Search This Blog

Search This Blog

Thursday, January 8, 2015

LAPORAN KEGIATAN OBSERVASI KELUARGA MISKIN DI DESA WATES KECAMATAN WATES KABUPATEN KULON PROGO


DOSEN DR BAMBANG RUSTANTO
OLEH Saryono
 


I.   PROFIL DESA WATES
A.    Kondisi Geografis
Desa Wates merupakan salah satu wilayah dari Kecamatan Wates Kabupaten Kulon Progo Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang merupakan wilayah Ibukota Kabupaten. Luas wilayah desa sebesar 428,24 Ha, dengan rincian luas desa  menurut penggunaan lahan :
­   Tanah Sawah ( Wetland) : 93,30 Ha
­   Tanah Kering (Dryland) :54,21 Ha
­   Bangunan (Building) : 222,12 Ha
­   Lainnya (Others) : 58,61 Ha
­   Jumlah Total : 428,24 Ha
Dalam menjalankan kegiatan pemerintahan, Desa Wates dibagi dalam 16 (lima belas) Dusun, 38 (tiga puluh delapan) RW dan 86 (delapan puluh enam) RT.  Secara administratif Desa Wates dibatasi oleh :
­   Bagian Selatan     : Desa Giripeni Kecamatan Wates
­   Bagian Utara        : Desa Pengasih Kecamatan Pengasih
­   Bagian Timur       : Desa Margosari Kecamatan Pengasih
­   Bagian Barat         : Desa Triharjo Kecamatan Wates

B.    Kependudukan (Demografis)
Desa Wates memiliki jumlah penduduk  jiwa pada akhir Tahun 2009 adalah : 15.987 jiwa terdiri dari 7.923 jiwa laki-laki dan 8.064 jiwa perempuan.  Jumlah kepala keluarga di Klurahan Cigadung saat ini mencapai sekitar  3.560 KK dengan rincian 2.656 KK laki-laki dan 904 KK Perempuan.  Dari data tersebut dapat jumlah anggota keluarga dalam masing-masing KK adalah rata-rata 4 (empat) orang. Hal ini menunjukkan kondisi yang cukup ideal. Berdasarkan data kependudukan dari Desa Wates pada tahun 2009 yang dilihat dari segi kepadatan penduduk, populasinya akan terus bertambah dari waktu ke waktu.
Tabel : 1.1
Banyaknya Jumlah Penduduk
Menurut Golongan Usia dan Jenis Kelamin
di Desa Wates Tahun 2009

No
Uraian
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1.
0     -  1  tahun
95
102
197
2.
1     -  4  tahun
457
452
909
3.
5     -  6  tahun
635
612
1247
4.
7     -  12 tahun
594
580
1174
5.
13   -  15 tahun
344
342
686
6.
16   -  18 tahun
288
291
579
7.
19   -  25 tahun
776
778
1554
8.
26   -  35 tahun
512
532
1044
9.
36   -  45 tahun
1659
1711
3370
10.
46   -  50 tahun
1571
1579
3150
11.
51   -  61 tahun
563
630
1193
12.
61­   -  75 tahun
260
281
541
13.
Lebih dari 75 tahun
169
174
343

Jumlah
7.923
8.064
15.987
                        Sumber Data : Buku Profil Desa Wates Tahun 2009

Berdasarkan data di atas nampak bahwa komposisi penduduk Desa Wates tertinggi adalah usia 36-45 tahun sebanyak 3.370 orang atau sekitar 21% dari keseluruhan jumlah penduduk. Sedangkan jumlah usia 46-50 tahun menempati peringkat kedua sebanyak 3.150 orang atau 16 %, hal ini menunjukkan bahwa komposisi penduduk dengan usia produktif paling tinggi di wilayah Desa Wates. Prosentase penduduk usia anak-anak sekitar 2%, sedangkan usia sekolah sekitar 1,5%. Komposisi seperti ini kemungkinan disebabkan oleh keberhasilan program Kelurga berencana yang ada di wilayah Desa Wates, dimana pertumbuhan dan komposisi penduduk usia anak-anak bisa dibatasi.
Pertumbuhan jumlah penduduk yang dipengaruhi oleh kelahiran dan kematian serta datang-pergi dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel : 1.2
Banyaknya Pertumbuhan Penduduk
Menurut Jenis Kelamin di Desa Wates Tahun 2009

No
Uraian
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1.
Lahir (Birth)
117
124
241
2.
Datang (Inmigration)
144
187
331
3.
Pergi (Outmigration)
144
184
328
4.
Mati (Death)
62
51
113
                        Sumber Data : Kecamatan Wates Dalam Angka 2009

Banyaknya penduduk menurut kegiatan sektor utama yang ada di wilayah Desa Wates yaitu :
­   Pertanian                                : 344 orang
­   Industri                                   : 388 orang
­   Bangunan/ Konstruksi          : 292 orang
­   Perdagangan                          : 1.172 orang
­   Angkutan                               : 161 orang
­   Lembaga Keuangan               : 35 orang
­   Jasa Lainnya                           : 1.162 orang

Dari data di atas dapat dilihat bahwa sektor utama mata pencaharian penduduk di wilayah Desa Wates adalah di sektor perdagangan dan jasa. Hal ini dipengaruhi wilayah Desa Wates yang merupakan Ibukota Kabupaten, sehingga banyak aktivitas perdagangan dan jasa yang dilakukan oleh penduduknya. Lahan pertanian yang tersedia hanya sebatas di pinggiran desa, sedangkan sebagian besar wilayah merupakan daerah perkantoran dan sentra perdagangan.
Selanjutnya berdasarkan tingkatan kesejahteraan keluarga dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Tabel : 1.3
Banyaknya Kepala Keluarga
Menurut Tahapan Keluarga di Desa Wates Tahun 2009

No
Uraian
Jumlah
Prosentase (%)
1.
Pra Keluarga Sejahtera
538
15,04
2.
Keluarga Sejahtera I
806
22,54
3.
Keluarga Sejahtera II
327
9,14
4.
Keluarga Sejahtera III
1.770
49,72
5.
Keluarga Sejahtera III+
240
6,74
                        Sumber Data : Kecamatan Wates Dalam Angka 2009

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar Kepala Keluarga di Desa Wates masuk dalam kategori Keluarga Sejahtera. Namum juga perlu diperhatikan, karena ada 538 Kepala Keluarga atau 15,04% yang masih berada dalam kondisi Pra Keluarga Sejahtera. Kondisi inilah yang memacu berbagai pihak (stake holder) untuk terus berusaha menuntaskan kondisi masyarakat yang belum masuk kriteria sejahtera. Selain itu juga masih banyaknya kondisi keluarga yang berada di tingkatan KS I, dimana kondisi ini belum dianggap stabil untuk bebas dari kemiskinan.
Sarana dan Prasarana pendidikan yang tersedia juga cukup memadahi, yaitu meliputi :
­   Sekolah Dasar (SD)                : 14 unit
­   SLTP                                      : 5 unit
­   SLTA                                      : 8 unit
­   Akademi / PT                        : 1 unit
Berdasarkan tingkat pendidikan, masyarakat Desa Wates juga sudah tergolong cukup baik, yaitu dengan banyaknya penduduk yang sudah memiliki dasar pendidikan minimal tingkat SLTP. Prosentase terbesar penduduk sudah tamat pendidikan SLTA yaitu dengan jumlah 4.480 orang, hal ini tidak lepas dari aksesibilitas masyarakat terhadap berbagai fasilitas pendidikan yang tersedia cukup memadahi di wilayah Desa Wates. Berikut adalah data penduduk berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2009 :

Tabel : 1.4
Banyaknya Jumlah Penduduk
Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin
di Desa Wates Tahun 2009

No
Tamat Pendidikan
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1.
SD / Sederajat
21
39
60
2.
SLTP
1100
1135
2235
3.
SLTA
2410
2070
4480
4.
AKADEMI
425
466
891
5.
PT
778
772
1550

Jumlah
4734
4482
9216
                        Sumber Data : Buku Profil Desa Wates Tahun 2009

C.      Sosial Budaya (Social and Culture)
Sebagai Desa yang berada di wilayah Perkotaan, banyak permasalahan Sosial dan budaya yang terjadi di wilayah Kecamatan Wates. Berikut adalah data kondisi sosial budaya yang ada :

Tabel : 1.5
Banyaknya Penyandang Cacat
Menurut Jenis Kelamin di Desa Wates Tahun 2009

No
Agama
JUMLAH
%
1
Islam
14.842
92,84%
2
Kristen
557
3,48%
3
Khatolik
566
3,54%
4
Hindu
4
0,025%
5
Budha
18
1,13%

Jumlah
15.987
100 %
                        Sumber Data : Diolah dari Kecamatan Wates Dalam Angka 2009

Tabel : 1.6
Banyaknya Penyandang Cacat
Menurut Jenis Kelamin di Desa Wates Tahun 2009

No
Uraian
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1.
Cacat Tubuh
6
4
10
2.
Tuna Netra
2
3
5
3.
Bisu Tuli
4
3
7
4.
Cacat Ganda
2
-
2
5.
Cacat Mental
17
24
41
6.
Sakit Kronis
5
3
8
7.
Gangguan Jiwa
8
7
15
                        Sumber Data : Diolah dari Kecamatan Wates Dalam Angka 2009

Kejadian kriminalitas yang terjadi juga cukup meresahkan masyarakat, namun dengan keterlibatan berbagai pihak baik masyarakat sendiri, aparat kepolisian maupun yang lain berbagai permasalahan tersebut dapat diatasi termasuk kerugian baik material maupun non material dapat diminimalisir. Berikut adalah data yang terekap dan dilaporkan ke Kepolisian Sektor Wates :

Tabel : 1.7
Banyaknya Peristiwa Kriminal di Desa Wates
Menurut Jenisnya yang dilaporkan ke Polsek Wates Tahun 2009

No
Uraian
Jumlah Kejadian
Kerugian (Rp.000)
1.
Pencurian
3
175.000
2.
Penganiayaan
1
10.000
3.
Penipuan
1
100.000
4.
Penggelapan
1
50.000
                        Sumber Data : Diolah dari Kecamatan Wates Dalam Angka 2009

Dalam bidang pelayanan kesehatan masyarakat berbagai fasilitas dan sarana prasarana juga cukup mendukung. Masyarakat dapat dengan mudah mengakses berbagai fasilitas dan layanan bidang kesehatan, karena jarak tempuh yang tidak terlalu jauh yakni maksimal 2 km dari rumah warga. Berikut adalah data fasilitas kesehatan yang ada di wilayah Desa Wates :
­   Poliklinik                          :  1 unit
­   Puskesmas Pembantu      :  1 unit
­   Rumah Sakit Swasta         :  4 unit
­   Dokter Praktek                :  17 unit
­   Sub PPKBD                      :  86 unit

Selanjutnya banyaknya Balita menurut status gizi yang ada di wilayah Desa Wates sebagai berikut :
­   Gizi Baik                           :  671 balita
­   Gizi Kurang                      : 91 balita
­   Gizi Buruk                        :  1 balita


D.     Sarana  Ekonomi

Sebagai Desa yang berada di wilayah Perkotaan, kehidupan ekonomi yang didukung oleh sektor perdagangan dan jasa mobilitasnya cukup tinggi. Sarana dan prasarana perekonomian tersedia cukup lengkap. Sarana transportasi yang tersedia meliputi :
­   Truk                                  :  15 unit
­   Bus Umum                        :  16 unit
­   Colt                                   :  16 unit
­   Mobil Pribadi                   :  130 unit
­   Sepeda Motor                   :  1.119 unit
­   Lainnya                             :  20 unit
Selain itu sarana transportasi tidak bermotor seperti Dokar, sepeda onthel, Becak masih tersedia cukup banyak dan dijadikan alternatif sarana transportasi yang murah meriah bagi masyarakat. Sarana yang lain seperti pasar, kios, toko, bank, lembaga keuangan tersedia cukup memadahi, yaitu :
­   Pasar                                 :  3 unit
­   Toko                                 : 59 unit
­   Kios                                   :  226 unit
­   Warung                            :  130 unit
­   Bank                                  :  8 unit
Anggaran yang tersedia untuk pelaksanaan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan tahun 2009 juga cukup memadahi yaitu Rp.1.082.135.647,00.

D.  Program-program Pelayanan Sosial
Program-program pelayanan dan penanganan berbagai permasalahan kesejahteraan cukup beragam baik yang merupakan program pemerintah pusat, propinsi, kabupaten, desa maupun atas inisiatif warga sendiri. Sebagaimana di daerah-daerah lain, program yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat seperti Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang sasarannya penduduk miskin, Program Biaya Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa SD dan SMP, Bantuan Langsung Tunai (BLT), Beras Miskin (Raskin), Program Keluarga Harapan (PKH), PNPM Mandiri, dan lainnya.
Pemerintah Propinsi dalam bidang kesehatan juga mengalokasikan anggaran yang cukup besar dalam Program Jaminan Kesehatan Sosial (Jamkesos), sedangkan dari Pemerintah Kabupaten adanya Program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Selain itu pemerintah Kabupaten juga mengalokasikan bantuan sosial untuk penyandang cacat, Organisasi Sosial, Majelis Taklim, Kelompok-kelompok Usaha, Kaum Rois, dan Rumah Tangga Miskin.  
Kelembagaan lokal merupakan Potensi dan Sumber  Kesejahteraan Sosial (PSKS) yang cukup berperan dalam peningkatan taraf kehidupan masyarakat. Kelembagaan dan organisasi di Desa Wates tergolong kepada kelembagaan dan organisasi formal dan non formal. Lembaga formal adalah lembaga yang dibentuk oleh pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat disekitarnya secara administratif maupun secara fungsional sesuai dengan tugas pokok dan fungsi lembaganya. Sebagai contoh dalam bidang perekonomian Pemerintah Kabupaten membentuk Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang diberi nama LKM Binangun. Lembaga ini mendapatkan hibah dana dari Pemerintah Kabupaten yang cukup besar untuk dikelola oleh masing-masing desa dalam upaya pengembangan usaha-usaha ekomoni mikro dengan sistem kredit bunga murah, tanpa agunan, dan mudah diakses oleh masyarakat.
Dalam bidang sosial keberadaan kelompok-kelompok PKK baik di tingkat desa dan dusun juga memeberikan sumbangan besar bagi kehidupan bermasyarakat. Sedangkan lembaga non formal  adal lembaga atau organisasi yang dibentuk oleh inisiatif warga masyarakat.  Sebagaimana diketahui bahwa kelembagaan dapat berbentuk organisasi ataupun nilai, aturan dan kesepakatan yang berlaku dan dipatuhi oleh masyarakat. Sebagai contoh adalah kelompok-kelompok arisan warga dan majelis taklim, dimana kepedulian terhadap anggota kelompoknya cukup tinggi seperti dengan adanya dana sosial yang digunakan untuk membantu anggota kelompok yang terkena musibah.


II.    PROFIL RUKUN WARGA
Wilayah paling Selatan dari Desa Wates adalah RW 38, yang merupakan bagian dari Pedukuhan Sebokarang Desa Wates. Wilayah ini berpenduduk 374 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga 83 KK, dan terbagi dalam 3 (tiga) Rukun Tetangga yaitu RT 84, RT 85 dan RT 86. Penduduk sebagian besar merupakan petani, karena di wilayah ini masih tersedia cukup lahan untuk bertani. Ikatan sosial warga cukup erat, dengan adanya berbagai kelembagaan non formal yang berkembang seperti kegiatan majelis taklim dan arisan. Dalam kelompok ini mereka saling berinteraksi, bertukar pikiran dan pengalaman serta berbagi rasa satu dengan yang lain, sehingga jalinan kekeluargaan antar warga cukup erat. Ketua RW yaitu S (inisial) merupakan tokoh masyarakat yang disegani dan menjadi panutan warga RW 38. Ketua RW dipilih oleh masyarakat dalam sebuah musyawarah warga.
RW 38 merupakan wialyah dengan potensi kemiskinan cukup tinggi di wilayah Desa Wates, yaitu dari seluruh Keluarga Pra Sejahtera di Desa Wates yang berjumlah  538 KK, 23 KK merupakan keluarga di RW 38. Hal ini mungkin disebabkan karakteristik penduduk yang sebagian besar merupakan petani buruh, pekerja serabutan serta wilayah yang berada di pinggiran. Berbagai program layanan sosial yang dilaksanakan pemerintah di wilayah RW 38 antara lain :
1.      Beras Miskin (Raskin)
Raskin merupakan pelayanan sosial yang merupakan program pemerintah pusat yang terdapat di wilayah RW 38. Terdapat 13 (tiga belas) Rumah Tangga Miskin yang terdaftar sebagai penerima bantuan beras miskin dengan rincian di RT 85 sebanyak 7 (tujuh) Rumah Tangga Miskin, di RT 85 sebanyak 4 (empat) Rumah Tangga Miskin dan RT 86 sebanyak 2 (dua) Rumah Tangga Miskin.
2.      Bantuan Langsung Tunai (BLT)
Tahun 2009 penerima BLT di RW 38 jumlahnya sama dengan Rumah Tangga Miskin Penerima Beras Miskin yakni sebanyak 13 (tiga belas) KK. Sebagian besar penerima merupakan penduduk yang tidak mempunyai pekerjaan tetap, bekerja sebagai buruh serabutan tukang becak, penjual sayur keliling, janda, serta keluarga lansia. Tidak semua Keluarga yang masuk dalam kategori Pra Sejahtera mendapatkan BLT, maupun Raskin, hal ini disebabkan keterbatasan kuota yang ada, sehingga atas permusyawaratan warga, hanya yang betul-betul miskin (miskin absolut) yang diberi jatah bantuan tersebut.
3.      Program Keluarga Harapan ( PKH)
Penerima Program PKH di RW 38 sebanyak 7 Kepala Keluarga, yakni keluarga yang masih menangung biaya pendidikan sekolah, keluarga muda yang baru memiliki anak yang ke depan diharapkan bantuan ini mampu memberikan stimulus untuk dapat lepas dari belenggu kemiskinan.
4.      Program Jaminan Kesehatan
Program Jaminan Sosial bidang kesehatan yang ada baik dari pemerintah Pusat berupa Jamkesmas, Pemerintah Propinsi berupa Program Jamkesos dan Pemerintah Kabupaten berupa Program Jamkesda mampu menjangkau seluruh Miskin baik yang masuk kategori Pra Sejahtera, dan Keluarga Sejahtera I di wilayah RW 38. Tujuan program ini adalah memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi warga miskin, sehingga jangan sampai keluarga miskin yang sakit makin menderita akibat biaya pelayanan kesehatan yang ada.


5.      Kelompok Usaha Bersama (KUBE)
Bantuan usaha ini diberikan dalam bentuk bantuan hewan Ternak Sapi yang diberikan kepada 2 Kelompok Usaha. Pengelolaan dilaksanakan secara berkelompok dengan dengan adanya Kandang Kelompok, pembagian tugas dan hasil dimusyawarahkan berdasarkan keterlibatan masing-masing anggota dalam kelompok.
6.      Pelayanan Sosial lainnya
Pelayanan Sosial bagi masyarakat dalam berbagai bidang dilaksanakan oleh berbagai kelembagaan lokal yang ada di wilayah Pedukuhan Sebokarang maupun Desa Wates. Sebagai contoh kegiatan posyandu yang dilaksanakan setiap minggu pertama setiap bulannya dengan kegiatan penimbangan balita, serta kegiatan pemberian gizi/makanan tambahan yang dilakukan oleh para kader Posyandu setiap sebulan sekali bertempat di Rumah Dukuh Sebokarang. Dalam kegiatan ini sesekali juga diberikan penyuluhan oleh para kader dan petugas medis dari Dinas Kesehatan/Puskesmas tentang Pola-pola hidup sehat.
Pelayanan Sosial yang lain misalnya dalam bidang keagamaan adanya Majelis Taklim baik untuk Ibu-ibu maupun Bapak-bapak yang biasanya dilaksanakan pada malam hari. Dalam kegiatan ini biasanya diselingi dengan kegiatan arisan, pengumpulan dana sosial, zakat yang peruntukannya digunakan oleh kelompok itu sendiri, yaitu membantu anggota yang mengalami berbagai permaslahan seperti sakit, meninggal dunia, atau terkena musibah yang lain.
Kegiatan ini sangat bermanfaat bagi masyarakat untuk mempererat jalinan sosial antar warga.
Pelayanan sosial di dalam bidang keamanan lingkungan yakni dengan keberadaan satu unit poskamling di RW 38 yang jadwal rondanya diatur bergiliran sedemikian rupa sehingga tiap Kepala Keluarga di wilayah RW masing-masing merasakan dan mendapatkan jatah ronda. Dalam kegiatan ini setiap malamnya masing-masing petugas ronda harus berkeliling dari rumah ke rumah untuk mengadakan ”jimpitan” yaitu kegiatan pengumpulan beras, dimana setelah terkumpul kemudian digunakan untuk kepentingan bersama.


III. PROFIL RUMAH TANGGA MISKIN
A.  Tukang Becak, Riwayatmu Kini..!
Gambar : Mas Puji dan Becaknya
Mas Puji warga RT. 84 RW 38 Dusun Sebokaran Kecamatan Wates adalah salah satu dari puluhan tukang becak yang sehari-hari mangkal di Pasar Wates. Dini hari sekitar pukul 04.30 dia sudah harus mengayuh becaknya menuju Pasar Wates untuk mengantar pedagang sayur pasar pagi yang menjadi langganannya. Jaraknya tidak begitu jauh dari rumahnya, hanya sekitar 700 meter. Aktivitas di Pasar Pagi Wates sudah dimulai sekitar Pukul 04.00 WIB, dimana   para pedagang sayuran dari beberapa penjuru sudah
berkumpul dan memajang dagangannya Mas Puji pun dengan telaten membantu pedagang langgananya untuk mengumpulkan dan menata sayuran di becaknya, kemudian membawanya ke Kios untuk diecerkan pada warga. Sekitar Pukul 06.30 Mas Puji kemudian mengayuh Becaknya untuk mengantar langganan anak sekolah, dan kemudian menjemput ketika anak itu sudah pulang. Pagi-siang-sore Mas Puji tidak mengenal lelah mengayuh becaknya demi lembaran uang ribuan yang diterimanya.
Begitulah gambaran kegiatan Mas Puji pada setiap harinya. Sebagai seorang kepala keluarga ia bertanggung jawab untuk menafkahi istri dan anak semata wayangnya yang tahun ini akan masuk SMP. Pengahsilannya tidak menentu, kadang kalau hujan terus tidak ada penghasilan sama sekali, namun kalau pas ramai juga lumayan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Kalau dirata-rata penghasilan sebulan sekitar Rp. 300.000,- s/d Rp. 400.000,-.  Tentu dengan jumlah uang tersebut hanya cukup untuk makan minum sehari-hari, dan itupun sederhana sekali. Belum lagi kenaikan harga Sembako yang tak pernah turun lagi, membuat keluarga Mas Puji harus banting tulang setiap hari. Istri Mas Puji juga berusaha membantu mencari tambahan penghasilan dengan menjadi buruh cuci di sekitar rumahnya. Dalam sebulan rata-rata mendapatkan tambahan penghasilan Rp. 150.000,- dari hasil mencuci tersebut.
Berikut adalah genogram yang menggambarkan silsilah dan hubungan keluarga Mas Muji :

 



Nikah 1959
 
Nikah 1961
 






Nikah 1996
 
                                                                                                             
 





Gambar 1.1 : Genogram Keluarga Mas Puji

Meskipun termasuk keluarga miskin, keluarga Mas Puji memiliki hubungan yang baik dengan masyarakat sekitarnya. Dari hubungan baik tersebut maka banyak warga sekitar menjadi simpati dan berusaha membantu keluarganya baik berupa bantuan material, maupun lainnya termasuk pekerjaan-pekerjaan serabutan yang bisa menambah penghasilan.
Program pelayanan sosial yang diterima keluarga ini yaitu Beras Miskin (Raskin), PKH, Jamkesmas serta di sekolah anaknya mendapatkan program BOS, sehingga biaya sekolah menjadi gratis. Dalam kegiatan kemasyarakatan baik ronda, arisan, majelis taklim, dan kelompok PKK keluarga ini juga tergolong aktif. Berikut adalah bagan Ecomap Keluarga mas Muji yang menggambarkan hubungan keluarga ini dalam lingkungan sosialnya. 



 










15 th menikah
 
                                                                             
                                                              
R 12
 
Oval: Teman sejawat
 










Gambar 1.2 : Ecomap Keluarga Mas Puji

Keterangan  :
                              :  Mudah diakses
                              :  Bisa diakses
                              : Akses insidental

Dalam hal kepemilikan asset, keluarga Puji tinggal di rumah semi permanen dengan lantai yang masih dari tanah dengan ukuran 6x8 m2, perabot rumah tanggapun cukup sederhana dan terbatas. TV berwarna 14’ sudah sering rusak, becak tua, almari pakaian dari kayu, kompor gas pembagian pemerintah, serta yang lain. Walau hidup sederhana namun keluarga ini mampu menikmatinya dengan bersahaja.

B.   Mbak Yati (Pedagang Sayur)
Tanggal 13 Maret 2005 yang lalu merupakan saat menyedihkan bagi Keluarga Mbak Yati (Nama Panggilan), dimana saat itu suaminya meninggal karena kecelakaan lalu lintas. Kini ia hidup dengan dua anak perempuannya yang masih kecil-kecil. Anak sulung berumur 14 tahun dan masih duduk di bangku kelas 2 sebuah SMP Negeri di Wates, sedang adiknya berumur 10 tahun dan masih duduk di Kelas 4 Sekolah Dasar. Mbak Yati tinggal di RT. 85 RW.38 Dusun Sebokarang Desa Wates, di sebuah rumah yang cukup sederhana. Semenjak suaminya meninggal rumah belum pernah direnovasi, sehingga terjadi kerusakan disana-sini.
Sebagai seorang Janda tanpa penghasilan yang tetap, harus menghidupi keluarga, menyekolahkan anak, biaya sosial yang cukup tinggi tentu merupakan hal yang cukup berat baginya. Beruntung pemerintah memberikan bantuan dalam bentuk BLT, yang walaupun jumlahnya Cuma Rp. 100.000, - per bulan namun hal itu dirasakan cukup membantu Mbak Yati dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari, terutama untuk uang saku anak-anaknya sekolah. Meskipun Sekolah SD dan SMP sudah gratis dengan adanya Program BOS, namun perlu biaya untuk transportasi dan uang saku yang rutin harus keluar tiap pagi.
Gambar : Mbak Yati menunggu pembeli yang datang

Untuk usaha dagangnya Mbak Yati memanfaatkan pinjaman dari Kelompok Arisan di kelompok PKK yang diikutinya, dengan bunga yang ringan dibanding rentenir pasar hal ini cukup membantunya untuk membeli barang dagangan yang akan dijualnya kembali di Pasar Pagi Wates dan Pasar Teteg. Beralaskan Karpet Lusuh sayuran digelar di pinggir jalanan agar para pembeli lebih bebas untuk memilihnya. Barang dagangan biasanya ia langsung membeli dari petani di sekitar Wates atau dari para pengepul di Pasar. Pisang, Kacang Panjang, Bayam, Singkong, dan sayuran lainnya merupakan dagangan yang biasanya ia jual. Keuntungan yang diperoleh juga tidak seberapa karena modalnya juga terbatas, kadang 10 hingga 20 ribu sehari. Sayuran yang tidak laku di Pasar kemudian dijual di rumahnya kepada para tetangga sekitar.
Keluarga terdekat dan tetangga cukup peduli dengan kehidupannya. Berikut adalah Genogram yang menunjukkan hubungan silsilah keluarganya :



 


Nikah 1958
 
Nikah 1948
 












Gambar 1.1 : Genogram Keluarga Mbak Yati





 





















Gambar 1.2 : Ecomap Keluarga Mas Puji

Keterangan  :
                              :  Mudah diakses
                              :  Bisa diakses
                              : Akses insidental








IV.  ANALISA BERDASARKAN PERPEKTIF TEORI KEMISKINAN

Kemiskinan disebabkan banyak faktor. Jarang ditemukan kemiskinan yang hanya disebabkan oleh faktor tunggal. Seseorang atau keluarga miskin bisa disebabkan oleh bebrapa faktor yang saling terkait satu sama lain, seperti mengalami kecacatan, memiliki pendidikan rendah, tidak memiliki modal dan keterampilan untuk berusaha, tidak tersedianya kesempatan kerja, terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), tidak adanya jaminan sosial (pensiun, kesehatan, kematian) atau hidup di lokasi terpencil dengan sumber daya alam dan infrastruktur yang terbatas ( Suharto, 2009).
Berdasarkan hasil Studi Smeru (Suharto, 2009), menunjukan sembilan kriteria yang menandai kemiskinan, yaitu :
  1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar ( sandang, pangan, papan)
  2. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental
  3. Ketidakmampuan atau ketidakberuntungan sosial ( anak terlantar, wanita korban tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil )
  4. Rendahnya kualitas sumber daya manusia ( buta huruf, rendahnya pendidikan dan keterampilan, sakit-sakitan) dan keterbatasan sumber alam ( tanah tidak subur, lokasi terpencil, ketiadaan infrastruktur jalan, listrik, air )
  5. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual ( rendahnya pendapatan dan aset) maupun massal ( rendahnya modal sosial, ketiadaan fasilitas umum )
  6. Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang memadai dan berkesinambungan.
  7. Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya ( kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih, dan transportasi )
  8. Ketiadaan jaminan masa depan ( karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga atau tidak adanya perlindungan sosial dari negara dan masyarakat)
  9. Ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat.

Sedangkan menurut Malasis (1975), penyebab kemiskinan dapat digambarkan dalam sebuah lingkaran kemiskinan sebagai berikut :

Gambar : Lingkaran Kemiskinan (Malassis, 1975)

Dari kedua contoh profil kasus kemiskinan di atas (keluarga Mas Puji dan Mbak Yati) dapat diambil beberapa kesimpulan tentang beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya kemiskinan :
1.            Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar, seperti sandang, pangan, papan. Hal ini terlihat dari kondisi rumah yang sangat sederhana, asupan gizi keluarga yang kurang, serta kemampuan membeli pakaian yang terbatas.
2.            Ketidakmampuan atau ketidakberuntungan sosial, seperti kondisi mbak Yati yang Janda akibat ditinggal mati oleh suaminya.
3.            Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual yakni akibat rendahnya pendapatan dan kepemilikan aset. Naiknya harga kebutuhan pokok sering menjadi pemicu utama terjadinya permasalahan, karena tidak diimbangi kenaikan pendapatan keluarga.
4.            Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang memadai dan berkesinambungan. Penyebabnya rendahnya skill, pendidikan, modal, serta kurangnya jaringan sosial.
5.            Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih, dan transportasi). Meskipun sudah ada Jamkesmas, BOS, PKH dan Program bantuan lainnya, namun pemenuhan kebuthan dasar lainnya masih sangat terbatas.
6.            Ketiadaan jaminan masa depan yaitu seperti rendahnya saving dan investasi pendidikan bagi anak-anak karena biaya pendidikan yang semakin tinggi. BOS hanya berlaku untuk SD dan SMP, sedangkan untuk meneruskan pendidikan ke jenjang SLTA biayanya sudah cukup besar.

Solusi mengatasi masalah kemiskinan juga harus komprehensif dan berkesinambungan. Penanggulangan Kemiskinan (Penduduk Desa) menurut Rahasan dan Kamaruddin (1993: 5 – 7) :
1.      Program penanggulangan kemiskinan haruslah program yang dilandaskan pada kegiatan peningkatan kemampuan untuk menghasilkan income bagi kegiatan tersebut.
2.      Diterapkannya secara utuh prinsip pembinaan dengan pendekatan kelompok, kemitraan, keluarga serta berprinsip pada keserasian dan keswadayaan, belajar sambil bekerja dan kepemimpinan dari masyarakat itu sendiri.
3.      Dirancangkannya pola pelatihan bagi petugas pembina yang mampu meningkatkan antusiasisme, dedikasi dan kemampuan para petugas pembina dalam menggali dan mengembangkan aspirasi keluarga miskin,
4.      Diterapkannya pola kredit yang memdidik dan disiplin bagi masyarakat miskin sehingga pada akhirnya mempunyai kredibilitas untuk berhubungan dengan Bank secara norma.
5.      Diterapkannya cara kerja yg terbuka diantara petugas pembina, sehingga memacu kreativitas dan produktivitas kerja.
6.      Dilaksanakannya latihan kepemimpinan perencanaan partisipatif sehingga tumbuh kesatuan kepemimpinan dan perencanaan dalam penanggulangan kemiskinan.
7.      Digunakannya berbagai kredit untuk berbagai macam usaha memiliki peluang pasar terbesar.
8.      Digunakannya prinsip pendekatan kelompok, keluarga, keserasian, kepemimpinan dari kelompok, kemitraan, swadaya, dan belajar sambil bekerja.
.











 LAPORAN KEGIATAN OBSERVASI
KELUARGA MISKIN DI DESA WATES
KECAMATAN WATES KABUPATEN KULON PROGO
DOSEN DR BAMBANG RUSTANTO
OLEH Saryono
 

I.   PROFIL DESA WATES
A.    Kondisi Geografis
Desa Wates merupakan salah satu wilayah dari Kecamatan Wates Kabupaten Kulon Progo Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang merupakan wilayah Ibukota Kabupaten. Luas wilayah desa sebesar 428,24 Ha, dengan rincian luas desa  menurut penggunaan lahan :
­   Tanah Sawah ( Wetland) : 93,30 Ha
­   Tanah Kering (Dryland) :54,21 Ha
­   Bangunan (Building) : 222,12 Ha
­   Lainnya (Others) : 58,61 Ha
­   Jumlah Total : 428,24 Ha
Dalam menjalankan kegiatan pemerintahan, Desa Wates dibagi dalam 16 (lima belas) Dusun, 38 (tiga puluh delapan) RW dan 86 (delapan puluh enam) RT.  Secara administratif Desa Wates dibatasi oleh :
­   Bagian Selatan     : Desa Giripeni Kecamatan Wates
­   Bagian Utara        : Desa Pengasih Kecamatan Pengasih
­   Bagian Timur       : Desa Margosari Kecamatan Pengasih
­   Bagian Barat         : Desa Triharjo Kecamatan Wates

B.    Kependudukan (Demografis)
Desa Wates memiliki jumlah penduduk  jiwa pada akhir Tahun 2009 adalah : 15.987 jiwa terdiri dari 7.923 jiwa laki-laki dan 8.064 jiwa perempuan.  Jumlah kepala keluarga di Klurahan Cigadung saat ini mencapai sekitar  3.560 KK dengan rincian 2.656 KK laki-laki dan 904 KK Perempuan.  Dari data tersebut dapat jumlah anggota keluarga dalam masing-masing KK adalah rata-rata 4 (empat) orang. Hal ini menunjukkan kondisi yang cukup ideal. Berdasarkan data kependudukan dari Desa Wates pada tahun 2009 yang dilihat dari segi kepadatan penduduk, populasinya akan terus bertambah dari waktu ke waktu.
Tabel : 1.1
Banyaknya Jumlah Penduduk
Menurut Golongan Usia dan Jenis Kelamin
di Desa Wates Tahun 2009

No
Uraian
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1.
0     -  1  tahun
95
102
197
2.
1     -  4  tahun
457
452
909
3.
5     -  6  tahun
635
612
1247
4.
7     -  12 tahun
594
580
1174
5.
13   -  15 tahun
344
342
686
6.
16   -  18 tahun
288
291
579
7.
19   -  25 tahun
776
778
1554
8.
26   -  35 tahun
512
532
1044
9.
36   -  45 tahun
1659
1711
3370
10.
46   -  50 tahun
1571
1579
3150
11.
51   -  61 tahun
563
630
1193
12.
61­   -  75 tahun
260
281
541
13.
Lebih dari 75 tahun
169
174
343

Jumlah
7.923
8.064
15.987
                        Sumber Data : Buku Profil Desa Wates Tahun 2009

Berdasarkan data di atas nampak bahwa komposisi penduduk Desa Wates tertinggi adalah usia 36-45 tahun sebanyak 3.370 orang atau sekitar 21% dari keseluruhan jumlah penduduk. Sedangkan jumlah usia 46-50 tahun menempati peringkat kedua sebanyak 3.150 orang atau 16 %, hal ini menunjukkan bahwa komposisi penduduk dengan usia produktif paling tinggi di wilayah Desa Wates. Prosentase penduduk usia anak-anak sekitar 2%, sedangkan usia sekolah sekitar 1,5%. Komposisi seperti ini kemungkinan disebabkan oleh keberhasilan program Kelurga berencana yang ada di wilayah Desa Wates, dimana pertumbuhan dan komposisi penduduk usia anak-anak bisa dibatasi.
Pertumbuhan jumlah penduduk yang dipengaruhi oleh kelahiran dan kematian serta datang-pergi dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel : 1.2
Banyaknya Pertumbuhan Penduduk
Menurut Jenis Kelamin di Desa Wates Tahun 2009

No
Uraian
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1.
Lahir (Birth)
117
124
241
2.
Datang (Inmigration)
144
187
331
3.
Pergi (Outmigration)
144
184
328
4.
Mati (Death)
62
51
113
                        Sumber Data : Kecamatan Wates Dalam Angka 2009

Banyaknya penduduk menurut kegiatan sektor utama yang ada di wilayah Desa Wates yaitu :
­   Pertanian                                : 344 orang
­   Industri                                   : 388 orang
­   Bangunan/ Konstruksi          : 292 orang
­   Perdagangan                          : 1.172 orang
­   Angkutan                               : 161 orang
­   Lembaga Keuangan               : 35 orang
­   Jasa Lainnya                           : 1.162 orang

Dari data di atas dapat dilihat bahwa sektor utama mata pencaharian penduduk di wilayah Desa Wates adalah di sektor perdagangan dan jasa. Hal ini dipengaruhi wilayah Desa Wates yang merupakan Ibukota Kabupaten, sehingga banyak aktivitas perdagangan dan jasa yang dilakukan oleh penduduknya. Lahan pertanian yang tersedia hanya sebatas di pinggiran desa, sedangkan sebagian besar wilayah merupakan daerah perkantoran dan sentra perdagangan.
Selanjutnya berdasarkan tingkatan kesejahteraan keluarga dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Tabel : 1.3
Banyaknya Kepala Keluarga
Menurut Tahapan Keluarga di Desa Wates Tahun 2009

No
Uraian
Jumlah
Prosentase (%)
1.
Pra Keluarga Sejahtera
538
15,04
2.
Keluarga Sejahtera I
806
22,54
3.
Keluarga Sejahtera II
327
9,14
4.
Keluarga Sejahtera III
1.770
49,72
5.
Keluarga Sejahtera III+
240
6,74
                        Sumber Data : Kecamatan Wates Dalam Angka 2009

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar Kepala Keluarga di Desa Wates masuk dalam kategori Keluarga Sejahtera. Namum juga perlu diperhatikan, karena ada 538 Kepala Keluarga atau 15,04% yang masih berada dalam kondisi Pra Keluarga Sejahtera. Kondisi inilah yang memacu berbagai pihak (stake holder) untuk terus berusaha menuntaskan kondisi masyarakat yang belum masuk kriteria sejahtera. Selain itu juga masih banyaknya kondisi keluarga yang berada di tingkatan KS I, dimana kondisi ini belum dianggap stabil untuk bebas dari kemiskinan.
Sarana dan Prasarana pendidikan yang tersedia juga cukup memadahi, yaitu meliputi :
­   Sekolah Dasar (SD)                : 14 unit
­   SLTP                                      : 5 unit
­   SLTA                                      : 8 unit
­   Akademi / PT                        : 1 unit
Berdasarkan tingkat pendidikan, masyarakat Desa Wates juga sudah tergolong cukup baik, yaitu dengan banyaknya penduduk yang sudah memiliki dasar pendidikan minimal tingkat SLTP. Prosentase terbesar penduduk sudah tamat pendidikan SLTA yaitu dengan jumlah 4.480 orang, hal ini tidak lepas dari aksesibilitas masyarakat terhadap berbagai fasilitas pendidikan yang tersedia cukup memadahi di wilayah Desa Wates. Berikut adalah data penduduk berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2009 :

Tabel : 1.4
Banyaknya Jumlah Penduduk
Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin
di Desa Wates Tahun 2009

No
Tamat Pendidikan
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1.
SD / Sederajat
21
39
60
2.
SLTP
1100
1135
2235
3.
SLTA
2410
2070
4480
4.
AKADEMI
425
466
891
5.
PT
778
772
1550

Jumlah
4734
4482
9216
                        Sumber Data : Buku Profil Desa Wates Tahun 2009

C.      Sosial Budaya (Social and Culture)
Sebagai Desa yang berada di wilayah Perkotaan, banyak permasalahan Sosial dan budaya yang terjadi di wilayah Kecamatan Wates. Berikut adalah data kondisi sosial budaya yang ada :

Tabel : 1.5
Banyaknya Penyandang Cacat
Menurut Jenis Kelamin di Desa Wates Tahun 2009

No
Agama
JUMLAH
%
1
Islam
14.842
92,84%
2
Kristen
557
3,48%
3
Khatolik
566
3,54%
4
Hindu
4
0,025%
5
Budha
18
1,13%

Jumlah
15.987
100 %
                        Sumber Data : Diolah dari Kecamatan Wates Dalam Angka 2009

Tabel : 1.6
Banyaknya Penyandang Cacat
Menurut Jenis Kelamin di Desa Wates Tahun 2009

No
Uraian
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1.
Cacat Tubuh
6
4
10
2.
Tuna Netra
2
3
5
3.
Bisu Tuli
4
3
7
4.
Cacat Ganda
2
-
2
5.
Cacat Mental
17
24
41
6.
Sakit Kronis
5
3
8
7.
Gangguan Jiwa
8
7
15
                        Sumber Data : Diolah dari Kecamatan Wates Dalam Angka 2009

Kejadian kriminalitas yang terjadi juga cukup meresahkan masyarakat, namun dengan keterlibatan berbagai pihak baik masyarakat sendiri, aparat kepolisian maupun yang lain berbagai permasalahan tersebut dapat diatasi termasuk kerugian baik material maupun non material dapat diminimalisir. Berikut adalah data yang terekap dan dilaporkan ke Kepolisian Sektor Wates :

Tabel : 1.7
Banyaknya Peristiwa Kriminal di Desa Wates
Menurut Jenisnya yang dilaporkan ke Polsek Wates Tahun 2009

No
Uraian
Jumlah Kejadian
Kerugian (Rp.000)
1.
Pencurian
3
175.000
2.
Penganiayaan
1
10.000
3.
Penipuan
1
100.000
4.
Penggelapan
1
50.000
                        Sumber Data : Diolah dari Kecamatan Wates Dalam Angka 2009

Dalam bidang pelayanan kesehatan masyarakat berbagai fasilitas dan sarana prasarana juga cukup mendukung. Masyarakat dapat dengan mudah mengakses berbagai fasilitas dan layanan bidang kesehatan, karena jarak tempuh yang tidak terlalu jauh yakni maksimal 2 km dari rumah warga. Berikut adalah data fasilitas kesehatan yang ada di wilayah Desa Wates :
­   Poliklinik                          :  1 unit
­   Puskesmas Pembantu      :  1 unit
­   Rumah Sakit Swasta         :  4 unit
­   Dokter Praktek                :  17 unit
­   Sub PPKBD                      :  86 unit

Selanjutnya banyaknya Balita menurut status gizi yang ada di wilayah Desa Wates sebagai berikut :
­   Gizi Baik                           :  671 balita
­   Gizi Kurang                      : 91 balita
­   Gizi Buruk                        :  1 balita


D.     Sarana  Ekonomi

Sebagai Desa yang berada di wilayah Perkotaan, kehidupan ekonomi yang didukung oleh sektor perdagangan dan jasa mobilitasnya cukup tinggi. Sarana dan prasarana perekonomian tersedia cukup lengkap. Sarana transportasi yang tersedia meliputi :
­   Truk                                  :  15 unit
­   Bus Umum                        :  16 unit
­   Colt                                   :  16 unit
­   Mobil Pribadi                   :  130 unit
­   Sepeda Motor                   :  1.119 unit
­   Lainnya                             :  20 unit
Selain itu sarana transportasi tidak bermotor seperti Dokar, sepeda onthel, Becak masih tersedia cukup banyak dan dijadikan alternatif sarana transportasi yang murah meriah bagi masyarakat. Sarana yang lain seperti pasar, kios, toko, bank, lembaga keuangan tersedia cukup memadahi, yaitu :
­   Pasar                                 :  3 unit
­   Toko                                 : 59 unit
­   Kios                                   :  226 unit
­   Warung                            :  130 unit
­   Bank                                  :  8 unit
Anggaran yang tersedia untuk pelaksanaan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan tahun 2009 juga cukup memadahi yaitu Rp.1.082.135.647,00.

D.  Program-program Pelayanan Sosial
Program-program pelayanan dan penanganan berbagai permasalahan kesejahteraan cukup beragam baik yang merupakan program pemerintah pusat, propinsi, kabupaten, desa maupun atas inisiatif warga sendiri. Sebagaimana di daerah-daerah lain, program yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat seperti Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang sasarannya penduduk miskin, Program Biaya Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa SD dan SMP, Bantuan Langsung Tunai (BLT), Beras Miskin (Raskin), Program Keluarga Harapan (PKH), PNPM Mandiri, dan lainnya.
Pemerintah Propinsi dalam bidang kesehatan juga mengalokasikan anggaran yang cukup besar dalam Program Jaminan Kesehatan Sosial (Jamkesos), sedangkan dari Pemerintah Kabupaten adanya Program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Selain itu pemerintah Kabupaten juga mengalokasikan bantuan sosial untuk penyandang cacat, Organisasi Sosial, Majelis Taklim, Kelompok-kelompok Usaha, Kaum Rois, dan Rumah Tangga Miskin.  
Kelembagaan lokal merupakan Potensi dan Sumber  Kesejahteraan Sosial (PSKS) yang cukup berperan dalam peningkatan taraf kehidupan masyarakat. Kelembagaan dan organisasi di Desa Wates tergolong kepada kelembagaan dan organisasi formal dan non formal. Lembaga formal adalah lembaga yang dibentuk oleh pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat disekitarnya secara administratif maupun secara fungsional sesuai dengan tugas pokok dan fungsi lembaganya. Sebagai contoh dalam bidang perekonomian Pemerintah Kabupaten membentuk Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang diberi nama LKM Binangun. Lembaga ini mendapatkan hibah dana dari Pemerintah Kabupaten yang cukup besar untuk dikelola oleh masing-masing desa dalam upaya pengembangan usaha-usaha ekomoni mikro dengan sistem kredit bunga murah, tanpa agunan, dan mudah diakses oleh masyarakat.
Dalam bidang sosial keberadaan kelompok-kelompok PKK baik di tingkat desa dan dusun juga memeberikan sumbangan besar bagi kehidupan bermasyarakat. Sedangkan lembaga non formal  adal lembaga atau organisasi yang dibentuk oleh inisiatif warga masyarakat.  Sebagaimana diketahui bahwa kelembagaan dapat berbentuk organisasi ataupun nilai, aturan dan kesepakatan yang berlaku dan dipatuhi oleh masyarakat. Sebagai contoh adalah kelompok-kelompok arisan warga dan majelis taklim, dimana kepedulian terhadap anggota kelompoknya cukup tinggi seperti dengan adanya dana sosial yang digunakan untuk membantu anggota kelompok yang terkena musibah.


II.    PROFIL RUKUN WARGA
Wilayah paling Selatan dari Desa Wates adalah RW 38, yang merupakan bagian dari Pedukuhan Sebokarang Desa Wates. Wilayah ini berpenduduk 374 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga 83 KK, dan terbagi dalam 3 (tiga) Rukun Tetangga yaitu RT 84, RT 85 dan RT 86. Penduduk sebagian besar merupakan petani, karena di wilayah ini masih tersedia cukup lahan untuk bertani. Ikatan sosial warga cukup erat, dengan adanya berbagai kelembagaan non formal yang berkembang seperti kegiatan majelis taklim dan arisan. Dalam kelompok ini mereka saling berinteraksi, bertukar pikiran dan pengalaman serta berbagi rasa satu dengan yang lain, sehingga jalinan kekeluargaan antar warga cukup erat. Ketua RW yaitu S (inisial) merupakan tokoh masyarakat yang disegani dan menjadi panutan warga RW 38. Ketua RW dipilih oleh masyarakat dalam sebuah musyawarah warga.
RW 38 merupakan wialyah dengan potensi kemiskinan cukup tinggi di wilayah Desa Wates, yaitu dari seluruh Keluarga Pra Sejahtera di Desa Wates yang berjumlah  538 KK, 23 KK merupakan keluarga di RW 38. Hal ini mungkin disebabkan karakteristik penduduk yang sebagian besar merupakan petani buruh, pekerja serabutan serta wilayah yang berada di pinggiran. Berbagai program layanan sosial yang dilaksanakan pemerintah di wilayah RW 38 antara lain :
1.      Beras Miskin (Raskin)
Raskin merupakan pelayanan sosial yang merupakan program pemerintah pusat yang terdapat di wilayah RW 38. Terdapat 13 (tiga belas) Rumah Tangga Miskin yang terdaftar sebagai penerima bantuan beras miskin dengan rincian di RT 85 sebanyak 7 (tujuh) Rumah Tangga Miskin, di RT 85 sebanyak 4 (empat) Rumah Tangga Miskin dan RT 86 sebanyak 2 (dua) Rumah Tangga Miskin.
2.      Bantuan Langsung Tunai (BLT)
Tahun 2009 penerima BLT di RW 38 jumlahnya sama dengan Rumah Tangga Miskin Penerima Beras Miskin yakni sebanyak 13 (tiga belas) KK. Sebagian besar penerima merupakan penduduk yang tidak mempunyai pekerjaan tetap, bekerja sebagai buruh serabutan tukang becak, penjual sayur keliling, janda, serta keluarga lansia. Tidak semua Keluarga yang masuk dalam kategori Pra Sejahtera mendapatkan BLT, maupun Raskin, hal ini disebabkan keterbatasan kuota yang ada, sehingga atas permusyawaratan warga, hanya yang betul-betul miskin (miskin absolut) yang diberi jatah bantuan tersebut.
3.      Program Keluarga Harapan ( PKH)
Penerima Program PKH di RW 38 sebanyak 7 Kepala Keluarga, yakni keluarga yang masih menangung biaya pendidikan sekolah, keluarga muda yang baru memiliki anak yang ke depan diharapkan bantuan ini mampu memberikan stimulus untuk dapat lepas dari belenggu kemiskinan.
4.      Program Jaminan Kesehatan
Program Jaminan Sosial bidang kesehatan yang ada baik dari pemerintah Pusat berupa Jamkesmas, Pemerintah Propinsi berupa Program Jamkesos dan Pemerintah Kabupaten berupa Program Jamkesda mampu menjangkau seluruh Miskin baik yang masuk kategori Pra Sejahtera, dan Keluarga Sejahtera I di wilayah RW 38. Tujuan program ini adalah memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi warga miskin, sehingga jangan sampai keluarga miskin yang sakit makin menderita akibat biaya pelayanan kesehatan yang ada.


5.      Kelompok Usaha Bersama (KUBE)
Bantuan usaha ini diberikan dalam bentuk bantuan hewan Ternak Sapi yang diberikan kepada 2 Kelompok Usaha. Pengelolaan dilaksanakan secara berkelompok dengan dengan adanya Kandang Kelompok, pembagian tugas dan hasil dimusyawarahkan berdasarkan keterlibatan masing-masing anggota dalam kelompok.
6.      Pelayanan Sosial lainnya
Pelayanan Sosial bagi masyarakat dalam berbagai bidang dilaksanakan oleh berbagai kelembagaan lokal yang ada di wilayah Pedukuhan Sebokarang maupun Desa Wates. Sebagai contoh kegiatan posyandu yang dilaksanakan setiap minggu pertama setiap bulannya dengan kegiatan penimbangan balita, serta kegiatan pemberian gizi/makanan tambahan yang dilakukan oleh para kader Posyandu setiap sebulan sekali bertempat di Rumah Dukuh Sebokarang. Dalam kegiatan ini sesekali juga diberikan penyuluhan oleh para kader dan petugas medis dari Dinas Kesehatan/Puskesmas tentang Pola-pola hidup sehat.
Pelayanan Sosial yang lain misalnya dalam bidang keagamaan adanya Majelis Taklim baik untuk Ibu-ibu maupun Bapak-bapak yang biasanya dilaksanakan pada malam hari. Dalam kegiatan ini biasanya diselingi dengan kegiatan arisan, pengumpulan dana sosial, zakat yang peruntukannya digunakan oleh kelompok itu sendiri, yaitu membantu anggota yang mengalami berbagai permaslahan seperti sakit, meninggal dunia, atau terkena musibah yang lain.
Kegiatan ini sangat bermanfaat bagi masyarakat untuk mempererat jalinan sosial antar warga.
Pelayanan sosial di dalam bidang keamanan lingkungan yakni dengan keberadaan satu unit poskamling di RW 38 yang jadwal rondanya diatur bergiliran sedemikian rupa sehingga tiap Kepala Keluarga di wilayah RW masing-masing merasakan dan mendapatkan jatah ronda. Dalam kegiatan ini setiap malamnya masing-masing petugas ronda harus berkeliling dari rumah ke rumah untuk mengadakan ”jimpitan” yaitu kegiatan pengumpulan beras, dimana setelah terkumpul kemudian digunakan untuk kepentingan bersama.


III. PROFIL RUMAH TANGGA MISKIN
A.  Tukang Becak, Riwayatmu Kini..!
Gambar : Mas Puji dan Becaknya
Mas Puji warga RT. 84 RW 38 Dusun Sebokaran Kecamatan Wates adalah salah satu dari puluhan tukang becak yang sehari-hari mangkal di Pasar Wates. Dini hari sekitar pukul 04.30 dia sudah harus mengayuh becaknya menuju Pasar Wates untuk mengantar pedagang sayur pasar pagi yang menjadi langganannya. Jaraknya tidak begitu jauh dari rumahnya, hanya sekitar 700 meter. Aktivitas di Pasar Pagi Wates sudah dimulai sekitar Pukul 04.00 WIB, dimana   para pedagang sayuran dari beberapa penjuru sudah
berkumpul dan memajang dagangannya Mas Puji pun dengan telaten membantu pedagang langgananya untuk mengumpulkan dan menata sayuran di becaknya, kemudian membawanya ke Kios untuk diecerkan pada warga. Sekitar Pukul 06.30 Mas Puji kemudian mengayuh Becaknya untuk mengantar langganan anak sekolah, dan kemudian menjemput ketika anak itu sudah pulang. Pagi-siang-sore Mas Puji tidak mengenal lelah mengayuh becaknya demi lembaran uang ribuan yang diterimanya.
Begitulah gambaran kegiatan Mas Puji pada setiap harinya. Sebagai seorang kepala keluarga ia bertanggung jawab untuk menafkahi istri dan anak semata wayangnya yang tahun ini akan masuk SMP. Pengahsilannya tidak menentu, kadang kalau hujan terus tidak ada penghasilan sama sekali, namun kalau pas ramai juga lumayan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Kalau dirata-rata penghasilan sebulan sekitar Rp. 300.000,- s/d Rp. 400.000,-.  Tentu dengan jumlah uang tersebut hanya cukup untuk makan minum sehari-hari, dan itupun sederhana sekali. Belum lagi kenaikan harga Sembako yang tak pernah turun lagi, membuat keluarga Mas Puji harus banting tulang setiap hari. Istri Mas Puji juga berusaha membantu mencari tambahan penghasilan dengan menjadi buruh cuci di sekitar rumahnya. Dalam sebulan rata-rata mendapatkan tambahan penghasilan Rp. 150.000,- dari hasil mencuci tersebut.
Berikut adalah genogram yang menggambarkan silsilah dan hubungan keluarga Mas Muji :

 


Nikah 1959
 
Nikah 1961
 




Nikah 1996
 
                                                                                                             
 




Gambar 1.1 : Genogram Keluarga Mas Puji

Meskipun termasuk keluarga miskin, keluarga Mas Puji memiliki hubungan yang baik dengan masyarakat sekitarnya. Dari hubungan baik tersebut maka banyak warga sekitar menjadi simpati dan berusaha membantu keluarganya baik berupa bantuan material, maupun lainnya termasuk pekerjaan-pekerjaan serabutan yang bisa menambah penghasilan.
Program pelayanan sosial yang diterima keluarga ini yaitu Beras Miskin (Raskin), PKH, Jamkesmas serta di sekolah anaknya mendapatkan program BOS, sehingga biaya sekolah menjadi gratis. Dalam kegiatan kemasyarakatan baik ronda, arisan, majelis taklim, dan kelompok PKK keluarga ini juga tergolong aktif. Berikut adalah bagan Ecomap Keluarga mas Muji yang menggambarkan hubungan keluarga ini dalam lingkungan sosialnya. 



 








15 th menikah
 
                                                                             
                                                              
R 12
 
Oval: Teman sejawat
 









Gambar 1.2 : Ecomap Keluarga Mas Puji

Keterangan  :
                              :  Mudah diakses
                              :  Bisa diakses
                              : Akses insidental

Dalam hal kepemilikan asset, keluarga Puji tinggal di rumah semi permanen dengan lantai yang masih dari tanah dengan ukuran 6x8 m2, perabot rumah tanggapun cukup sederhana dan terbatas. TV berwarna 14’ sudah sering rusak, becak tua, almari pakaian dari kayu, kompor gas pembagian pemerintah, serta yang lain. Walau hidup sederhana namun keluarga ini mampu menikmatinya dengan bersahaja.

B.   Mbak Yati (Pedagang Sayur)
Tanggal 13 Maret 2005 yang lalu merupakan saat menyedihkan bagi Keluarga Mbak Yati (Nama Panggilan), dimana saat itu suaminya meninggal karena kecelakaan lalu lintas. Kini ia hidup dengan dua anak perempuannya yang masih kecil-kecil. Anak sulung berumur 14 tahun dan masih duduk di bangku kelas 2 sebuah SMP Negeri di Wates, sedang adiknya berumur 10 tahun dan masih duduk di Kelas 4 Sekolah Dasar. Mbak Yati tinggal di RT. 85 RW.38 Dusun Sebokarang Desa Wates, di sebuah rumah yang cukup sederhana. Semenjak suaminya meninggal rumah belum pernah direnovasi, sehingga terjadi kerusakan disana-sini.
Sebagai seorang Janda tanpa penghasilan yang tetap, harus menghidupi keluarga, menyekolahkan anak, biaya sosial yang cukup tinggi tentu merupakan hal yang cukup berat baginya. Beruntung pemerintah memberikan bantuan dalam bentuk BLT, yang walaupun jumlahnya Cuma Rp. 100.000, - per bulan namun hal itu dirasakan cukup membantu Mbak Yati dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari, terutama untuk uang saku anak-anaknya sekolah. Meskipun Sekolah SD dan SMP sudah gratis dengan adanya Program BOS, namun perlu biaya untuk transportasi dan uang saku yang rutin harus keluar tiap pagi.
Gambar : Mbak Yati menunggu pembeli yang datang

Untuk usaha dagangnya Mbak Yati memanfaatkan pinjaman dari Kelompok Arisan di kelompok PKK yang diikutinya, dengan bunga yang ringan dibanding rentenir pasar hal ini cukup membantunya untuk membeli barang dagangan yang akan dijualnya kembali di Pasar Pagi Wates dan Pasar Teteg. Beralaskan Karpet Lusuh sayuran digelar di pinggir jalanan agar para pembeli lebih bebas untuk memilihnya. Barang dagangan biasanya ia langsung membeli dari petani di sekitar Wates atau dari para pengepul di Pasar. Pisang, Kacang Panjang, Bayam, Singkong, dan sayuran lainnya merupakan dagangan yang biasanya ia jual. Keuntungan yang diperoleh juga tidak seberapa karena modalnya juga terbatas, kadang 10 hingga 20 ribu sehari. Sayuran yang tidak laku di Pasar kemudian dijual di rumahnya kepada para tetangga sekitar.
Keluarga terdekat dan tetangga cukup peduli dengan kehidupannya. Berikut adalah Genogram yang menunjukkan hubungan silsilah keluarganya :



 

Nikah 1958
 
Nikah 1948
 










Gambar 1.1 : Genogram Keluarga Mbak Yati





 



















Gambar 1.2 : Ecomap Keluarga Mas Puji

Keterangan  :
                              :  Mudah diakses
                              :  Bisa diakses
                              : Akses insidental








IV.  ANALISA BERDASARKAN PERPEKTIF TEORI KEMISKINAN

Kemiskinan disebabkan banyak faktor. Jarang ditemukan kemiskinan yang hanya disebabkan oleh faktor tunggal. Seseorang atau keluarga miskin bisa disebabkan oleh bebrapa faktor yang saling terkait satu sama lain, seperti mengalami kecacatan, memiliki pendidikan rendah, tidak memiliki modal dan keterampilan untuk berusaha, tidak tersedianya kesempatan kerja, terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), tidak adanya jaminan sosial (pensiun, kesehatan, kematian) atau hidup di lokasi terpencil dengan sumber daya alam dan infrastruktur yang terbatas ( Suharto, 2009).
Berdasarkan hasil Studi Smeru (Suharto, 2009), menunjukan sembilan kriteria yang menandai kemiskinan, yaitu :
  1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar ( sandang, pangan, papan)
  2. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental
  3. Ketidakmampuan atau ketidakberuntungan sosial ( anak terlantar, wanita korban tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil )
  4. Rendahnya kualitas sumber daya manusia ( buta huruf, rendahnya pendidikan dan keterampilan, sakit-sakitan) dan keterbatasan sumber alam ( tanah tidak subur, lokasi terpencil, ketiadaan infrastruktur jalan, listrik, air )
  5. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual ( rendahnya pendapatan dan aset) maupun massal ( rendahnya modal sosial, ketiadaan fasilitas umum )
  6. Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang memadai dan berkesinambungan.
  7. Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya ( kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih, dan transportasi )
  8. Ketiadaan jaminan masa depan ( karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga atau tidak adanya perlindungan sosial dari negara dan masyarakat)
  9. Ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat.

Sedangkan menurut Malasis (1975), penyebab kemiskinan dapat digambarkan dalam sebuah lingkaran kemiskinan sebagai berikut :

Gambar : Lingkaran Kemiskinan (Malassis, 1975)

Dari kedua contoh profil kasus kemiskinan di atas (keluarga Mas Puji dan Mbak Yati) dapat diambil beberapa kesimpulan tentang beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya kemiskinan :
1.            Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar, seperti sandang, pangan, papan. Hal ini terlihat dari kondisi rumah yang sangat sederhana, asupan gizi keluarga yang kurang, serta kemampuan membeli pakaian yang terbatas.
2.            Ketidakmampuan atau ketidakberuntungan sosial, seperti kondisi mbak Yati yang Janda akibat ditinggal mati oleh suaminya.
3.            Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual yakni akibat rendahnya pendapatan dan kepemilikan aset. Naiknya harga kebutuhan pokok sering menjadi pemicu utama terjadinya permasalahan, karena tidak diimbangi kenaikan pendapatan keluarga.
4.            Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang memadai dan berkesinambungan. Penyebabnya rendahnya skill, pendidikan, modal, serta kurangnya jaringan sosial.
5.            Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih, dan transportasi). Meskipun sudah ada Jamkesmas, BOS, PKH dan Program bantuan lainnya, namun pemenuhan kebuthan dasar lainnya masih sangat terbatas.
6.            Ketiadaan jaminan masa depan yaitu seperti rendahnya saving dan investasi pendidikan bagi anak-anak karena biaya pendidikan yang semakin tinggi. BOS hanya berlaku untuk SD dan SMP, sedangkan untuk meneruskan pendidikan ke jenjang SLTA biayanya sudah cukup besar.

Solusi mengatasi masalah kemiskinan juga harus komprehensif dan berkesinambungan. Penanggulangan Kemiskinan (Penduduk Desa) menurut Rahasan dan Kamaruddin (1993: 5 – 7) :
1.      Program penanggulangan kemiskinan haruslah program yang dilandaskan pada kegiatan peningkatan kemampuan untuk menghasilkan income bagi kegiatan tersebut.
2.      Diterapkannya secara utuh prinsip pembinaan dengan pendekatan kelompok, kemitraan, keluarga serta berprinsip pada keserasian dan keswadayaan, belajar sambil bekerja dan kepemimpinan dari masyarakat itu sendiri.
3.      Dirancangkannya pola pelatihan bagi petugas pembina yang mampu meningkatkan antusiasisme, dedikasi dan kemampuan para petugas pembina dalam menggali dan mengembangkan aspirasi keluarga miskin,
4.      Diterapkannya pola kredit yang memdidik dan disiplin bagi masyarakat miskin sehingga pada akhirnya mempunyai kredibilitas untuk berhubungan dengan Bank secara norma.
5.      Diterapkannya cara kerja yg terbuka diantara petugas pembina, sehingga memacu kreativitas dan produktivitas kerja.
6.      Dilaksanakannya latihan kepemimpinan perencanaan partisipatif sehingga tumbuh kesatuan kepemimpinan dan perencanaan dalam penanggulangan kemiskinan.
7.      Digunakannya berbagai kredit untuk berbagai macam usaha memiliki peluang pasar terbesar.
8.      Digunakannya prinsip pendekatan kelompok, keluarga, keserasian, kepemimpinan dari kelompok, kemitraan, swadaya, dan belajar sambil bekerja.
.

































No comments:

Post a Comment