DOSEN DR BAMBANG RUSTANTO
OLEH Saryono

I. PROFIL DESA WATES
A. Kondisi
Geografis
Desa Wates merupakan salah satu wilayah dari Kecamatan Wates
Kabupaten Kulon Progo Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang merupakan wilayah
Ibukota Kabupaten. Luas wilayah desa sebesar 428,24 Ha, dengan rincian luas desa
menurut penggunaan lahan :
Tanah Sawah ( Wetland) : 93,30 Ha
Tanah Kering (Dryland) :54,21 Ha
Bangunan (Building)
: 222,12 Ha
Lainnya (Others)
: 58,61 Ha
Jumlah Total : 428,24 Ha
Dalam menjalankan kegiatan pemerintahan, Desa Wates dibagi
dalam 16 (lima belas) Dusun, 38 (tiga puluh delapan) RW dan 86 (delapan puluh
enam) RT. Secara administratif Desa
Wates dibatasi oleh :
Bagian Selatan :
Desa Giripeni Kecamatan Wates
Bagian Utara :
Desa Pengasih Kecamatan Pengasih
Bagian Timur :
Desa Margosari Kecamatan Pengasih
Bagian Barat :
Desa Triharjo Kecamatan Wates
B. Kependudukan
(Demografis)
Desa Wates memiliki jumlah penduduk jiwa pada akhir Tahun 2009 adalah : 15.987
jiwa terdiri dari 7.923 jiwa laki-laki dan 8.064 jiwa perempuan. Jumlah kepala keluarga di Klurahan Cigadung
saat ini mencapai sekitar 3.560 KK
dengan rincian 2.656 KK laki-laki dan 904 KK Perempuan. Dari data tersebut dapat jumlah anggota
keluarga dalam masing-masing KK adalah rata-rata 4 (empat) orang. Hal ini
menunjukkan kondisi yang cukup ideal. Berdasarkan data kependudukan dari Desa
Wates pada tahun 2009 yang dilihat dari segi kepadatan penduduk, populasinya
akan terus bertambah dari waktu ke waktu.
Tabel : 1.1
Banyaknya Jumlah Penduduk
Menurut Golongan Usia dan Jenis
Kelamin
di Desa Wates Tahun 2009
No
|
Uraian
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
Jumlah
|
1.
|
0 - 1 tahun
|
95
|
102
|
197
|
2.
|
1 - 4 tahun
|
457
|
452
|
909
|
3.
|
5 - 6 tahun
|
635
|
612
|
1247
|
4.
|
7 - 12
tahun
|
594
|
580
|
1174
|
5.
|
13 - 15
tahun
|
344
|
342
|
686
|
6.
|
16 - 18
tahun
|
288
|
291
|
579
|
7.
|
19 - 25
tahun
|
776
|
778
|
1554
|
8.
|
26 - 35
tahun
|
512
|
532
|
1044
|
9.
|
36 - 45
tahun
|
1659
|
1711
|
3370
|
10.
|
46 - 50
tahun
|
1571
|
1579
|
3150
|
11.
|
51 - 61
tahun
|
563
|
630
|
1193
|
12.
|
61 - 75
tahun
|
260
|
281
|
541
|
13.
|
Lebih
dari 75 tahun
|
169
|
174
|
343
|
|
Jumlah
|
7.923
|
8.064
|
15.987
|
Sumber Data : Buku
Profil Desa Wates Tahun 2009
Berdasarkan data di atas nampak bahwa komposisi penduduk Desa
Wates tertinggi adalah usia 36-45 tahun sebanyak 3.370 orang atau sekitar 21%
dari keseluruhan jumlah penduduk. Sedangkan jumlah usia 46-50 tahun menempati
peringkat kedua sebanyak 3.150 orang atau 16 %, hal ini menunjukkan bahwa komposisi
penduduk dengan usia produktif paling tinggi di wilayah Desa Wates. Prosentase
penduduk usia anak-anak sekitar 2%, sedangkan usia sekolah sekitar 1,5%.
Komposisi seperti ini kemungkinan disebabkan oleh keberhasilan program Kelurga
berencana yang ada di wilayah Desa Wates, dimana pertumbuhan dan komposisi
penduduk usia anak-anak bisa dibatasi.
Pertumbuhan jumlah penduduk yang dipengaruhi oleh kelahiran
dan kematian serta datang-pergi dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel : 1.2
Banyaknya Pertumbuhan Penduduk
Menurut Jenis Kelamin di Desa Wates
Tahun 2009
No
|
Uraian
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
Jumlah
|
1.
|
Lahir (Birth)
|
117
|
124
|
241
|
2.
|
Datang (Inmigration)
|
144
|
187
|
331
|
3.
|
Pergi (Outmigration)
|
144
|
184
|
328
|
4.
|
Mati (Death)
|
62
|
51
|
113
|
Sumber Data : Kecamatan
Wates Dalam Angka 2009
Banyaknya
penduduk menurut kegiatan sektor utama yang ada di wilayah Desa Wates yaitu :
Pertanian :
344 orang
Industri :
388 orang
Bangunan/ Konstruksi : 292 orang
Perdagangan :
1.172 orang
Angkutan :
161 orang
Lembaga Keuangan :
35 orang
Jasa Lainnya :
1.162 orang
Dari
data di atas dapat dilihat bahwa sektor utama mata pencaharian penduduk di
wilayah Desa Wates adalah di sektor perdagangan dan jasa. Hal ini dipengaruhi
wilayah Desa Wates yang merupakan Ibukota Kabupaten, sehingga banyak aktivitas
perdagangan dan jasa yang dilakukan oleh penduduknya. Lahan pertanian yang
tersedia hanya sebatas di pinggiran desa, sedangkan sebagian besar wilayah
merupakan daerah perkantoran dan sentra perdagangan.
Selanjutnya
berdasarkan tingkatan kesejahteraan keluarga dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
Tabel : 1.3
Banyaknya Kepala Keluarga
Menurut Tahapan Keluarga di Desa Wates
Tahun 2009
No
|
Uraian
|
Jumlah
|
Prosentase (%)
|
1.
|
Pra Keluarga Sejahtera
|
538
|
15,04
|
2.
|
Keluarga Sejahtera I
|
806
|
22,54
|
3.
|
Keluarga Sejahtera II
|
327
|
9,14
|
4.
|
Keluarga Sejahtera III
|
1.770
|
49,72
|
5.
|
Keluarga Sejahtera III+
|
240
|
6,74
|
Sumber Data : Kecamatan
Wates Dalam Angka 2009
Dari
tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar Kepala Keluarga di Desa Wates
masuk dalam kategori Keluarga Sejahtera. Namum juga perlu diperhatikan, karena
ada 538 Kepala Keluarga atau 15,04% yang masih berada dalam kondisi Pra
Keluarga Sejahtera. Kondisi inilah yang memacu berbagai pihak (stake holder) untuk terus berusaha
menuntaskan kondisi masyarakat yang belum masuk kriteria sejahtera. Selain itu
juga masih banyaknya kondisi keluarga yang berada di tingkatan KS I, dimana
kondisi ini belum dianggap stabil untuk bebas dari kemiskinan.
Sarana
dan Prasarana pendidikan yang tersedia juga cukup memadahi, yaitu meliputi :
Sekolah Dasar (SD) : 14 unit
SLTP :
5 unit
SLTA :
8 unit
Akademi / PT :
1 unit
Berdasarkan
tingkat pendidikan, masyarakat Desa Wates juga sudah tergolong cukup baik, yaitu
dengan banyaknya penduduk yang sudah memiliki dasar pendidikan minimal tingkat
SLTP. Prosentase terbesar penduduk sudah tamat pendidikan SLTA yaitu dengan
jumlah 4.480 orang, hal ini tidak lepas dari aksesibilitas masyarakat terhadap
berbagai fasilitas pendidikan yang tersedia cukup memadahi di wilayah Desa
Wates. Berikut adalah data penduduk berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2009 :
Tabel : 1.4
Banyaknya Jumlah Penduduk
Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis
Kelamin
di Desa Wates Tahun 2009
No
|
Tamat Pendidikan
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
Jumlah
|
1.
|
SD /
Sederajat
|
21
|
39
|
60
|
2.
|
SLTP
|
1100
|
1135
|
2235
|
3.
|
SLTA
|
2410
|
2070
|
4480
|
4.
|
AKADEMI
|
425
|
466
|
891
|
5.
|
PT
|
778
|
772
|
1550
|
|
Jumlah
|
4734
|
4482
|
9216
|
Sumber Data : Buku
Profil Desa Wates Tahun 2009
C. Sosial Budaya (Social and
Culture)
Sebagai
Desa yang berada di wilayah Perkotaan, banyak permasalahan Sosial dan budaya
yang terjadi di wilayah Kecamatan Wates. Berikut adalah data kondisi sosial
budaya yang ada :
Tabel : 1.5
Banyaknya Penyandang Cacat
Menurut Jenis Kelamin di Desa Wates
Tahun 2009
No
|
Agama
|
JUMLAH
|
%
|
1
|
Islam
|
14.842
|
92,84%
|
2
|
Kristen
|
557
|
3,48%
|
3
|
Khatolik
|
566
|
3,54%
|
4
|
Hindu
|
4
|
0,025%
|
5
|
Budha
|
18
|
1,13%
|
|
Jumlah
|
15.987
|
100 %
|
Sumber Data : Diolah
dari Kecamatan Wates Dalam Angka 2009
Tabel : 1.6
Banyaknya Penyandang Cacat
Menurut Jenis Kelamin di Desa Wates
Tahun 2009
No
|
Uraian
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
Jumlah
|
1.
|
Cacat Tubuh
|
6
|
4
|
10
|
2.
|
Tuna Netra
|
2
|
3
|
5
|
3.
|
Bisu Tuli
|
4
|
3
|
7
|
4.
|
Cacat Ganda
|
2
|
-
|
2
|
5.
|
Cacat Mental
|
17
|
24
|
41
|
6.
|
Sakit Kronis
|
5
|
3
|
8
|
7.
|
Gangguan Jiwa
|
8
|
7
|
15
|
Sumber Data : Diolah
dari Kecamatan Wates Dalam Angka 2009
Kejadian
kriminalitas yang terjadi juga cukup meresahkan masyarakat, namun dengan
keterlibatan berbagai pihak baik masyarakat sendiri, aparat kepolisian maupun
yang lain berbagai permasalahan tersebut dapat diatasi termasuk kerugian baik
material maupun non material dapat diminimalisir. Berikut adalah data yang
terekap dan dilaporkan ke Kepolisian Sektor Wates :
Tabel : 1.7
Banyaknya
Peristiwa Kriminal di Desa Wates
Menurut Jenisnya
yang dilaporkan ke Polsek Wates Tahun 2009
No
|
Uraian
|
Jumlah Kejadian
|
Kerugian (Rp.000)
|
1.
|
Pencurian
|
3
|
175.000
|
2.
|
Penganiayaan
|
1
|
10.000
|
3.
|
Penipuan
|
1
|
100.000
|
4.
|
Penggelapan
|
1
|
50.000
|
Sumber Data : Diolah
dari Kecamatan Wates Dalam Angka 2009
Dalam
bidang pelayanan kesehatan masyarakat berbagai fasilitas dan sarana prasarana
juga cukup mendukung. Masyarakat dapat dengan mudah mengakses berbagai
fasilitas dan layanan bidang kesehatan, karena jarak tempuh yang tidak terlalu
jauh yakni maksimal 2 km dari rumah warga. Berikut adalah data fasilitas
kesehatan yang ada di wilayah Desa Wates :
Poliklinik : 1 unit
Puskesmas Pembantu : 1 unit
Rumah Sakit Swasta : 4 unit
Dokter Praktek : 17 unit
Sub PPKBD : 86 unit
Selanjutnya banyaknya Balita menurut status gizi
yang ada di wilayah Desa Wates sebagai berikut :
Gizi Baik : 671 balita
Gizi Kurang :
91 balita
Gizi Buruk : 1 balita
D. Sarana Ekonomi
Sebagai
Desa yang berada di wilayah Perkotaan, kehidupan ekonomi yang didukung oleh
sektor perdagangan dan jasa mobilitasnya cukup tinggi. Sarana dan prasarana
perekonomian tersedia cukup lengkap. Sarana transportasi yang tersedia meliputi
:
Truk : 15 unit
Bus Umum : 16 unit
Colt : 16 unit
Mobil Pribadi : 130 unit
Sepeda Motor : 1.119 unit
Lainnya : 20 unit
Selain
itu sarana transportasi tidak bermotor seperti Dokar, sepeda onthel, Becak
masih tersedia cukup banyak dan dijadikan alternatif sarana transportasi yang
murah meriah bagi masyarakat. Sarana yang lain seperti pasar, kios, toko, bank,
lembaga keuangan tersedia cukup memadahi, yaitu :
Pasar : 3 unit
Toko :
59 unit
Kios : 226 unit
Warung : 130 unit
Bank : 8 unit
Anggaran
yang tersedia untuk pelaksanaan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan tahun 2009 juga cukup memadahi yaitu Rp.1.082.135.647,00.
D. Program-program
Pelayanan Sosial
Program-program pelayanan dan penanganan berbagai permasalahan
kesejahteraan cukup beragam baik yang merupakan program pemerintah pusat,
propinsi, kabupaten, desa maupun atas inisiatif warga sendiri. Sebagaimana di
daerah-daerah lain, program yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat seperti
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang sasarannya penduduk miskin,
Program Biaya Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa SD dan SMP, Bantuan Langsung
Tunai (BLT), Beras Miskin (Raskin), Program Keluarga Harapan (PKH), PNPM
Mandiri, dan lainnya.
Pemerintah Propinsi dalam bidang kesehatan juga
mengalokasikan anggaran yang cukup besar dalam Program Jaminan Kesehatan Sosial
(Jamkesos), sedangkan dari Pemerintah Kabupaten adanya Program Jaminan
Kesehatan Daerah (Jamkesda). Selain itu pemerintah Kabupaten juga
mengalokasikan bantuan sosial untuk penyandang cacat, Organisasi Sosial,
Majelis Taklim, Kelompok-kelompok Usaha, Kaum Rois, dan Rumah Tangga Miskin.
Kelembagaan
lokal merupakan Potensi dan Sumber
Kesejahteraan Sosial (PSKS) yang cukup berperan dalam peningkatan taraf
kehidupan masyarakat. Kelembagaan dan organisasi di Desa Wates tergolong kepada
kelembagaan dan organisasi formal dan non formal. Lembaga formal adalah lembaga
yang dibentuk oleh pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat
disekitarnya secara administratif maupun secara fungsional sesuai dengan tugas
pokok dan fungsi lembaganya. Sebagai contoh dalam bidang perekonomian
Pemerintah Kabupaten membentuk Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang diberi nama
LKM Binangun. Lembaga ini mendapatkan hibah dana dari Pemerintah Kabupaten yang
cukup besar untuk dikelola oleh masing-masing desa dalam upaya pengembangan
usaha-usaha ekomoni mikro dengan sistem kredit bunga murah, tanpa agunan, dan
mudah diakses oleh masyarakat.
Dalam
bidang sosial keberadaan kelompok-kelompok PKK baik di tingkat desa dan dusun
juga memeberikan sumbangan besar bagi kehidupan bermasyarakat. Sedangkan
lembaga non formal adal lembaga atau
organisasi yang dibentuk oleh inisiatif warga masyarakat. Sebagaimana diketahui bahwa kelembagaan dapat
berbentuk organisasi ataupun nilai, aturan dan kesepakatan yang berlaku dan
dipatuhi oleh masyarakat. Sebagai contoh adalah kelompok-kelompok arisan warga
dan majelis taklim, dimana kepedulian terhadap anggota kelompoknya cukup tinggi
seperti dengan adanya dana sosial yang digunakan untuk membantu anggota
kelompok yang terkena musibah.
II. PROFIL RUKUN WARGA
Wilayah paling Selatan dari Desa Wates adalah RW 38, yang merupakan bagian
dari Pedukuhan Sebokarang Desa Wates. Wilayah ini berpenduduk 374 jiwa dengan
jumlah Kepala Keluarga 83 KK, dan terbagi dalam 3 (tiga) Rukun Tetangga yaitu
RT 84, RT 85 dan RT 86. Penduduk sebagian besar merupakan petani, karena di
wilayah ini masih tersedia cukup lahan untuk bertani. Ikatan sosial warga cukup
erat, dengan adanya berbagai kelembagaan non formal yang berkembang seperti
kegiatan majelis taklim dan arisan. Dalam kelompok ini mereka saling
berinteraksi, bertukar pikiran dan pengalaman serta berbagi rasa satu dengan
yang lain, sehingga jalinan kekeluargaan antar warga cukup erat. Ketua RW yaitu
S (inisial) merupakan tokoh masyarakat yang disegani dan menjadi panutan warga
RW 38. Ketua RW dipilih oleh masyarakat dalam sebuah musyawarah warga.
RW 38 merupakan wialyah dengan potensi kemiskinan cukup tinggi di wilayah
Desa Wates, yaitu dari seluruh Keluarga Pra Sejahtera di Desa Wates yang
berjumlah 538 KK, 23 KK merupakan
keluarga di RW 38. Hal ini mungkin disebabkan karakteristik penduduk yang
sebagian besar merupakan petani buruh, pekerja serabutan serta wilayah yang
berada di pinggiran. Berbagai program layanan sosial yang dilaksanakan
pemerintah di wilayah RW 38 antara lain :
1.
Beras Miskin (Raskin)
Raskin merupakan
pelayanan sosial yang merupakan program pemerintah pusat yang terdapat di
wilayah RW 38. Terdapat 13 (tiga belas) Rumah Tangga Miskin yang terdaftar
sebagai penerima bantuan beras miskin dengan rincian di RT 85 sebanyak 7 (tujuh)
Rumah Tangga Miskin, di RT 85 sebanyak 4 (empat) Rumah Tangga Miskin dan RT 86
sebanyak 2 (dua) Rumah Tangga Miskin.
2.
Bantuan Langsung Tunai (BLT)
Tahun
2009 penerima BLT di RW 38 jumlahnya sama dengan Rumah Tangga Miskin Penerima
Beras Miskin yakni sebanyak 13 (tiga belas) KK. Sebagian besar penerima
merupakan penduduk yang tidak mempunyai pekerjaan tetap, bekerja sebagai buruh
serabutan tukang becak, penjual sayur keliling, janda, serta keluarga lansia.
Tidak semua Keluarga yang masuk dalam kategori Pra Sejahtera mendapatkan BLT,
maupun Raskin, hal ini disebabkan keterbatasan kuota yang ada, sehingga atas
permusyawaratan warga, hanya yang betul-betul miskin (miskin absolut) yang
diberi jatah bantuan tersebut.
3.
Program Keluarga Harapan ( PKH)
Penerima
Program PKH di RW 38 sebanyak 7 Kepala Keluarga, yakni keluarga yang masih
menangung biaya pendidikan sekolah, keluarga muda yang baru memiliki anak yang
ke depan diharapkan bantuan ini mampu memberikan stimulus untuk dapat lepas
dari belenggu kemiskinan.
4.
Program Jaminan Kesehatan
Program
Jaminan Sosial bidang kesehatan yang ada baik dari pemerintah Pusat berupa
Jamkesmas, Pemerintah Propinsi berupa Program Jamkesos dan Pemerintah Kabupaten
berupa Program Jamkesda mampu menjangkau seluruh Miskin baik yang masuk
kategori Pra Sejahtera, dan Keluarga Sejahtera I di wilayah RW 38. Tujuan
program ini adalah memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi warga miskin,
sehingga jangan sampai keluarga miskin yang sakit makin menderita akibat biaya
pelayanan kesehatan yang ada.
5.
Kelompok Usaha Bersama (KUBE)
Bantuan
usaha ini diberikan dalam bentuk bantuan hewan Ternak Sapi yang diberikan
kepada 2 Kelompok Usaha. Pengelolaan dilaksanakan secara berkelompok dengan
dengan adanya Kandang Kelompok, pembagian tugas dan hasil dimusyawarahkan
berdasarkan keterlibatan masing-masing anggota dalam kelompok.
6.
Pelayanan Sosial lainnya
Pelayanan
Sosial bagi masyarakat dalam berbagai bidang dilaksanakan oleh berbagai
kelembagaan lokal yang ada di wilayah Pedukuhan Sebokarang maupun Desa Wates.
Sebagai contoh kegiatan posyandu yang dilaksanakan setiap minggu pertama setiap
bulannya dengan kegiatan penimbangan balita, serta kegiatan pemberian gizi/makanan
tambahan yang dilakukan oleh para kader Posyandu setiap sebulan sekali
bertempat di Rumah Dukuh Sebokarang. Dalam kegiatan ini sesekali juga
diberikan penyuluhan oleh para kader dan petugas medis dari Dinas
Kesehatan/Puskesmas tentang Pola-pola hidup sehat.
Pelayanan
Sosial yang lain misalnya dalam bidang keagamaan adanya Majelis Taklim baik
untuk Ibu-ibu maupun Bapak-bapak yang biasanya dilaksanakan pada malam hari.
Dalam kegiatan ini biasanya diselingi dengan kegiatan arisan, pengumpulan dana
sosial, zakat yang peruntukannya digunakan oleh kelompok itu sendiri, yaitu
membantu anggota yang mengalami berbagai permaslahan seperti sakit, meninggal
dunia, atau terkena musibah yang lain.
Kegiatan ini
sangat bermanfaat bagi masyarakat untuk mempererat jalinan sosial antar warga.
Pelayanan
sosial di dalam bidang keamanan lingkungan yakni dengan keberadaan satu unit
poskamling di RW 38 yang jadwal rondanya diatur bergiliran sedemikian rupa
sehingga tiap Kepala Keluarga di wilayah RW masing-masing merasakan dan
mendapatkan jatah ronda. Dalam kegiatan ini setiap malamnya masing-masing
petugas ronda harus berkeliling dari rumah ke rumah untuk mengadakan ”jimpitan” yaitu kegiatan pengumpulan
beras, dimana setelah terkumpul kemudian digunakan untuk kepentingan bersama.
III. PROFIL RUMAH TANGGA MISKIN
A. Tukang Becak, Riwayatmu Kini..!
![]()
Gambar
: Mas Puji dan Becaknya
|
Mas
Puji warga RT. 84 RW 38 Dusun Sebokaran Kecamatan Wates adalah
salah satu dari puluhan tukang becak yang sehari-hari mangkal di Pasar Wates.
Dini hari sekitar pukul 04.30 dia sudah harus mengayuh becaknya menuju Pasar
Wates untuk mengantar pedagang sayur pasar pagi yang menjadi langganannya.
Jaraknya tidak begitu jauh dari rumahnya, hanya sekitar 700 meter. Aktivitas
di Pasar Pagi Wates sudah dimulai sekitar Pukul
04.00 WIB, dimana para pedagang
sayuran dari beberapa penjuru sudah
|
berkumpul dan memajang
dagangannya Mas Puji pun dengan telaten membantu pedagang langgananya untuk
mengumpulkan dan menata sayuran di becaknya, kemudian membawanya ke Kios untuk
diecerkan pada warga. Sekitar Pukul 06.30 Mas Puji kemudian mengayuh Becaknya
untuk mengantar langganan anak sekolah, dan kemudian menjemput ketika anak itu
sudah pulang. Pagi-siang-sore Mas Puji tidak mengenal lelah mengayuh becaknya
demi lembaran uang ribuan yang diterimanya.
Begitulah
gambaran kegiatan Mas Puji pada setiap harinya. Sebagai seorang kepala keluarga
ia bertanggung jawab untuk menafkahi istri dan anak semata wayangnya yang tahun
ini akan masuk SMP. Pengahsilannya tidak menentu, kadang kalau hujan terus
tidak ada penghasilan sama sekali, namun kalau pas ramai juga lumayan untuk
mencukupi kebutuhan sehari-hari. Kalau dirata-rata penghasilan sebulan sekitar
Rp. 300.000,- s/d Rp. 400.000,-. Tentu
dengan jumlah uang tersebut hanya cukup untuk makan minum sehari-hari, dan
itupun sederhana sekali. Belum lagi kenaikan harga Sembako yang tak pernah
turun lagi, membuat keluarga Mas Puji harus banting tulang setiap hari. Istri
Mas Puji juga berusaha membantu mencari tambahan penghasilan dengan menjadi
buruh cuci di sekitar rumahnya. Dalam sebulan rata-rata mendapatkan tambahan
penghasilan Rp. 150.000,- dari hasil mencuci tersebut.
Berikut
adalah genogram yang menggambarkan silsilah dan hubungan keluarga Mas Muji :
![]() |
![]() |
|
|

|


![]() |
Gambar
1.1 : Genogram Keluarga Mas Puji
Meskipun
termasuk keluarga miskin, keluarga Mas Puji memiliki hubungan yang baik dengan
masyarakat sekitarnya. Dari hubungan baik tersebut maka banyak warga sekitar
menjadi simpati dan berusaha membantu keluarganya baik berupa bantuan material,
maupun lainnya termasuk pekerjaan-pekerjaan serabutan yang bisa menambah
penghasilan.
Program
pelayanan sosial yang diterima keluarga ini yaitu Beras Miskin (Raskin), PKH,
Jamkesmas serta di sekolah anaknya mendapatkan program BOS, sehingga biaya
sekolah menjadi gratis. Dalam kegiatan kemasyarakatan baik ronda, arisan,
majelis taklim, dan kelompok PKK keluarga ini juga tergolong aktif. Berikut
adalah bagan Ecomap Keluarga mas Muji yang menggambarkan hubungan keluarga ini
dalam lingkungan sosialnya.


|

|
|||
![]() |
Gambar
1.2 : Ecomap Keluarga Mas Puji

: Mudah diakses


Dalam
hal kepemilikan asset, keluarga Puji tinggal di rumah semi permanen dengan
lantai yang masih dari tanah dengan ukuran 6x8 m2, perabot rumah tanggapun
cukup sederhana dan terbatas. TV berwarna 14’ sudah sering rusak, becak tua,
almari pakaian dari kayu, kompor gas pembagian pemerintah, serta yang lain.
Walau hidup sederhana namun keluarga ini mampu menikmatinya dengan bersahaja.
B.
Mbak
Yati (Pedagang Sayur)
Tanggal
13 Maret 2005 yang lalu merupakan saat menyedihkan bagi Keluarga Mbak Yati
(Nama Panggilan), dimana saat itu suaminya meninggal karena kecelakaan lalu
lintas. Kini ia hidup dengan dua anak perempuannya yang masih kecil-kecil. Anak
sulung berumur 14 tahun dan masih duduk di bangku kelas 2 sebuah SMP Negeri di
Wates, sedang adiknya berumur 10 tahun dan masih duduk di Kelas 4 Sekolah Dasar.
Mbak Yati tinggal di RT. 85 RW.38 Dusun Sebokarang Desa Wates, di sebuah rumah
yang cukup sederhana. Semenjak suaminya meninggal rumah belum pernah
direnovasi, sehingga terjadi kerusakan disana-sini.
Sebagai
seorang Janda tanpa penghasilan yang tetap, harus menghidupi keluarga,
menyekolahkan anak, biaya sosial yang cukup tinggi tentu merupakan hal yang
cukup berat baginya. Beruntung pemerintah memberikan bantuan dalam bentuk BLT,
yang walaupun jumlahnya Cuma Rp. 100.000, - per bulan namun hal itu dirasakan
cukup membantu Mbak Yati dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari, terutama untuk
uang saku anak-anaknya sekolah. Meskipun Sekolah SD dan SMP sudah gratis dengan
adanya Program BOS, namun perlu biaya untuk transportasi dan uang saku yang
rutin harus keluar tiap pagi.

Gambar : Mbak Yati menunggu
pembeli yang datang
Untuk
usaha dagangnya Mbak Yati memanfaatkan pinjaman dari Kelompok Arisan di
kelompok PKK yang diikutinya, dengan bunga yang ringan dibanding rentenir pasar
hal ini cukup membantunya untuk membeli barang dagangan yang akan dijualnya
kembali di Pasar Pagi Wates dan Pasar Teteg. Beralaskan Karpet Lusuh sayuran
digelar di pinggir jalanan agar para pembeli lebih bebas untuk memilihnya.
Barang dagangan biasanya ia langsung membeli dari petani di sekitar Wates atau
dari para pengepul di Pasar. Pisang, Kacang Panjang, Bayam, Singkong, dan
sayuran lainnya merupakan dagangan yang biasanya ia jual. Keuntungan yang
diperoleh juga tidak seberapa karena modalnya juga terbatas, kadang 10 hingga
20 ribu sehari. Sayuran yang tidak laku di Pasar kemudian dijual di rumahnya
kepada para tetangga sekitar.
Keluarga
terdekat dan tetangga cukup peduli dengan kehidupannya. Berikut adalah Genogram
yang menunjukkan hubungan silsilah keluarganya :
![]() |
|
|

Gambar
1.1 : Genogram Keluarga Mbak Yati


Gambar
1.2 : Ecomap Keluarga Mas Puji

: Mudah diakses


IV. ANALISA BERDASARKAN PERPEKTIF TEORI
KEMISKINAN
Kemiskinan disebabkan banyak faktor. Jarang ditemukan
kemiskinan yang hanya disebabkan oleh faktor tunggal. Seseorang atau keluarga
miskin bisa disebabkan oleh bebrapa faktor yang saling terkait satu sama lain,
seperti mengalami kecacatan, memiliki pendidikan rendah, tidak memiliki modal
dan keterampilan untuk berusaha, tidak tersedianya kesempatan kerja, terkena
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), tidak adanya jaminan sosial (pensiun,
kesehatan, kematian) atau hidup di lokasi terpencil dengan sumber daya alam dan
infrastruktur yang terbatas ( Suharto, 2009).
Berdasarkan hasil Studi Smeru
(Suharto, 2009), menunjukan sembilan kriteria yang menandai kemiskinan, yaitu :
- Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi
dasar ( sandang, pangan, papan)
- Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat
fisik maupun mental
- Ketidakmampuan atau ketidakberuntungan sosial
( anak terlantar, wanita korban tindak kekerasan rumah tangga, janda
miskin, kelompok marjinal dan terpencil )
- Rendahnya kualitas sumber daya manusia ( buta
huruf, rendahnya pendidikan dan keterampilan, sakit-sakitan) dan
keterbatasan sumber alam ( tanah tidak subur, lokasi terpencil, ketiadaan
infrastruktur jalan, listrik, air )
- Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat
individual ( rendahnya pendapatan dan aset) maupun massal ( rendahnya
modal sosial, ketiadaan fasilitas umum )
- Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan
mata pencaharian yang memadai dan berkesinambungan.
- Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar
lainnya ( kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih, dan transportasi )
- Ketiadaan jaminan masa depan ( karena tiadanya
investasi untuk pendidikan dan keluarga atau tidak adanya perlindungan
sosial dari negara dan masyarakat)
- Ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial
masyarakat.
Sedangkan
menurut Malasis (1975), penyebab kemiskinan dapat digambarkan dalam sebuah
lingkaran kemiskinan sebagai berikut :

Gambar : Lingkaran
Kemiskinan (Malassis, 1975)
Dari
kedua contoh profil kasus kemiskinan di atas (keluarga Mas Puji dan Mbak Yati)
dapat diambil beberapa kesimpulan tentang beberapa faktor yang menjadi penyebab
terjadinya kemiskinan :
1.
Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup
dasar, seperti sandang, pangan, papan. Hal ini terlihat dari kondisi rumah yang
sangat sederhana, asupan gizi keluarga yang kurang, serta kemampuan membeli
pakaian yang terbatas.
2.
Ketidakmampuan atau ketidakberuntungan sosial,
seperti kondisi mbak Yati yang Janda akibat ditinggal mati oleh suaminya.
3.
Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat
individual yakni akibat rendahnya pendapatan dan kepemilikan aset. Naiknya
harga kebutuhan pokok sering menjadi pemicu utama terjadinya permasalahan,
karena tidak diimbangi kenaikan pendapatan keluarga.
4.
Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata
pencaharian yang memadai dan berkesinambungan. Penyebabnya rendahnya skill,
pendidikan, modal, serta kurangnya jaringan sosial.
5.
Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar
lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih, dan transportasi).
Meskipun sudah ada Jamkesmas, BOS, PKH dan Program bantuan lainnya, namun
pemenuhan kebuthan dasar lainnya masih sangat terbatas.
6.
Ketiadaan jaminan masa depan yaitu seperti
rendahnya saving dan investasi pendidikan bagi anak-anak karena biaya
pendidikan yang semakin tinggi. BOS hanya berlaku untuk SD dan SMP, sedangkan
untuk meneruskan pendidikan ke jenjang SLTA biayanya sudah cukup besar.
Solusi mengatasi
masalah kemiskinan juga harus komprehensif dan berkesinambungan. Penanggulangan Kemiskinan (Penduduk Desa) menurut Rahasan
dan Kamaruddin (1993: 5 – 7) :
1.
Program
penanggulangan kemiskinan haruslah program yang dilandaskan pada kegiatan
peningkatan kemampuan untuk menghasilkan income bagi kegiatan tersebut.
2.
Diterapkannya
secara utuh prinsip pembinaan dengan pendekatan kelompok, kemitraan, keluarga
serta berprinsip pada keserasian dan keswadayaan, belajar sambil bekerja dan
kepemimpinan dari masyarakat itu sendiri.
3.
Dirancangkannya
pola pelatihan bagi petugas pembina yang mampu meningkatkan antusiasisme,
dedikasi dan kemampuan para petugas pembina dalam menggali dan mengembangkan
aspirasi keluarga miskin,
4.
Diterapkannya
pola kredit yang memdidik dan disiplin bagi masyarakat miskin sehingga pada
akhirnya mempunyai kredibilitas untuk berhubungan dengan Bank secara norma.
5.
Diterapkannya
cara kerja yg terbuka diantara petugas pembina, sehingga memacu kreativitas dan
produktivitas kerja.
6.
Dilaksanakannya
latihan kepemimpinan perencanaan partisipatif sehingga tumbuh kesatuan
kepemimpinan dan perencanaan dalam penanggulangan kemiskinan.
7.
Digunakannya
berbagai kredit untuk berbagai macam usaha memiliki peluang pasar terbesar.
8.
Digunakannya
prinsip pendekatan kelompok, keluarga, keserasian, kepemimpinan dari kelompok,
kemitraan, swadaya, dan belajar sambil bekerja.
.
LAPORAN
KEGIATAN OBSERVASI
KELUARGA
MISKIN DI DESA WATES
KECAMATAN
WATES KABUPATEN KULON PROGO
DOSEN DR BAMBANG RUSTANTO
OLEH Saryono

I. PROFIL DESA WATES
A. Kondisi
Geografis
Desa Wates merupakan salah satu wilayah dari Kecamatan Wates
Kabupaten Kulon Progo Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang merupakan wilayah
Ibukota Kabupaten. Luas wilayah desa sebesar 428,24 Ha, dengan rincian luas desa
menurut penggunaan lahan :
Tanah Sawah ( Wetland) : 93,30 Ha
Tanah Kering (Dryland) :54,21 Ha
Bangunan (Building)
: 222,12 Ha
Lainnya (Others)
: 58,61 Ha
Jumlah Total : 428,24 Ha
Dalam menjalankan kegiatan pemerintahan, Desa Wates dibagi
dalam 16 (lima belas) Dusun, 38 (tiga puluh delapan) RW dan 86 (delapan puluh
enam) RT. Secara administratif Desa
Wates dibatasi oleh :
Bagian Selatan :
Desa Giripeni Kecamatan Wates
Bagian Utara :
Desa Pengasih Kecamatan Pengasih
Bagian Timur :
Desa Margosari Kecamatan Pengasih
Bagian Barat :
Desa Triharjo Kecamatan Wates
B. Kependudukan
(Demografis)
Desa Wates memiliki jumlah penduduk jiwa pada akhir Tahun 2009 adalah : 15.987
jiwa terdiri dari 7.923 jiwa laki-laki dan 8.064 jiwa perempuan. Jumlah kepala keluarga di Klurahan Cigadung
saat ini mencapai sekitar 3.560 KK
dengan rincian 2.656 KK laki-laki dan 904 KK Perempuan. Dari data tersebut dapat jumlah anggota
keluarga dalam masing-masing KK adalah rata-rata 4 (empat) orang. Hal ini
menunjukkan kondisi yang cukup ideal. Berdasarkan data kependudukan dari Desa
Wates pada tahun 2009 yang dilihat dari segi kepadatan penduduk, populasinya
akan terus bertambah dari waktu ke waktu.
Tabel : 1.1
Banyaknya Jumlah Penduduk
Menurut Golongan Usia dan Jenis
Kelamin
di Desa Wates Tahun 2009
No
|
Uraian
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
Jumlah
|
1.
|
0 - 1 tahun
|
95
|
102
|
197
|
2.
|
1 - 4 tahun
|
457
|
452
|
909
|
3.
|
5 - 6 tahun
|
635
|
612
|
1247
|
4.
|
7 - 12
tahun
|
594
|
580
|
1174
|
5.
|
13 - 15
tahun
|
344
|
342
|
686
|
6.
|
16 - 18
tahun
|
288
|
291
|
579
|
7.
|
19 - 25
tahun
|
776
|
778
|
1554
|
8.
|
26 - 35
tahun
|
512
|
532
|
1044
|
9.
|
36 - 45
tahun
|
1659
|
1711
|
3370
|
10.
|
46 - 50
tahun
|
1571
|
1579
|
3150
|
11.
|
51 - 61
tahun
|
563
|
630
|
1193
|
12.
|
61 - 75
tahun
|
260
|
281
|
541
|
13.
|
Lebih
dari 75 tahun
|
169
|
174
|
343
|
|
Jumlah
|
7.923
|
8.064
|
15.987
|
Sumber Data : Buku
Profil Desa Wates Tahun 2009
Berdasarkan data di atas nampak bahwa komposisi penduduk Desa
Wates tertinggi adalah usia 36-45 tahun sebanyak 3.370 orang atau sekitar 21%
dari keseluruhan jumlah penduduk. Sedangkan jumlah usia 46-50 tahun menempati
peringkat kedua sebanyak 3.150 orang atau 16 %, hal ini menunjukkan bahwa komposisi
penduduk dengan usia produktif paling tinggi di wilayah Desa Wates. Prosentase
penduduk usia anak-anak sekitar 2%, sedangkan usia sekolah sekitar 1,5%.
Komposisi seperti ini kemungkinan disebabkan oleh keberhasilan program Kelurga
berencana yang ada di wilayah Desa Wates, dimana pertumbuhan dan komposisi
penduduk usia anak-anak bisa dibatasi.
Pertumbuhan jumlah penduduk yang dipengaruhi oleh kelahiran
dan kematian serta datang-pergi dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel : 1.2
Banyaknya Pertumbuhan Penduduk
Menurut Jenis Kelamin di Desa Wates
Tahun 2009
No
|
Uraian
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
Jumlah
|
1.
|
Lahir (Birth)
|
117
|
124
|
241
|
2.
|
Datang (Inmigration)
|
144
|
187
|
331
|
3.
|
Pergi (Outmigration)
|
144
|
184
|
328
|
4.
|
Mati (Death)
|
62
|
51
|
113
|
Sumber Data : Kecamatan
Wates Dalam Angka 2009
Banyaknya
penduduk menurut kegiatan sektor utama yang ada di wilayah Desa Wates yaitu :
Pertanian :
344 orang
Industri :
388 orang
Bangunan/ Konstruksi : 292 orang
Perdagangan :
1.172 orang
Angkutan :
161 orang
Lembaga Keuangan :
35 orang
Jasa Lainnya :
1.162 orang
Dari
data di atas dapat dilihat bahwa sektor utama mata pencaharian penduduk di
wilayah Desa Wates adalah di sektor perdagangan dan jasa. Hal ini dipengaruhi
wilayah Desa Wates yang merupakan Ibukota Kabupaten, sehingga banyak aktivitas
perdagangan dan jasa yang dilakukan oleh penduduknya. Lahan pertanian yang
tersedia hanya sebatas di pinggiran desa, sedangkan sebagian besar wilayah
merupakan daerah perkantoran dan sentra perdagangan.
Selanjutnya
berdasarkan tingkatan kesejahteraan keluarga dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
Tabel : 1.3
Banyaknya Kepala Keluarga
Menurut Tahapan Keluarga di Desa Wates
Tahun 2009
No
|
Uraian
|
Jumlah
|
Prosentase (%)
|
1.
|
Pra Keluarga Sejahtera
|
538
|
15,04
|
2.
|
Keluarga Sejahtera I
|
806
|
22,54
|
3.
|
Keluarga Sejahtera II
|
327
|
9,14
|
4.
|
Keluarga Sejahtera III
|
1.770
|
49,72
|
5.
|
Keluarga Sejahtera III+
|
240
|
6,74
|
Sumber Data : Kecamatan
Wates Dalam Angka 2009
Dari
tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar Kepala Keluarga di Desa Wates
masuk dalam kategori Keluarga Sejahtera. Namum juga perlu diperhatikan, karena
ada 538 Kepala Keluarga atau 15,04% yang masih berada dalam kondisi Pra
Keluarga Sejahtera. Kondisi inilah yang memacu berbagai pihak (stake holder) untuk terus berusaha
menuntaskan kondisi masyarakat yang belum masuk kriteria sejahtera. Selain itu
juga masih banyaknya kondisi keluarga yang berada di tingkatan KS I, dimana
kondisi ini belum dianggap stabil untuk bebas dari kemiskinan.
Sarana
dan Prasarana pendidikan yang tersedia juga cukup memadahi, yaitu meliputi :
Sekolah Dasar (SD) : 14 unit
SLTP :
5 unit
SLTA :
8 unit
Akademi / PT :
1 unit
Berdasarkan
tingkat pendidikan, masyarakat Desa Wates juga sudah tergolong cukup baik, yaitu
dengan banyaknya penduduk yang sudah memiliki dasar pendidikan minimal tingkat
SLTP. Prosentase terbesar penduduk sudah tamat pendidikan SLTA yaitu dengan
jumlah 4.480 orang, hal ini tidak lepas dari aksesibilitas masyarakat terhadap
berbagai fasilitas pendidikan yang tersedia cukup memadahi di wilayah Desa
Wates. Berikut adalah data penduduk berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2009 :
Tabel : 1.4
Banyaknya Jumlah Penduduk
Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis
Kelamin
di Desa Wates Tahun 2009
No
|
Tamat Pendidikan
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
Jumlah
|
1.
|
SD /
Sederajat
|
21
|
39
|
60
|
2.
|
SLTP
|
1100
|
1135
|
2235
|
3.
|
SLTA
|
2410
|
2070
|
4480
|
4.
|
AKADEMI
|
425
|
466
|
891
|
5.
|
PT
|
778
|
772
|
1550
|
|
Jumlah
|
4734
|
4482
|
9216
|
Sumber Data : Buku
Profil Desa Wates Tahun 2009
C. Sosial Budaya (Social and
Culture)
Sebagai
Desa yang berada di wilayah Perkotaan, banyak permasalahan Sosial dan budaya
yang terjadi di wilayah Kecamatan Wates. Berikut adalah data kondisi sosial
budaya yang ada :
Tabel : 1.5
Banyaknya Penyandang Cacat
Menurut Jenis Kelamin di Desa Wates
Tahun 2009
No
|
Agama
|
JUMLAH
|
%
|
1
|
Islam
|
14.842
|
92,84%
|
2
|
Kristen
|
557
|
3,48%
|
3
|
Khatolik
|
566
|
3,54%
|
4
|
Hindu
|
4
|
0,025%
|
5
|
Budha
|
18
|
1,13%
|
|
Jumlah
|
15.987
|
100 %
|
Sumber Data : Diolah
dari Kecamatan Wates Dalam Angka 2009
Tabel : 1.6
Banyaknya Penyandang Cacat
Menurut Jenis Kelamin di Desa Wates
Tahun 2009
No
|
Uraian
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
Jumlah
|
1.
|
Cacat Tubuh
|
6
|
4
|
10
|
2.
|
Tuna Netra
|
2
|
3
|
5
|
3.
|
Bisu Tuli
|
4
|
3
|
7
|
4.
|
Cacat Ganda
|
2
|
-
|
2
|
5.
|
Cacat Mental
|
17
|
24
|
41
|
6.
|
Sakit Kronis
|
5
|
3
|
8
|
7.
|
Gangguan Jiwa
|
8
|
7
|
15
|
Sumber Data : Diolah
dari Kecamatan Wates Dalam Angka 2009
Kejadian
kriminalitas yang terjadi juga cukup meresahkan masyarakat, namun dengan
keterlibatan berbagai pihak baik masyarakat sendiri, aparat kepolisian maupun
yang lain berbagai permasalahan tersebut dapat diatasi termasuk kerugian baik
material maupun non material dapat diminimalisir. Berikut adalah data yang
terekap dan dilaporkan ke Kepolisian Sektor Wates :
Tabel : 1.7
Banyaknya
Peristiwa Kriminal di Desa Wates
Menurut Jenisnya
yang dilaporkan ke Polsek Wates Tahun 2009
No
|
Uraian
|
Jumlah Kejadian
|
Kerugian (Rp.000)
|
1.
|
Pencurian
|
3
|
175.000
|
2.
|
Penganiayaan
|
1
|
10.000
|
3.
|
Penipuan
|
1
|
100.000
|
4.
|
Penggelapan
|
1
|
50.000
|
Sumber Data : Diolah
dari Kecamatan Wates Dalam Angka 2009
Dalam
bidang pelayanan kesehatan masyarakat berbagai fasilitas dan sarana prasarana
juga cukup mendukung. Masyarakat dapat dengan mudah mengakses berbagai
fasilitas dan layanan bidang kesehatan, karena jarak tempuh yang tidak terlalu
jauh yakni maksimal 2 km dari rumah warga. Berikut adalah data fasilitas
kesehatan yang ada di wilayah Desa Wates :
Poliklinik : 1 unit
Puskesmas Pembantu : 1 unit
Rumah Sakit Swasta : 4 unit
Dokter Praktek : 17 unit
Sub PPKBD : 86 unit
Selanjutnya banyaknya Balita menurut status gizi
yang ada di wilayah Desa Wates sebagai berikut :
Gizi Baik : 671 balita
Gizi Kurang :
91 balita
Gizi Buruk : 1 balita
D. Sarana Ekonomi
Sebagai
Desa yang berada di wilayah Perkotaan, kehidupan ekonomi yang didukung oleh
sektor perdagangan dan jasa mobilitasnya cukup tinggi. Sarana dan prasarana
perekonomian tersedia cukup lengkap. Sarana transportasi yang tersedia meliputi
:
Truk : 15 unit
Bus Umum : 16 unit
Colt : 16 unit
Mobil Pribadi : 130 unit
Sepeda Motor : 1.119 unit
Lainnya : 20 unit
Selain
itu sarana transportasi tidak bermotor seperti Dokar, sepeda onthel, Becak
masih tersedia cukup banyak dan dijadikan alternatif sarana transportasi yang
murah meriah bagi masyarakat. Sarana yang lain seperti pasar, kios, toko, bank,
lembaga keuangan tersedia cukup memadahi, yaitu :
Pasar : 3 unit
Toko :
59 unit
Kios : 226 unit
Warung : 130 unit
Bank : 8 unit
Anggaran
yang tersedia untuk pelaksanaan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan tahun 2009 juga cukup memadahi yaitu Rp.1.082.135.647,00.
D. Program-program
Pelayanan Sosial
Program-program pelayanan dan penanganan berbagai permasalahan
kesejahteraan cukup beragam baik yang merupakan program pemerintah pusat,
propinsi, kabupaten, desa maupun atas inisiatif warga sendiri. Sebagaimana di
daerah-daerah lain, program yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat seperti
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang sasarannya penduduk miskin,
Program Biaya Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa SD dan SMP, Bantuan Langsung
Tunai (BLT), Beras Miskin (Raskin), Program Keluarga Harapan (PKH), PNPM
Mandiri, dan lainnya.
Pemerintah Propinsi dalam bidang kesehatan juga
mengalokasikan anggaran yang cukup besar dalam Program Jaminan Kesehatan Sosial
(Jamkesos), sedangkan dari Pemerintah Kabupaten adanya Program Jaminan
Kesehatan Daerah (Jamkesda). Selain itu pemerintah Kabupaten juga
mengalokasikan bantuan sosial untuk penyandang cacat, Organisasi Sosial,
Majelis Taklim, Kelompok-kelompok Usaha, Kaum Rois, dan Rumah Tangga Miskin.
Kelembagaan
lokal merupakan Potensi dan Sumber
Kesejahteraan Sosial (PSKS) yang cukup berperan dalam peningkatan taraf
kehidupan masyarakat. Kelembagaan dan organisasi di Desa Wates tergolong kepada
kelembagaan dan organisasi formal dan non formal. Lembaga formal adalah lembaga
yang dibentuk oleh pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat
disekitarnya secara administratif maupun secara fungsional sesuai dengan tugas
pokok dan fungsi lembaganya. Sebagai contoh dalam bidang perekonomian
Pemerintah Kabupaten membentuk Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang diberi nama
LKM Binangun. Lembaga ini mendapatkan hibah dana dari Pemerintah Kabupaten yang
cukup besar untuk dikelola oleh masing-masing desa dalam upaya pengembangan
usaha-usaha ekomoni mikro dengan sistem kredit bunga murah, tanpa agunan, dan
mudah diakses oleh masyarakat.
Dalam
bidang sosial keberadaan kelompok-kelompok PKK baik di tingkat desa dan dusun
juga memeberikan sumbangan besar bagi kehidupan bermasyarakat. Sedangkan
lembaga non formal adal lembaga atau
organisasi yang dibentuk oleh inisiatif warga masyarakat. Sebagaimana diketahui bahwa kelembagaan dapat
berbentuk organisasi ataupun nilai, aturan dan kesepakatan yang berlaku dan
dipatuhi oleh masyarakat. Sebagai contoh adalah kelompok-kelompok arisan warga
dan majelis taklim, dimana kepedulian terhadap anggota kelompoknya cukup tinggi
seperti dengan adanya dana sosial yang digunakan untuk membantu anggota
kelompok yang terkena musibah.
II. PROFIL RUKUN WARGA
Wilayah paling Selatan dari Desa Wates adalah RW 38, yang merupakan bagian
dari Pedukuhan Sebokarang Desa Wates. Wilayah ini berpenduduk 374 jiwa dengan
jumlah Kepala Keluarga 83 KK, dan terbagi dalam 3 (tiga) Rukun Tetangga yaitu
RT 84, RT 85 dan RT 86. Penduduk sebagian besar merupakan petani, karena di
wilayah ini masih tersedia cukup lahan untuk bertani. Ikatan sosial warga cukup
erat, dengan adanya berbagai kelembagaan non formal yang berkembang seperti
kegiatan majelis taklim dan arisan. Dalam kelompok ini mereka saling
berinteraksi, bertukar pikiran dan pengalaman serta berbagi rasa satu dengan
yang lain, sehingga jalinan kekeluargaan antar warga cukup erat. Ketua RW yaitu
S (inisial) merupakan tokoh masyarakat yang disegani dan menjadi panutan warga
RW 38. Ketua RW dipilih oleh masyarakat dalam sebuah musyawarah warga.
RW 38 merupakan wialyah dengan potensi kemiskinan cukup tinggi di wilayah
Desa Wates, yaitu dari seluruh Keluarga Pra Sejahtera di Desa Wates yang
berjumlah 538 KK, 23 KK merupakan
keluarga di RW 38. Hal ini mungkin disebabkan karakteristik penduduk yang
sebagian besar merupakan petani buruh, pekerja serabutan serta wilayah yang
berada di pinggiran. Berbagai program layanan sosial yang dilaksanakan
pemerintah di wilayah RW 38 antara lain :
1.
Beras Miskin (Raskin)
Raskin merupakan
pelayanan sosial yang merupakan program pemerintah pusat yang terdapat di
wilayah RW 38. Terdapat 13 (tiga belas) Rumah Tangga Miskin yang terdaftar
sebagai penerima bantuan beras miskin dengan rincian di RT 85 sebanyak 7 (tujuh)
Rumah Tangga Miskin, di RT 85 sebanyak 4 (empat) Rumah Tangga Miskin dan RT 86
sebanyak 2 (dua) Rumah Tangga Miskin.
2.
Bantuan Langsung Tunai (BLT)
Tahun
2009 penerima BLT di RW 38 jumlahnya sama dengan Rumah Tangga Miskin Penerima
Beras Miskin yakni sebanyak 13 (tiga belas) KK. Sebagian besar penerima
merupakan penduduk yang tidak mempunyai pekerjaan tetap, bekerja sebagai buruh
serabutan tukang becak, penjual sayur keliling, janda, serta keluarga lansia.
Tidak semua Keluarga yang masuk dalam kategori Pra Sejahtera mendapatkan BLT,
maupun Raskin, hal ini disebabkan keterbatasan kuota yang ada, sehingga atas
permusyawaratan warga, hanya yang betul-betul miskin (miskin absolut) yang
diberi jatah bantuan tersebut.
3.
Program Keluarga Harapan ( PKH)
Penerima
Program PKH di RW 38 sebanyak 7 Kepala Keluarga, yakni keluarga yang masih
menangung biaya pendidikan sekolah, keluarga muda yang baru memiliki anak yang
ke depan diharapkan bantuan ini mampu memberikan stimulus untuk dapat lepas
dari belenggu kemiskinan.
4.
Program Jaminan Kesehatan
Program
Jaminan Sosial bidang kesehatan yang ada baik dari pemerintah Pusat berupa
Jamkesmas, Pemerintah Propinsi berupa Program Jamkesos dan Pemerintah Kabupaten
berupa Program Jamkesda mampu menjangkau seluruh Miskin baik yang masuk
kategori Pra Sejahtera, dan Keluarga Sejahtera I di wilayah RW 38. Tujuan
program ini adalah memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi warga miskin,
sehingga jangan sampai keluarga miskin yang sakit makin menderita akibat biaya
pelayanan kesehatan yang ada.
5.
Kelompok Usaha Bersama (KUBE)
Bantuan
usaha ini diberikan dalam bentuk bantuan hewan Ternak Sapi yang diberikan
kepada 2 Kelompok Usaha. Pengelolaan dilaksanakan secara berkelompok dengan
dengan adanya Kandang Kelompok, pembagian tugas dan hasil dimusyawarahkan
berdasarkan keterlibatan masing-masing anggota dalam kelompok.
6.
Pelayanan Sosial lainnya
Pelayanan
Sosial bagi masyarakat dalam berbagai bidang dilaksanakan oleh berbagai
kelembagaan lokal yang ada di wilayah Pedukuhan Sebokarang maupun Desa Wates.
Sebagai contoh kegiatan posyandu yang dilaksanakan setiap minggu pertama setiap
bulannya dengan kegiatan penimbangan balita, serta kegiatan pemberian gizi/makanan
tambahan yang dilakukan oleh para kader Posyandu setiap sebulan sekali
bertempat di Rumah Dukuh Sebokarang. Dalam kegiatan ini sesekali juga
diberikan penyuluhan oleh para kader dan petugas medis dari Dinas
Kesehatan/Puskesmas tentang Pola-pola hidup sehat.
Pelayanan
Sosial yang lain misalnya dalam bidang keagamaan adanya Majelis Taklim baik
untuk Ibu-ibu maupun Bapak-bapak yang biasanya dilaksanakan pada malam hari.
Dalam kegiatan ini biasanya diselingi dengan kegiatan arisan, pengumpulan dana
sosial, zakat yang peruntukannya digunakan oleh kelompok itu sendiri, yaitu
membantu anggota yang mengalami berbagai permaslahan seperti sakit, meninggal
dunia, atau terkena musibah yang lain.
Kegiatan ini
sangat bermanfaat bagi masyarakat untuk mempererat jalinan sosial antar warga.
Pelayanan
sosial di dalam bidang keamanan lingkungan yakni dengan keberadaan satu unit
poskamling di RW 38 yang jadwal rondanya diatur bergiliran sedemikian rupa
sehingga tiap Kepala Keluarga di wilayah RW masing-masing merasakan dan
mendapatkan jatah ronda. Dalam kegiatan ini setiap malamnya masing-masing
petugas ronda harus berkeliling dari rumah ke rumah untuk mengadakan ”jimpitan” yaitu kegiatan pengumpulan
beras, dimana setelah terkumpul kemudian digunakan untuk kepentingan bersama.
III. PROFIL RUMAH TANGGA MISKIN
A. Tukang Becak, Riwayatmu Kini..!
![]()
Gambar
: Mas Puji dan Becaknya
|
Mas
Puji warga RT. 84 RW 38 Dusun Sebokaran Kecamatan Wates adalah
salah satu dari puluhan tukang becak yang sehari-hari mangkal di Pasar Wates.
Dini hari sekitar pukul 04.30 dia sudah harus mengayuh becaknya menuju Pasar
Wates untuk mengantar pedagang sayur pasar pagi yang menjadi langganannya.
Jaraknya tidak begitu jauh dari rumahnya, hanya sekitar 700 meter. Aktivitas
di Pasar Pagi Wates sudah dimulai sekitar Pukul
04.00 WIB, dimana para pedagang
sayuran dari beberapa penjuru sudah
|
berkumpul dan memajang
dagangannya Mas Puji pun dengan telaten membantu pedagang langgananya untuk
mengumpulkan dan menata sayuran di becaknya, kemudian membawanya ke Kios untuk
diecerkan pada warga. Sekitar Pukul 06.30 Mas Puji kemudian mengayuh Becaknya
untuk mengantar langganan anak sekolah, dan kemudian menjemput ketika anak itu
sudah pulang. Pagi-siang-sore Mas Puji tidak mengenal lelah mengayuh becaknya
demi lembaran uang ribuan yang diterimanya.
Begitulah
gambaran kegiatan Mas Puji pada setiap harinya. Sebagai seorang kepala keluarga
ia bertanggung jawab untuk menafkahi istri dan anak semata wayangnya yang tahun
ini akan masuk SMP. Pengahsilannya tidak menentu, kadang kalau hujan terus
tidak ada penghasilan sama sekali, namun kalau pas ramai juga lumayan untuk
mencukupi kebutuhan sehari-hari. Kalau dirata-rata penghasilan sebulan sekitar
Rp. 300.000,- s/d Rp. 400.000,-. Tentu
dengan jumlah uang tersebut hanya cukup untuk makan minum sehari-hari, dan
itupun sederhana sekali. Belum lagi kenaikan harga Sembako yang tak pernah
turun lagi, membuat keluarga Mas Puji harus banting tulang setiap hari. Istri
Mas Puji juga berusaha membantu mencari tambahan penghasilan dengan menjadi
buruh cuci di sekitar rumahnya. Dalam sebulan rata-rata mendapatkan tambahan
penghasilan Rp. 150.000,- dari hasil mencuci tersebut.
Berikut
adalah genogram yang menggambarkan silsilah dan hubungan keluarga Mas Muji :
![]() |
![]() |
|
|

|


![]() |
Gambar
1.1 : Genogram Keluarga Mas Puji
Meskipun
termasuk keluarga miskin, keluarga Mas Puji memiliki hubungan yang baik dengan
masyarakat sekitarnya. Dari hubungan baik tersebut maka banyak warga sekitar
menjadi simpati dan berusaha membantu keluarganya baik berupa bantuan material,
maupun lainnya termasuk pekerjaan-pekerjaan serabutan yang bisa menambah
penghasilan.
Program
pelayanan sosial yang diterima keluarga ini yaitu Beras Miskin (Raskin), PKH,
Jamkesmas serta di sekolah anaknya mendapatkan program BOS, sehingga biaya
sekolah menjadi gratis. Dalam kegiatan kemasyarakatan baik ronda, arisan,
majelis taklim, dan kelompok PKK keluarga ini juga tergolong aktif. Berikut
adalah bagan Ecomap Keluarga mas Muji yang menggambarkan hubungan keluarga ini
dalam lingkungan sosialnya.


|

|
|||
![]() |
Gambar
1.2 : Ecomap Keluarga Mas Puji

: Mudah diakses


Dalam
hal kepemilikan asset, keluarga Puji tinggal di rumah semi permanen dengan
lantai yang masih dari tanah dengan ukuran 6x8 m2, perabot rumah tanggapun
cukup sederhana dan terbatas. TV berwarna 14’ sudah sering rusak, becak tua,
almari pakaian dari kayu, kompor gas pembagian pemerintah, serta yang lain.
Walau hidup sederhana namun keluarga ini mampu menikmatinya dengan bersahaja.
B.
Mbak
Yati (Pedagang Sayur)
Tanggal
13 Maret 2005 yang lalu merupakan saat menyedihkan bagi Keluarga Mbak Yati
(Nama Panggilan), dimana saat itu suaminya meninggal karena kecelakaan lalu
lintas. Kini ia hidup dengan dua anak perempuannya yang masih kecil-kecil. Anak
sulung berumur 14 tahun dan masih duduk di bangku kelas 2 sebuah SMP Negeri di
Wates, sedang adiknya berumur 10 tahun dan masih duduk di Kelas 4 Sekolah Dasar.
Mbak Yati tinggal di RT. 85 RW.38 Dusun Sebokarang Desa Wates, di sebuah rumah
yang cukup sederhana. Semenjak suaminya meninggal rumah belum pernah
direnovasi, sehingga terjadi kerusakan disana-sini.
Sebagai
seorang Janda tanpa penghasilan yang tetap, harus menghidupi keluarga,
menyekolahkan anak, biaya sosial yang cukup tinggi tentu merupakan hal yang
cukup berat baginya. Beruntung pemerintah memberikan bantuan dalam bentuk BLT,
yang walaupun jumlahnya Cuma Rp. 100.000, - per bulan namun hal itu dirasakan
cukup membantu Mbak Yati dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari, terutama untuk
uang saku anak-anaknya sekolah. Meskipun Sekolah SD dan SMP sudah gratis dengan
adanya Program BOS, namun perlu biaya untuk transportasi dan uang saku yang
rutin harus keluar tiap pagi.

Gambar : Mbak Yati menunggu
pembeli yang datang
Untuk
usaha dagangnya Mbak Yati memanfaatkan pinjaman dari Kelompok Arisan di
kelompok PKK yang diikutinya, dengan bunga yang ringan dibanding rentenir pasar
hal ini cukup membantunya untuk membeli barang dagangan yang akan dijualnya
kembali di Pasar Pagi Wates dan Pasar Teteg. Beralaskan Karpet Lusuh sayuran
digelar di pinggir jalanan agar para pembeli lebih bebas untuk memilihnya.
Barang dagangan biasanya ia langsung membeli dari petani di sekitar Wates atau
dari para pengepul di Pasar. Pisang, Kacang Panjang, Bayam, Singkong, dan
sayuran lainnya merupakan dagangan yang biasanya ia jual. Keuntungan yang
diperoleh juga tidak seberapa karena modalnya juga terbatas, kadang 10 hingga
20 ribu sehari. Sayuran yang tidak laku di Pasar kemudian dijual di rumahnya
kepada para tetangga sekitar.
Keluarga
terdekat dan tetangga cukup peduli dengan kehidupannya. Berikut adalah Genogram
yang menunjukkan hubungan silsilah keluarganya :
![]() |
|
|

Gambar
1.1 : Genogram Keluarga Mbak Yati


Gambar
1.2 : Ecomap Keluarga Mas Puji

: Mudah diakses


IV. ANALISA BERDASARKAN PERPEKTIF TEORI
KEMISKINAN
Kemiskinan disebabkan banyak faktor. Jarang ditemukan
kemiskinan yang hanya disebabkan oleh faktor tunggal. Seseorang atau keluarga
miskin bisa disebabkan oleh bebrapa faktor yang saling terkait satu sama lain,
seperti mengalami kecacatan, memiliki pendidikan rendah, tidak memiliki modal
dan keterampilan untuk berusaha, tidak tersedianya kesempatan kerja, terkena
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), tidak adanya jaminan sosial (pensiun,
kesehatan, kematian) atau hidup di lokasi terpencil dengan sumber daya alam dan
infrastruktur yang terbatas ( Suharto, 2009).
Berdasarkan hasil Studi Smeru
(Suharto, 2009), menunjukan sembilan kriteria yang menandai kemiskinan, yaitu :
- Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi
dasar ( sandang, pangan, papan)
- Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat
fisik maupun mental
- Ketidakmampuan atau ketidakberuntungan sosial
( anak terlantar, wanita korban tindak kekerasan rumah tangga, janda
miskin, kelompok marjinal dan terpencil )
- Rendahnya kualitas sumber daya manusia ( buta
huruf, rendahnya pendidikan dan keterampilan, sakit-sakitan) dan
keterbatasan sumber alam ( tanah tidak subur, lokasi terpencil, ketiadaan
infrastruktur jalan, listrik, air )
- Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat
individual ( rendahnya pendapatan dan aset) maupun massal ( rendahnya
modal sosial, ketiadaan fasilitas umum )
- Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan
mata pencaharian yang memadai dan berkesinambungan.
- Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar
lainnya ( kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih, dan transportasi )
- Ketiadaan jaminan masa depan ( karena tiadanya
investasi untuk pendidikan dan keluarga atau tidak adanya perlindungan
sosial dari negara dan masyarakat)
- Ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial
masyarakat.
Sedangkan
menurut Malasis (1975), penyebab kemiskinan dapat digambarkan dalam sebuah
lingkaran kemiskinan sebagai berikut :

Gambar : Lingkaran
Kemiskinan (Malassis, 1975)
Dari
kedua contoh profil kasus kemiskinan di atas (keluarga Mas Puji dan Mbak Yati)
dapat diambil beberapa kesimpulan tentang beberapa faktor yang menjadi penyebab
terjadinya kemiskinan :
1.
Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup
dasar, seperti sandang, pangan, papan. Hal ini terlihat dari kondisi rumah yang
sangat sederhana, asupan gizi keluarga yang kurang, serta kemampuan membeli
pakaian yang terbatas.
2.
Ketidakmampuan atau ketidakberuntungan sosial,
seperti kondisi mbak Yati yang Janda akibat ditinggal mati oleh suaminya.
3.
Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat
individual yakni akibat rendahnya pendapatan dan kepemilikan aset. Naiknya
harga kebutuhan pokok sering menjadi pemicu utama terjadinya permasalahan,
karena tidak diimbangi kenaikan pendapatan keluarga.
4.
Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata
pencaharian yang memadai dan berkesinambungan. Penyebabnya rendahnya skill,
pendidikan, modal, serta kurangnya jaringan sosial.
5.
Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar
lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih, dan transportasi).
Meskipun sudah ada Jamkesmas, BOS, PKH dan Program bantuan lainnya, namun
pemenuhan kebuthan dasar lainnya masih sangat terbatas.
6.
Ketiadaan jaminan masa depan yaitu seperti
rendahnya saving dan investasi pendidikan bagi anak-anak karena biaya
pendidikan yang semakin tinggi. BOS hanya berlaku untuk SD dan SMP, sedangkan
untuk meneruskan pendidikan ke jenjang SLTA biayanya sudah cukup besar.
Solusi mengatasi
masalah kemiskinan juga harus komprehensif dan berkesinambungan. Penanggulangan Kemiskinan (Penduduk Desa) menurut Rahasan
dan Kamaruddin (1993: 5 – 7) :
1.
Program
penanggulangan kemiskinan haruslah program yang dilandaskan pada kegiatan
peningkatan kemampuan untuk menghasilkan income bagi kegiatan tersebut.
2.
Diterapkannya
secara utuh prinsip pembinaan dengan pendekatan kelompok, kemitraan, keluarga
serta berprinsip pada keserasian dan keswadayaan, belajar sambil bekerja dan
kepemimpinan dari masyarakat itu sendiri.
3.
Dirancangkannya
pola pelatihan bagi petugas pembina yang mampu meningkatkan antusiasisme,
dedikasi dan kemampuan para petugas pembina dalam menggali dan mengembangkan
aspirasi keluarga miskin,
4.
Diterapkannya
pola kredit yang memdidik dan disiplin bagi masyarakat miskin sehingga pada
akhirnya mempunyai kredibilitas untuk berhubungan dengan Bank secara norma.
5.
Diterapkannya
cara kerja yg terbuka diantara petugas pembina, sehingga memacu kreativitas dan
produktivitas kerja.
6.
Dilaksanakannya
latihan kepemimpinan perencanaan partisipatif sehingga tumbuh kesatuan
kepemimpinan dan perencanaan dalam penanggulangan kemiskinan.
7.
Digunakannya
berbagai kredit untuk berbagai macam usaha memiliki peluang pasar terbesar.
8.
Digunakannya
prinsip pendekatan kelompok, keluarga, keserasian, kepemimpinan dari kelompok,
kemitraan, swadaya, dan belajar sambil bekerja.
.
No comments:
Post a Comment