unit), LPM IPB, 2001-2003 (3) Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pada Masyarakat (PusDikLatMas), LPM IPB, 1988-2004.  Melalui semua posisi ini, Aida telah terlibat dalam banyak kegiatan yang terkait pada Pemberdayaan/ Pengembangan Masayarakat di tingkat nasional atau regional, diantaranya Pengembangan dan Pemberdayaan  Masyarakat Desa, Pendamping Masyarakat Tani, Pedagang Kaki Lima (Pedagang Makanan Jajanan), Penyuluh Pertanian, dan Petugas Konsultasi Lapangan dari Departemen KUKM;

Untuk Program tingkat Nasional, Aida selama 10 tahun menjadi Anggota Pokja Nasional pada Program Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (SP3) - Tahun1988-1998; Koordinator Nasional Perekrutan dan Pelatihan Sarjana PKL (Petugas Konsultansi Lapangan Koperasi) – Dep. KUKM, Tahun 1994-1998; Koordinator Nasional Program Aksi Pemberdayaan Masyarakat Tani (tahun 1998-2000) di 13 provinsi di Indonesia bekerjasama dengan 19 Perguruan Tinggi dan mengkoordinasi 5000 Tenaga Pendamping, Petani; Ketua Tim Independen Penganugerahan Gender Award dan penyusun konsep – Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan (KNPP-RI) Tahun 2004-2007.

Memiliki pengalaman luas sebagai freelance consultant, sejak tahun 1986. Telah bekerja untuk lembaga pemerintah, diantaranya  Dep.KUKM, Deptan, UPW/KNPP, Bappenas, BKKBN, Depdikbud, Depdagri, Depertemen Pemuda dan Olah Raga, dan Depnakertrans,  Departemen Kimpraswil. Pada Non-pemerintah telah bekerja untuk  ACTWOM, CIDA, GTZ, BOOM, Dutch Government, IFAD, UNICEF, World Bank, UNDP, and ILO.

Pengalaman Organisasi (antara lain):
1.      Pendiri dan Ketua Umum Institut Pendidikan Perempuan Indonesia
2.      Pendiri dan Anggota Presidium Nasional Mitragender
3.      Ketua Dewan Direktur Pusat Kajian Gender Indonesia (PKGI)
4.      Pendiri dan pengurus Tim Tujuh Pemberdayaan Perempuan – The Habibie Center
5.      Ketua Yayasan Perempuan Peduli Bangsa (YPPB)
6.      Divisi Litbang Yayasan Amal Bakti Ibu (YABI)
7.      Pendiri dan Anggota Presidium Forum Cendekiawan Muslim Indonesia (FCMI)
8.      Wakil Ketua Dewan Penasehat ICMI Pusat
9.      Pengurus IMWU (International Muslim Union) – Indonesia;
10.  Dewan Pakar MAAI (Majelis Ilmuwan Muslimah Indonesia); dll
11.  Dewan Pakar Dekopin Pusat
12.  Dewan Penasihat Kosgoro 1957.

Bogor,  25 Juni  2011
Jl. Mayjen Ishak Djuarsa -  Gunung Batu 81/118
Bogor, 16118

HP/Telepon:  0811 111 828;  0251 8322932; 8385488;  8385489 (fax)





AKTUALISASI PEREMPUAN KARIER


Oleh : Agus Elia Gunawan

ABSTRAKS
Sejatinya berkarier merupakan media bagi kaum perempuan untuk mengeksplorasi potensi, minat dan bakatnya.  Berkarier merupakan jalan menuju aktualisasi diri.  Namun demikian dalam  perjalannya polisi tidur merintangi, kerikil tajam  mengelilingi, nilai sosial yang menentang pun memagari dan membatasi ruanggeraknya. Kegigihan mengembangkan talenta diri perempuan telah membuka harapan menuju kesejatian. Kini semakin nyata secercah cahaya menuju kesejahteraan perempuan yang semakin kemilau.

A. PENDAHULUAN
Bagaimana tabir aktualisasi dan kesejahteraan ini mulai terbuka bagi kaum perempuan ? berikut ulasan yang berpijak dari sejumlah dilema perempuan karier, kemudian membongkar realita dengan gebrakan kinerja yang sanggup menyumbangkan nilai manfaat  bagi lingkungan sekitarnya.  Inilah sebuah realita kehidupan kaum perempuan yang berkarya menerobos dilema bak air yang selalu mengalir dengan kerendahan, tidak mengalah dan tidak mengalahkan.

B. KARIER DAN RUMAH TANGGA

Bagi perempuan, berkarier adalah sebuah  pilihan yang mempunyai konsekuensi bagi rumahtangganya. Pemikiran yang mengagungkan peran domestik bagi perempuan telah terkikis seiring dengan perubahan sosial yang terjadi. Kenyataan banyaknya peran publik yang diisi kaum perempuan berkarier  membuka suatu pengharapan bagi kesejahteraan dirinya, keluarga, dan bangsa ini. Karier tidak berarti jabatan, tetapi setiap pekerjaan yang disenangi dan dilakukan dengan sunguh-sungguh.
Tak dipungkiri naluri perempuan senantiasa peduli pada kehidupan rumahtanggannya.  Peran perempuan di ranah publik sering menuai kritik. Hal ini perlu disikapi dengan bijak dan tidak dengan kemarahan.  Kepercayaan penuh terhadap kaum perempuan yang punya daya adaptif dan fleksibilitas dalam mengatur dua dunia, yaitu dunia domestik (rumah tangga) dan dunia publik (pekerjaan) akan membawa kebaikan.
Dilema pengasuhan anak, rasa persaingan kekuasaan dengan suami, pendidikan dalam keluarga, berkurangnya kehangatan dalam keluarga adalah upaya membenturkan situasi yang abstrak. Hanyalah kesempatan, hanyalah pengertian dan hanyalah kepercayaan yang sanggup melebur semua dilema perempuan kerja dengan urusan rumah tangga.   Apapun tergantung persepsi, penilaian dan pemaknaan kerja dan pemaknaan kehidupan rumah tangga yang dibangun. Jika persepsi, nilai dan pemaknaan kerja semuanya positif, maka positif pula buah yang dihasilkan.

C. HALANGAN POTENSI PEREMPUAN

Perempuan menyimpan potensi terpendam yang sangat memungkinkan bagi aktualisasinya. Potensi perempuan  tidak akan habis untuk direalisasikan menjadi sesuatu yang aktual yang siap diperhitungkan siapapun. 
Cara mencapai ketinggian derajat kaum perempuan adalah dengan berupaya menghayati dan mengembangkan potensi diri secara mantap. Upaya mencapai ketinggian derajat ini harus ditandai dengan beralihnya cara hidup yang instinktif kepada cara hidup yang bebas, kritis dan dinamis.
Kesabaran, ketelatenan, kegigihan dan segudang potensi perempuan adalah anugerah yang diberikan sang Kholik untuk direalisasikan. Membekukan potensi apalagi menguburnya berarti menentang anugerah yang bisa jadi merupakan  musibah bagi kehidupan generasi mendatang.
Dinding penghalang dalam merealisasikan potensi perempuan dalam berkarier adalah nilai budaya dan konteks sosial pada sebagian masyarakat.  Dinding penghalang ini tidak dapat diabaikan, namun seiring dengan perubahan jaman, dinding akan terbuka seperti halnya fenomena timbulnya uban di kapala yang tadinya direspon dengan panik.  Uban saat baru muncul dan masih sedikit dicabuti karena tidak diinginkan, tetapi setelah lama kemudian terus meluas akan dibiarkan bahkan dipelihara dengan apiknya.


D. AKTUALISASI DIRI
Banyak yang mendengar tetapi gelap memahami aktualisasi diri itu.  Dalam kamus praktis bahasa Indonesia,  aktual berarti hangat, baru dan sedang menarik perhatian orang banyak (Hartono, 1992).  Sedangkan “diri” menurut  filsafat Iqbal  sering dipadankan dengan istilah aku, pribadi, selfmind, khudi atau ego (dalam Ridinillah, 2005).
Diri mempunyai tingkatan kualitas, ada diri yang lebih rendah dan ada diri yang lebih tinggi.  Tinggi-rendahnya kualitas diri tergantung kemampuan menghayati diri itu sendiri secara mantap. Dengan demikian, kualitas diri diri dapat menguat, dan juga dapat melemah.
Menguat-melemahnya kualitas diri dipengaruhi beberapa faktor, antara lain faktor keberanian, toleransi, kreativitas dan sikap-tindakan lainnya.   Sedangkan kualitas diri dapat melemah jika bersikap penakut, peminta-minta, memperbudak diri dan juga kesombongan.
Kualitas diri seorang perempuan bukanlah barang jadi yang diberikan dari “sono-nya”, tetapi melalui serangkaian pencapaian—secara prosesual. Dengan begitu, kualitas diri perempuan akan senantiasa dinamik dimana dinamika konstruktifnya harus dicapai dengan berjuang  untuk menuju tingkat kedirian yang tinggi dan sempurna.  Hal ini tiada lain dengan pencapaian aktualisasi diri.
Perbedaan laki-laki dan perempuan terjadi sebatas aspek seksis—jenis kelamin dan tingkat kemampuan memikirkan masa yang akan datang untuk menjadi lebih baik.  Aktualisasi adalah jalan untuk membuka belenggu keterbatasan peran perempuan, maka aktualisasi diri kaum perempuan untuk diupayakan bukan untuk diabaikan.
Pencapaian aktualisasi diri  menurut Maslow  merupakan tingkatan manusia ideal.  Sedangkan Nietzche seorang   filsuf Jerman melalui konsep “Ubermensch”-nya menggambarkan manusia ideal sebagai manusia yang mempunyai kemauan berkuasa. Sayangnya ia pun menggambarkan sosok ideal itu sebagai sosok yang tidak terikat oleh norma-norma masyarakat.
Nietzche memang  radikal memandang sosok ideal seorang manusia karena menurutnya seorang manusia ideal  tidak perlu merasa berdosa atau bersalah, juga tidak perlu mempunyai rasa cinta-kasih, sebab perasaan-perasaan itu adalah perasaan budak dan anak kecil serta perasaan seorang penakut.
Lain lagi pemikiran Iqbal filsuf sekaligus intelektual Muslim (1873-1938).  Baginya  manusia ideal adalah manusia yang telah mencapai aktualisasi diri yang disebutnya sebagai insan kamil.  bagi Iqbal, manusia ideal selalu dilandasi oleh kerinduan akan Tuhan, selalu diliputi rasa cinta-kasih dan pengakuan serta penghormatan terhadap adanya norma-moral dalam masyarakat.  Konsep insan kamil merupakan perpaduan kekuatan kerja dengan kekuatan pikiran, ingatan, akal budi, imajinasi dan temperamen yang baik.   Dengan demikian, manusia sejati adalah sosok yang didalamnya terdapat kekuatan, wawasan, perbuatan dan kebijaksanaan.  Dalam hal ini kaum perempuan karier sanggup memenuhinya.
Aktualisasi diri tidak bisa dicapai  dengan sebatas menanti kesempatan yang diberikan alam, alam tidak serta merta memberikan kesempatan itu.  Aktualisasi diri harus diusahakan, diperjuangkan dan terus dikembangkan.  Untuk itulah belantara aktualisasi perempuan berkarir perlu terus dibuka, dipelajari dan di dalami sehingga memasukinya tiada kesulitan.

E. MODAL AKTUALISASI

            Kebutuhan dasar manusia menurut Maslow digambarkan berikut :
 













Seringkali digambarkan bahwa pencapaian aktualisasi diri terbatas pada kelas atau kalangan tertentu.  Padahal pada dasarnya  “aktualisasi diri adalah hasrat menjadi orang yang sesuai dengan keinginan dan potensi yang dimilikinya—kebutuhan mengungkapkan diri (need for self actualization)”.
Aktualisasi diri dapat dicapai kaum perempuan dengan jalan berbuat yang terbaik, atau bekerja sebaik-baiknya sesuai dengan bidangnya masing-masing. Bentuk aktualisasi diri akan berbeda pada setiap orang (Koswara,1986)
Dubrin (1997) dalam bukunya “Stand Out : 330 Way For Gaining the Edge with Bosses, Co-Workers, subordinates, and Customer,  telah merumuskan berbagai strategi yang teruji  untuk memenangkan persaingan maupun kebersamaan dalam pekerjaan.
Setiap orang lahir dengan keunikannya.  Seseorang yang giginya jontos, perutnya gembrot, bahkan badannya begitu mini bisa menjadi orang terkenal dan disanjung banyak orang dilayar kaca.  Untuk menjadi pribadi menonjol yang siap mengaktualisasikan diri hendaknya tidak mendiskon diri. Banyak cara dan variasi mendiskon diri, sayangnya hal ini tak layak untuk diteladani.
Modal yang diperlukan bagi perempuan karier adalah cara bersikap, bertindak dan berbicara profesional sehingga akan menjadi pribadi yang menonjol yang jika tampil selalu mengesankan.
Hal lain yang merupakan modal bagi aktualisasi diri, antara lain berpakaian, cara berjabattangan, cara berdiri dan gaya bicara.
Berpakaian,
Berpakaian rapi dan bersih akan memberi kesan positif.             Dalam keseharian, tak sedikit orang berkata “ah, ngapain ngurusin pakaian, yang penting hati—nurani kita bersih, yang penting kemampuan kita banyak.  Bagi kebanyakan orang, terlalu samar untuk mengukur baik-buruknya seseorang dari hati nurani.  Kita Ingat kata bijak mengatakan “ luas lautan bisa diarungi, tapi hati orang siapa tahu”.   Jadi, penampilan  fisik tampak jelas lebih terukur daripada mengandalkan hati nurani untuk memberikan kesan pertama. 
Bila kita amati, penampilan orang akan dilihat dari pakaian dan cara berpakaiannya.   Kekaguman dari penampilannya tak bisa dihindarkan.  Suatu hari tampak seseorang  berpakaian kumal, kerut-kerut pakaiannya tampak karena tak sempat disetrika dan rupanya lupa pula untuk sekedar setetes dua tetes parfum.  Walaupun ia orang yang sangat percaya diri,  namun  orang lain akan bersikap lain dan berbeda penghormatannya  dengan ketika ia berpenampilan yang mengenakan pakaian bagus, rapi dan harum.   Rasa percaya diri boleh tinggi, tetapi  orang-orang  akan bersikap acuh dan kurang respek bila tidak memperhatikan diri. Jangan sampai menjadi perempuan yang kehilangan selera dan insting untuk berestetika

Genggaman  erat, ketika berjabat-tangan,
Kehangatan, penerimaan dan kekuatan persahabatan dapat dirasakan dari gengaman jabat-tangan.  Teringat seorang pegawai senior di Pulau Buru (Maluku) yang begitu luar biasa yang disenangi setiap rekan kerjanya.  Dilihat dari kinerjanya sebenarnya  tak begitu mengagumkan, bahkan boleh dibilang cenderung waktu kerja dihabiskan untuk memikirkan anak-anak dirumahnya.  Terkadang harus melarikan diri membeli lauk-pauk ke pasar lalu kembali ke tempat kerja.  Seringkali tergesa-gesa pulang untuk memasak makanan buat makan siang keluarga.
Sebelum ke kantor pun tenaganya telah terkuras untuk menggilas setumpuk cucian.  Datang ke tempat kerja kesiangan.  Tapi….mengapa tak ada sepatah kata pun yang mencibir, mengkritik dan menyindir dirinya.  Seolah kehadirannya saja cukup menyejukkan sebagai sahabat yang hangat.
           Ada apa dengan jabat tangan ?  Kunci penerimaan dan kekuatan persahabatan terletak pada kebiasaan jabat-tangan yang kuat dan hangat.  
Setiap bertemu orang selalu berjabattangan. Genggaman kuat dengan berujar,” apa kabar  ?  Terasa kalau jabat-tangannya bukan suatu pembelaan diri karena ia kesiangan atau basa-basi, tapi apapun alasan dalam dirinya, kenyataan yang dirasakan setiap orang yang disalaminya menjadi kekuatan persahabatan.  Melalui genggaman jabat-tangan yang kuat—seolah ada rasa rindu ketika bertemu siapapun, begitu pun orang yang dijabat-tanggannya, begitu hormat dan kagum.

Berdiri Kokoh, Mengokohkan Pribadi,
           Saat berdiri, tangan ke bawah dengan leluasa dan kaki merenggang sekitar 40 cm adalah kekokohan.  Memang tampak kesombongan yang ditampilkan.   Jangan khawatir tentang itu.  Sebenarnya para pengembang kepribadian sedang memberikan tantangan untuk menghadapi sebuah pergulatan antara rasa rendah diri dengan tampil percaya diri secara tegas—lugas.
Kebanyakan kaum perempuan karir, sikap dan gayanya menunduk-nunduk, tidak kuasa berdiri kokoh untuk memproklamirkan inilah saya. Kaki agak merengang dengan  tolak pinggang ibarat mengepakkan sayap dari seekor ayam jantan yang memang jantan. Tapi ingat, keberadaan seseorang perlu diperhitungkan sehingga konteks yang ada tidak disamaratakan.  Lalu, kapan strategi ini dilakukan. Ya,  strategi ini dilakukan ketika suasana santai dikelilingi banyak orang, tapi bukan ketika dikelilingi para atasan.
           Kecanggungan akan terasa saat pertama kali melakukannya, tetapi kebanggaan akan dirasakan ketika orang lain memperhatikan, mendekat dan mulai membuka percakapan.  Selanjutnya terserah, lakukan seni berbicara--berkomunikasi yang efektif.

Saat Bicara Didepan Umum,
Arahkan telunjuk searah lantai dan ibu jari di sisi kanan seperti sedang menggenggam pistol. Kharisma gaya ini seolah sedang membidik dan siap menembak sasaran yang lengah,  maka setiap orang yang ditatap akan memperhatikan setiap langkah dan gerakan anda.    Jadikan kesempatan ini untuk menggugah dan membangun kepercayaan bahwa anda penuh  kekuatan.  Gaya ini untuk memotivasi atau memberikan paparan yang perlu antusiasme. Gaya ini hasil penemuan riset Du Brin (1997),

Gaya Bahasa Berbumbu,
Bumbuilah bahasa, maka setiap orang akan membedakan cita rasa dari setiap tuturnya.              Kehebatan berbicara mencerminkan pencitraan diri.   Pigur seorang perempuan karier sering kali kata-katanya bermagis  hingga orang percaya apa yang dikatakannya,  mengapa ?  karena ada bumbu yang ditabur dari si pembicara. 
           
F. KESIMPULAN

Dalam sejarahnya, perempuan lebih banyak mengalami kekalahan dan penindasan karena faktor fisik, ekonomi dan sosial. Faktor fisik, kekalahan perempuan karena  adanya kesan kuat dan kasar dari laki-laki, namun kini justeru bergeser dimana kesan fisik yang lembut dan cantik lebih disukai.  Fenomena ini merasuk pada laki-laki berkelas yang cenderung feminin. Tanpa malu-malu, bahkan semakin malu-maluin kaum laki-laki lebih modis dari perempuan.  Tengoklah laki-laki rambutnya yang panjang dan bercat, sabun cuci mukanya yang beragam dan…..aroma parfumnya yang beraneka wewangian. Secara fisik, walaupun kecenderungan laki-laki bersikap feminin, namun kecantikan tetap dimiliki perempuan.  Bila laki-laki terkesan cantik, maka cap abnormal akan disandangnya.
Ternyata dalam dunia kerja atau dalam berkarier, perempuan tidak terlepas dari keunggulan penampilannya. Penampilan alamiah berupa kulit kenyal, mulus dan halus sangat membantu.  Kini persaingan antara perempuan dan laki-laki dalam aspek penampilan makin ketat.
Kondisi dimana penampilan menjadi modal dalam berkarier dan berkatualisasi, maka industri minyak wangi meluncurkan aneka wewangian dalam botol. Jurnal perempuan memuat artikel yang menyebutkan bahwa banyak industri minyak wangi yang keluar dari perangkap seksis.  Este Lauder, Channel dan Revlon tidak mau didikte oleh laki-laki sehingga tidak mengikuti selera laki-laki.  Lain hal dengan CK—Calvin Klein yang dibuat sejak 1994, menurut direkturnya Ann Gottlieb dibuat untuk mengaburkan pembatasan gender sehingga dapat digunakan laki-laki maupun perempuan (jurnal perempuan edisi XII, Desember 1999).
Apa dibalik semua itu ? Perempuan karier mempunyai hak untuk sukses dan terus mengembangkan dirinya.  Konsekuensi logisnya adalah segala potensi dikembangkan dan diaktualisasikan dalam pekerjaan.  Dengan demikian, perlumeng asah pengetahuan dan kemampuan melalui pelatihan.  Perlu menjaga penampilan luar dan dalam sehingga karier adalah sebuah tantangan hidup dan bukan menentang kodratiah, apalagi menentang kekuasaan laki-laki.

G. REKOMENDASI

Perempuan berkarier bukan atas dasar egoisme untuk kesejahteraan dirinya.  Perempuan selalu memikirkan keluarga dan orang lain. Persoalannya, perempuan karier lebih diuntungkan dengan fasilitas dan insentif yang diperjuangkannya dan kesejahteraan diri pastinya akan menerima hasil terlebih dahulu.
Dilema perempuan karier adalah sebuah problema yang pemecahanya sudah tersedia dalam dirinya.  Konstruksi sosial budaya yang justeru memberatkan aktualisasi perempuan karier.   Dedikasi, kejujuran, ketahanan fisik-mentalitas, tanggung jawab, kecerdasan emosional dan disiplin adalah bagian dari keunggulan perempuan sekaligus alat pemecah masalah yang dihadapi dalam pekerjaan.
Perempuan karier mempunyai berbagai keuntungan, yakni keleluasaan mengembangkan diri, keleluasaan mengelola keuangan, keleluasaan berkreasi, keleluasaan dalam pergaulan sosial dan keleluasaan memutuskan berbagai alternatif pilihan.
Jadi aktualisasi perempuan dalam berkarier, bukan pencarian aspek ekonomik semata, melainkan media perjumpaan dengan kesejatian dirinya yang potensial.  Karier memberikan kebahagiaan karena dengan aktual berkarier  dapat memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial.  Kesejahteran perempuan adalah kesejahteran keluarga dan kesejahteraan bagi bangsa.

PUSTAKA ACUAN

Gunawan, Agus Elia. 2007. Strategi Aktualisasi Diri.  Cara Membangun Kesadaran Tentang Diri yang Unik Potensial dan Aktual : Siap Diperhitungkan Siapapun. BBPPKS Bandung.
Hartono. 1992. Kamus Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.
Jurnal Perempuan. Pria Feminis, Why Not ? . Edisi XII/Nopember-Desember 1999.
Koswara. 1986. Teori-Teori Kepribadian. Jakarta : Eresco.
Ridinillah, Mustofa Anshori. 2005. Agama dan Aktualisasi Diri. Perspektif Filsafat Muhammad Iqbal. Yogyakarta  : Badan Penerbitan Filsafat UGM.

BIOGRAFI PENULIS

Agus Elia, Saat ini bekerja sebagai Pegawai Kementerian Sosial