1. Anak Sebagai Aktor
Sosial.
Bronfenbrenner (1999)
memandang Anak sebagai actor sosial yang berkembang dalam lingkungan ekologisnya.
Suatu system sosial di dalam struktur
yang saling bersarang yang satu berada dalam yang lain di lingkup keluarga,
sekolah dan masyarakat (Mikro, Mezzo dan Makro). Disisi lain seorang ahli
memandang anak sebagai subyek yang aktif, sebagaimana dikemukakan oleh Jenks
(1997) Anak merupakan dan harus
dipandang sebagai subyek yang aktif dalam kontruksi dan determinasi dari
kehidupan sosial mereka sendiri, kehidupan diseputar mereka dan dari keluarga ,
lingkungan sekolah, masyarakat dimana mereka berada Anak subyek aktif dari
struktur dan proses sosial yang ada.
Menurut Hurlock (1992) anak adalah saat
yang dimulai setelah melewati masa bayi yang penuh ketergantungan kira-kira
usia 2 tahun sampai saat anak matang secara seksual kira-kira 13 tahun untuk
perempuan dan 14 tahun untuk laki-laki. Implikasi dari pengertian tersebut
adalah bahwa pada sebuah keluarga terdapat anak-anak yang menjadi tanggung
jawab orang tua baik yang masih dalam kandungan, masa bayi hingga mencapai usia
dewasa dan mandiri.
Di dalam Undang-undang No. 23 tahun
2002 tentang Perlindungan Anak, disebutkan bahwa pengertian sebagai berikut: ”Anak adalah seseorang yang belum berusia 18
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”. Pengertian tersebut
berbeda dengan anak menurut Undang-Undang No.4 tahun 1979 tentang
ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial yang disebut anak adalah mereka
yang berusia belum mencapai 21 tahun.
Di dunia internasional usia anak yang ditetapkan oleh Konvensi PBB
tentang Hak Anak disebutkan bahwa anak adalah mereka yang berusia dibawah 18
tahun. Dalam penelitian ini anak yang menjadi sasaran uji coba adalah mereka
yang berusia 7 sampai dengan 18 tahun.
2.
Hak Anak Dalam Perlindungan Sosial
Menurut UU No.23 tahun 2002 tentang
Perlindungan anak, yang dimaksud dengan perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Perlindungan anak
juga termaktub didalam Konvensi hak anak yang sudah diratifikasi oleh
Pemerintah pada tahun 1990. Menurut konvensi tersebut, anak mempunyai beberapa hak yaitu: hak untuk
hidup layak, hak untuk berkembang, hak untuk dilindungi, hak untuk berperan
serta, hak untuk memperoleh pendidikan dan hak untuk menolak menjadi pekerja
anak.
Hak anak didalam UU No.23 tahun 2002 yang menjadi acuan
kebijakan perlindungan anak mencakup:
a.
Hak untuk hidup, tumbuh kembang dan berpartisipasi
secara wajar sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusian.
b.
Hak untuk mempunyai nama sebagai identitas dan status
kewarganegaraan.
c.
Hak untuk beribadah sesuai dengan agamanya
d.
Hak untuk berpikir dan berekpresi sesuai dengan tingkat
kecerdasarn dan usianya dalam bimbingan orang tua.
e.
Hak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh
oleh orang tuanya sendiri.
f.
Hak untuk mendapatkan pengasuhan pengganti
g.
Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan jaminan
sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental , spiritual dan sosial.
h.
Hak untuk memperoleh pendidikan dalam rangka
mengembangkan pribadi dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat, bakat dan
kemampuannya.
i.
Hak untuk menyatakan pendapat dan informasi, menerima dan
mencari informasi sesuai dengan kecerdasan, kesusilaan dan kepatutan.
j.
Hak untuk istirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul
dengan teman sebaya, bermain, berekreasi sesuai dengan minat, bakat dan tingkat
kecerdasan.
k.
Hak anak cacat untuk memperoleh rehabilitasi, bantuan
sosial dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial
l.
Hak untuk memperoleh perlindungan dan bantuan hukum ,
perlindungan dari segala bentuk kekerasan, penyalahgunaan dan diskriminasi.
3.
Kebutuhan Dasar Bagi Anak
Prasyarat utama agar anak dapat tumbuh
dan berkembang secara normal adalah
terpenuhinya kebutuhan dssar anak. Menurut Dubowitz (2000), kebutuhan dasar
anak meliputi makanan yang memadai,
pakaian, perumahan, perawatan dan kesehatan, pendidikan, pengawasan,
perlindungan dari lingkungan yang berbahaya, perawatan asuhan, kasih sayang
dukungan dan cinta.
Departemen Sosial (2005) menyebutkan
kebutuhan anak antara lain :
a. Kebutuhan fisik, yaitu kebutuhan yang terkait langsung
dengan pertumbuhan fisik organis anak, seperti kebutuhan makan, sandang, dan
papan.
b. Kebutuhan belajar, yaitu kebutuhan yang terkait
langsung dengan kecerdasan dan kepribadian anak seperi sarana pendidikan dan
bimbingan budi pekerti.
c. Kebutuhan
psikologis, yaitu kebutuhan yang terkait langsung dengan perkembangan psikis
anak seperti rasa aman, kasih sayang dan perhatian.
d. Kebutuhan religius, yaitu jenis kebutuhan yang
terkait dengan perkembangan rohani anak.
e. Kebutuahan
sosial, yaitu kebutuhan yang terkait dengan perkembangan anak untuk
berinteraksi dengan orang lain sebagai anggota keluarga maupun anggota
masyarakat,
Sedangkan
menurut Garrison (Mappiare,1987) anak memiliki kebutuhan-kebutuahan yang khas
antara lain:
a. kebutuhan akan kasih sayang
b. kebutuhan akan keikutsertaan dan diterima dalam
kelompok
c. kebutuhan untuk berdiri sendiri
d. kebutuhan untuk berprestasi
e. kebutuhan akan pengakuan dari orang lain.
f. kebutuhan untuk dihargai
g. kebutuhan untuk memperoleh falsafah hidup.
2. Kesejahteraan
Dan Pelayanan Sosial Anak
Undang-
undang No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menyebutkan bahwa
kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan anak
yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar baik secara
rohani, jasmani maupun sosial. Untuk mewujudkan kesejahteraan sosial anak, maka
dibutuhkan pelayanan sosial bagi anak.
Sebagai berikut:
a.
Meningkatkan aksesbilitas penyandang masalah
kesejahteraan sosial terhadap pelayanan sosial anak.
b.
Meningkatkan kualitas hidup penyandang masalah
kesejahteraan sosial anak sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.
c.
Meningkatkan kemampuan dan kepedulian sosial komunitas
masyarkat dalam pelayanan kesejahteraan sosial
anak secara melembaga dan berkelanjutan.
d.
Meningkatkan ketahanan sosial anak, keluarga dan
komunitas masyarakat dalam mencegah dan menangani permasalahan kesejahteraan
sosial anak.
Pelayanan
sosial bagi anak diberikan dikarenakan anak sering kali mengalami masalah
terutama masalah terkait dengan tindak kekerasan dalam bentuk :
a. Fisik
Setiap tindakan yang
menyebabkan luka/sakit pada fisik anak, yang bukan disebabkan oleh ketidaksengajaan
termasuk pemberian tugas yang melampaui batas kemampuan anak untuk
menanggungnya secara aman
b.
Psikologis
· Setiap
tindakan yang menyebabkan tekanan emosional (takut, malu, sedih) dan gangguan
terhadap perkembangan perilaku anak (minder, terasing, penakut).
·
Merendahkan martabat anak
c.
Eksploitasi Seksual
·
anak
yang dilacurkan
·
dilibatkan
dalam produksi pornografi, pornoaksi
· Pemaksaan/ Perlakuan Salah
secara seksual
d. Ekonomi
·
Penggunaan
tenaga anak untuk bekerja
· Anak <12
tahun terlibat dalam kegiatan ekonomi
· 12-14 tahun
terlibat dalam pekerjaan yang berat (lebih dari 4 jam)
· Anak dilibatkan dalam
bentuk pekerjaan terburuk untuk anak
Sedangkan menurut
Konvensi ILO 182, Bentuk-bentuk
pekerjaan terburuk untuk anak meliputi:
a
Perbudakan atau praktek sejenis perbudakan;
b
Pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk
pelacuran, untuk produksi pomografi, atau untuk
pertunjukan-pertunjukan porno.
c
Penglibatan anak dalam bisnis narkoba
d
Pekerjaan yang sifat atau keadaan tempat pekerjaan itu
dilakukan dapat membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak-anak.
e Pengabaian pemenuhan kebutuhan hidup dan pengasuhan, perawatan & pemeliharaan
sehingga mengganggu tumbuh-kembang anak
f Membiarkan anak dalam situasi
bahaya
Menurut Muhidin (1997
) Pelayananan sosial anak terdiri dari:
a.
Pelayanan dalam keluarga
Pelayanan
pengasuhan anak dalam keluarga dengan supervisi dari seorang pekerja sosial
yang ditugaskan untuk membantu keluarga yang tidak mampu menjalankan peran
pengasuhannya.
b.
Pelayanan anak diluar keluarga
Pelayanan
pengasuhan anak pada keluarga lain atau adopsi dengan pengawasan seorang
pekerja sosial selama waktu tertentu diharapkan akan dapat kembali ke dalam
asuhan orang tuanya lagi.
c.
Pelayanan anak di Institusi.
Pelayanan
pengaruhan anak pada panti asuhan baik yang dimiliki pemerintah maupun swasta
yang dapat menampung dan menyediakan kebutuhan anak.
Depsos (2004)
menyebutkan beberapa jenis pelayanan sosial bagi anak antara lain:
a.
Pelayanan Sosial
Di dalam Panti
Pelayanan asuhan anak yang ditempatkan di dalam insitusi
panti yang disediakan pemerintah yang menampung terutama anak terlantar dari
keluarga miskin dan tidak mempunyai lagi salah satu atau kedua orang tuanya.
b.
Pelayanan Sosial Di Luar Panti.
Pelayanan asuhan anak tetap pada keluarga namun dibawah pengawasan
salah satu panti baik milik pemerintah maupun swata yang selanjutnya pihak panti membantu
kebutuhan anak seperti makanan, sandang dan lainnya.
c.
Pelayanan Sosial Di Berbasis Keluarga.
Pelayanan asuhan anak tetap pada keluarga, namun orang
tua anak diberikan bantuan modal dan keterampilan untuk meningkatakan kemampuan
ekonomi dan pemenuhan kebutuhan keluarga.
No comments:
Post a Comment