Search This Blog

Search This Blog

Thursday, January 8, 2015

PERAN PEREMPUAN DI LUAR RUMAH



Oleh Nurani Kusnadi

PENDAHULUAN

            Peran perempuan dalam kehidupan masyarakat akan terimplementasi terhadap kewajiban, sikap dan harapan perempuan sesuai dengan status yang di sandangnya. Peran perempuan dalam masyarakat merupakan aspek dinamis artinya peran yang disandang perempuan dapat berubah rubah sesuai dengan kewajiban yang dilaksanakan dan hak yang diinginkannya. Seperti yang dikemukakan oleh Aminudin Ram (1999:118) bahwa : Mempelajari peranan sekurang kurangnya melibatkan dua aspek yaitu :
  1.  Kita harus belajar melaksanakan kewajiban dan menuntut hak hak suatu peran.
  2.  Kita harus memiliki sikap, perasaan dan harapan harapan yang sesuai dengan  
              peranan tersebut.

Aspek peranan mencakup berbagai hal yang sangat luas sebagaimana yang
dikemukakan oleh Soerjono Soekamto (2001:224) bahwa peranan mencakup tiga hal :
     1. Peranan meliputi norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang
         dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan peraturan
         yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.
     2. Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang bisa dilakukan oleh suatu individu
         dalam masyarakat sebagai suatu organisasi.
     3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting dari struktur
         sosial.
            
            Berdasarkan pendapat di atas, peranan dapat diartikan bahwa perempuan mempunyai peranan yang sangat luas dalam masyarakat, dan kehidupan perempuan saat ini di tuntut berperan dalam berbagai sector kehidupan dan perempuan dapat dengan  leluasa melakukan kegiatan di luar rumah baik dalam pekerjaan yang produktif maupun yang non produktif.
           
            Kegiatan yang produktif adalah kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan yang menghasilkan uang. Sedangkan kegiatan yang non produktif adalah kegiatan kegiatan yang tidak menghasilkan uang. Tetapi tentunya dalam kehidupan perempuan saat ini kedua duanya dilakukan oleh hampir semua perempuan terutama perempuan yang ada di perkotaan.

             Seperti yang dikemukakan oleh Loekman Sutrino (1997:68) bahwa peran wanita :
1.     Sebagai tenaga kerja dan dalam profesi, bekerja di pemerintahan, perusahaan
     swasta, dunia politik, berwiraswasta dan sebagainya untuk menambah
      penghasilan rumah tangga
2.     Sebagai anggota organisasi masyarakat terutama organisasi perempuan, badan sosial    dan sebagainya untuk menyumbangkan tenaga kepada masyarakat.

            Dalam melaksanakan perannya di luar rumah apakah bekerja di sektor pemerintahan, di perusahaan swasta, berwiraswasta,  atau terjun kedunia politik tentunya perempuan harus memiliki kemampuan yang dapat digunakan untuk menjalankan peran yang diinginkannya, agar perempuan dapat menjalankan tugas tugas yang harus diperannkannya secara benar dan bertanggung jawab.
           
            Seperti yang sering kita dengar,  kita lihat dan kita baca melalui media cetak maupun media elektronik tentang pembantu rumah tangga yang mendapat perlakuan yang tidak baik dari majikannya di luar negri, salah satunya adanya kurangnya pemilikan keterampilan dan kemampuan lain yang diperlukan dalam melaksanakan perannya sebagai pembantu rumah tangga. Untuk menjadi pembantu rumah tangga bukan hanya diperlukan keterampilan mencuci dan memasak tetapi juga penyesuaian diri, memahami budaya dan kebiasaan yang perlu juga mendapat perhatian maupun pemahaman. Sehingga apa yang di perankan oleh pembantu rumah tangga tidak sesuai dengan harapan dari majikannya. Seperti yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto bahwa peranan adalah bagian dari aktivitas yang dimainkan oleh seseorang.            
            Kalau seseorang salah dalam melakukan aktivitasnya maka akan salah terhadap pelaksanaan peran. Seperti yang dikemukakan oleh Kartini (1990;350) bahwa peranan adalah bagian yang dimainkan oleh seseoang. Sedangkan menurut Garna (1996:172) peran adalah : pola tingkah laku yang diharapkan (expected behavior) terkait dengan status sosial tertentu, keteraturan, aturan dan norma di pandang sebagai suatu peran, artiny pola tingkah laku tertentu yang diharapkan harus dilakukan oleh seseorang yang memegang status. Status adalah kedudukan sosial seseorang dalam suatu sistem sosial yang pada umumnya merupakan suatu kumpulan hak, kewajiban dan tak harus memiliki hirarkhi.dan status sosial adalah reputasi yang terkait dengan kedudukan seseorang dalam masyarakat. Status sosial tidak terpisah dari peranan.

            Dengan demikian maka perempuan dalam melaksanakan peran di luar rumah harus melaksanakan peran sesuai dengan statusnya, kalau dia berstatus sebagai pegawai dia harus berperan sebagai pegawai misalnya : disiplin, bertanggung jawab, mengerti hak dan kewajiban, berprilaku santun. Kalau status dia sebagai guru harus berperan sebagai guru misalnya : sopan, pintar, ramah, disegani, berprikebadian dll. Sehingga kalau perempuan salah melaksanakan perannya maka dia akan salah dalam menjalankan kehidupannya. Hal ini perlu dilakukan oleh perempuan karena kalau perempuan akan berkiprah dalam kehidupan masyarakat dan harus ada respon dari orang orang yang ada di sekeliling kita, seperti yang dikemukakan oleh Blumer dan Mead Herbert (1965:535) yang mengatakan bahwa ”manusia tidak akan mampu melaksanakan peranannya, merespons nilai serta struktur sosial yang ada juga secara aktif menciptakan peranannya dalam masyarakat tampa bantuan manusia lain.

            Peran merupakan aspek yang dinamis dari status, Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya, maka dapat dikatakan telah menjalankan suatu peran. Demikian pula kedudukan yang disandang oleh perempuan baik sebagai apapun kedudukannya harus berperan sesuai dengan apa yang harus diperankannya. Soekamto (1989:222) menyebutkan tujuan peran adalah agar antara individu yang melaksanakan peran tadi denganorang lain disekitarnya terdapat hubungan yang diatur oleh nilai nilai sosial yang diterima dan ditaati olehkedua belah pihak.    

            Chnoy (1961:31) mengemukakan tentang pentingnya peran dalam mengatur perilaku seseorang, karena peranan menyebabkan seseorang pada batas batas tertentu dapat meramalkan perbuatan orang lain, sehingga orang bersangkutan akan berusaha menyesuaikan prilaku sendiri dengan prilaku orang lain, sehingga orang yang bersangkutan akan berusaha menyesuaikan prilaku sendiri dengan prilaku orang orang sekelompoknya. Dan peran yang harus dilakukan oleh perempuan adalah yang berkaitan dengan produktif dan non produktif. Kegiatan yang produktif adalah : bekerja, berjualan, aktif dalamorganisasi, memberikan ceramah,  dll sedangkan peran yang non produktif adalah belanja, pergi ke salon, merealisasikan hoby dll. Dalam kehidupan ada orang yang hanya melakukan kegiatan produktif dan ada yang hanya melaksanakan kegiatan non produktif atau melakukan kedua duanya, tentunya ada yang kedua duanya dilakukan secara seimbang atau hanya sebagian saja.
           
PEMBAHASAN
1.Kegiatan Produktif dan non produktif

          Kegiatan produktif adalah kegiatan yang dilakukan di luar rumah dan umumnya menghasilakan uang, tetapi di satu sisi mereka melakukan kegiatan di luar rumah untuk bekerja membantu perekonomian keluarga tetapi disi lain perempuan tetap dituntut untuk melasanakan pekerjaan rumah tangga, apalagi untuk mengmbangkan hobi yang sifatnya non produktif, masih banyak perempuan yang belum bisa melakukannya karena berbagai alasan salah satunya adalah ekonomi. Hal ini yang menyebabkan perempuan kurang berperan secara sempurna dalam melaksanakan kegiatan kegiatan di luar rumah karena saat di luar rumah pekerjaan di dalam rumah tidak bisa terabaikan begitu saja sehingga kadang menggangu konsentrasi pelaksanaan kegiatan di luar rumah. Hal ini akan sangat terasa semakin berat oleh perempuan perempuan yang bekerja di sektor formal.
Sebelum mengamati kegiatan pruduktif maupun  non produktif yang dilakukan perempuan diluar rumah terlebih dahulu akan dipaparkan apa yang menjadi tanggung jawab perempuan, yang harus dilakukan perempuan di rumah yang pekerjaannya tidak mengenal jam kerja, tidak pernah selesai karena semua akan terulang setiap saat, seperti apa yang dikemukakan oleh Istiadah (1999) tugas yabg harus diperankan oleh perempuan di rumah adalah :
  1. Melayani suami yang peranannya terdiri dari menyiapkan pakaian suami siap pakai secara lengkap, menyiapkan makanan untuk suami dan tidak kalah pentingnya adalah melayani suami untuk berhubungan badan dimanapun dan kapanpun suami menginginkan.
  2. Mengasuh dan mendidik anak yang secara rinci tugasnya adalah sebagai berikut : memandikan/membersihkan anak, menyuapi, menidurkan, menyusui, dan mengajak bermain. Bila anak sudah usia sekolah maka tugasnya bertambah dengan mengantar dan menjemput anak sekolah, menemani belajar dan membantu mengerjakan PR anak, mengambil raport da atau tugas apapun yang berkaitan dengan kegiatan anak di sekolah.
  3. Membersihkan dan merapikan semua perlengkapan rumah tangga yang secara lengkap tugasnya meliputi : menyapu, mengepel, mencuci dan menstrika pakaian seluruh anggota keluarga,
  4. Menyediakan makanan siap santap bagi seluruh anggota keluarga, dengan rincian tugas meliputi mengatur menu, berbelanja, memasak dan menghidangkan makanan.
  5. Merawat kesehatan bagi seluruh keluarga secara lahir bathin. Rincian tugas meliputi: merawat anggota keluarga yang sakit, mencarikan obat atau mengantar berobat, menghibur anggota keluarga mengalami kecemasan.

Kelima komponen ini dianggap kewajiban pokok yang harus dilakukan oleh ibu rumah
tangga, dan apabila ada yang tidak beres dalam hal haltersebut maka yang akan disalahkan adalah ibu karena mengalami ketidak beresan. Hal ini yang mengakibatkan tidak ada pembagian kerja dan tuntutan laki laki terhadap wanita semakin memberatkan terutama untuk perempuan yang ikut bekerja mencari nafkah.   

            Mencermati pendapat Istiadah apa yang harus dilakukan oleh perempuan di dalam rumah cukup sulit dan merepotkan apalagi untuk kehidupan perempuan saat ini terutama di perkotaan, perempuan dituntut untuk berperan di luar rumah, menyelesaikan banyak hal tidak terkecuali peran yang produktif maupun yang non produktif. Karena perempuan di perkotaan bisa saja melakukan kedua duanya secara bersamaan karena kedua duanya merupakan hal yang penting, dan tidak dapat salah satu diabaikan. Kehidupan kota memberikan peluang kepada perempuan untuk berkiprah di berbagai bidang kehidupan, banyak bidang pekerjaan yang dapat ditekuni, selain modal pendidikan, keterampilan dan pengetahuan adalah kemauan, tersedianya lapangan kerja tampa dibarengi oleh kemauan yang keras, ketekunan, tanggung jawab, disiplin tentunya perempuan akan terhempas kepada kondisi yang tidak diharapkan.
 
          Seperti kita lihat perempuan yang bekerja di salon kecantikan, pekerjaan perempuan tersebut adalah produktif, perempuan tersebut juga di rumah di bebani untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, memikirkan anaknya yang di tinggal :  harus makan, harus sekolah, bagaimana keamanannya dll. Anak anaknya di rumah ada yang di asuh oleh neneknya, saudaranya, yang menghawatirkan adalah yang di titipkan untuk diasuh oleh tetangga, hal ini tidak jarang mengganggu konsentrasi perempuan dalam melakukan pekerjaan yang produktif. Sedangkan perempuan yang datang ke salan untuk merawat kecantikannya adalah pekerjaan yang non produktif, perempuan tersebut melakukan perawatan dengan tenang, tampa beban, tidak memikirkan banyak hal apakah pekerjaan di rumah maupun pekerjaan lainnya. Hal ini dilakukan perempuan umumnya si selal sela mengantar dan menjemput anaknya sekolah.

            Kecenderungan kehidupan perempuan di kota banyak melakukan pekerjaan yang non produktif karena memang ada kegiatan kegiatan non produktuif yang sudaj menjadi kebutuhan dari perempuan perempuan tertentu, misalnya : selain merawat kecantikannya di salan, nangkring di cafe, belanja ke maal, nonton bioskop dll yang banyak dilakukan oleh perempuan kota baik muda ataupun perempuan tua atau dilakukan oleh perempuan semua umur dari semua kalangan. Karena untuk melakukan kegiatan yang non produktif tidak meliat status dan umur, mereka melakukan itu karena punya waktu, punya peluang, punya kesempatan dan punya uang. Dengan demikian maka perempuan kota cenderung melakukan pekerjaan yang produktif dan yang non produktif  menjadi suatu kegiatan yang kedua duanya harus dilakukan. Misal : perempuan yang bekerja sebagai pegawai negeri, pegawai adalah produktif, perempuan tersebut mempunyai hobi memelihara tanaman, pekerjaan ini harus dilakukan kedua duanya secara seimbang karena kalau salah satu terabaikan maka akan menjadi masalalah, tanaman menjadi tidak terawat, tidak indah dan mati, begitu juga sebagai pegawai dia juga akan disibukkan oleh pekerjaannya yang tidak jarang harus dilakukan di rumah. Sedangkan perkerjaan domestik yang harus menjadi tanggung jawabnya tidak pernah sama sekali dia sentuh, karena merasa bukan tugasnya, urusan domestik adalah urusan rumah tangga.

          Perempuan yang aktif dalam organisasi, seperti menjadi anggota Ikatan Wanita Pengusaha Inddonesia (IWAPI), PKK, memberikan ceramah, memberikan les bahasa, komputer, matematik dll adalah pekerjaan yang produktif, aktif dalam organisasi sangat memerlukan waktu karena , tidak jarang perempuan yana melakukan pekerjaan ini dari pagi sampai sore, dapat menyita seluruh waktunya. Pengalaman AK : dia aktif pada organisasi IWAPI, umur 56 tahun tapi dia sejak muda sudah aktif dalam berbagai bidang kemasyarakatan, untuk urusan domestik hampir tidak pernah dia lakukan sejak muda, penghasilan utama di peroleh dari pensiun suaminya, dia tidak punya penghasilan yang pasti lainnya, tetapi kegiatan dalam organisasi dilakukan dengan penuh perhatian, tanggung jawab dan disiplin, hal ini terlihat setiap ada kegiatan rapat, atau kegiatan apapun yang diadakan oleh organisasi jarang tidak menghadirinya. Kegiatan non produktif banyak juga yang dia lakukan, jalan jalan, merawat kecantikan, menghadiri pengajian, kadang kadang merawat tanaman, dll.

            Berbeda dengan kondisi RH : aktif pada organisasi PKK , usia 42 tahun, semua kegiatan domestik dilakukan sendiri, mengantar dan menjemput anak sekolah, hampir tidak melakukan kegiatan yang non produtif, kadang sulit membagi waktu antara kepentingan organisasi dan kepentingan rumah tangga. Semua dilakukan secara bersamaan, ada perbedaan pekerjaan organisasi yang dilakukan karena pekerjaan ini dilakukan  untuk menunjang karier suami, sehingga ada dorongan lain dalam melaksanakan pekerjaan yang produktif, dan ada keterpaksaan awal mengerjakannya. Tetapi karena sudah berlangsung lama maka hal ini sudah menjadi biasa, dan sudah bersatu dengan ritme kehidupannya. Sehingga tidak lagi merasa terpaksa, akhir suka dengan pekerkaan yang dilakukannya, walau masih terpikir kalau dia tidak aktif akan mengganggu karier suaminya.

            Pengalaman perempuan yang lain sebagai seorang pengajar di beberapa  Perguruan Tinggi dan ada pekerjaan insidental yang harus dilakukannya selain mengajar hampir di semua Perguruan Tinggi tempat dia bekerja sebut saja RT : usia 45 tahun, semua pekerjaan produtif dan non produktif dilaksanakan secara seimbang dalam arti, sebelum pergi ke tempat pekerjaan dia membereskan semua pekerjaan domestik : memasak, mencuci baju dan lain sebagainya, dan dia tidur lebih cepat dari umumnya orang orang karena harus bangun pagi pagi sekali antara jam 3.00 – 3.30 mengerjakan semua sampai anak anaknya selesai makan pagi, baru berangkat ke kantor, kegiatan di kantor diusahakan tidak sampai jam 16.00, karena harus pulang untuk menyiapkan kepeluan makan dll untuk malam. Kegiatan non produktif dia lakukan di sela sela kesibukan yang produktif, dia sempatkan untuk se salon, jalan jalan, jalan ke mall, makan di luar, nonton, sehingga ada keseimbangan antara kerja produktif dan kerja non produtif. Hal ini sudah dia lakukan sejak lama sehingga walaupun banyak pekerjaan yang harus diselesaikan tetapi semuanya berjalan dengan baik, dan tidak dibantu oleh pembantu rumah tangga, tetapi karena anak anaknya sudah besar sudah duduk di Perguruan Tinggi sesekali ikut membantu menyelesaikan urusan rumah tangga.

            Seorang pelajar pekerjaan utamanya sekolah, AI pelajar kelas 2 SMA, usia 17 tahun, sepulang sekolah jarang langsung pulang  tetapi nagkring di tempat tempat tertenu sama teman temanya baik laki maupun perempuan. Hal ini dilakukan hampir setiap hari, kadang di Maal, cafe, kadang dia juga ke salon, atau apa saja, sore baru dia pulang, di rumah tidak dituntut untuk mengerjakan apapun karena semua sudah diurus oleh pembantu, di rumah istirahat, nonton tv, main komputer, dll. Berbeda dengan RI : pelajar SMA, usia 17 tahun, dia bangun pagi sebelum sekolah membantu ibunya menyiapkan makan pagi atau mencuci baju, ibunya bekerja sebagai pedagang daging di pasar, punya kios, ibunya kerja sampai jam tutup pasar, tidak tentu tergantung ramenya pasar paling lambat jam 16.30 atau jam 17.00, RI sepulang sekolah tidak main tidak nangkring seperti AL, pulang sekolah : setelah istirahat dia mengaji, sepulang mengaji membantu ibunya menyiapkan makan malam, belajar dll, kadang dia main tapi tidak berkepanjangan sampai sore hari, itu hanya kalau ada hal hal yang perlu saja, misalnya belajar kelompok atau hanya sekedar ngobrol ngobrol sama teman temannya.  

            Dengan demikian maka pekerjaan produktif dan pekerjaan non produktif dilakukan oleh semua perempuan di kota, dan antara pekerjaan yang produktif dan non produktif sangat beraneka ragam pelaksanaannya. Dan semua perempuan di kota sudah dapat dipastikan melakukan pekerjaan yang non produktif. Apakah ibu rumah tangga, pegawai, pelajar semua melaksanakan pekerjaan non produktif maupun produktif, yang pada akhirnya kehidupan perempuan sulit untuk tidak melakukan pekerjaan pekerjaan yang non produktif. Dan satu saat pekerjaan tersebut akan menjadi bagian dari kehidupan perempuan yang tidak bisa terpisahkan.

            Secara luas Pekerjaan produktif perempuan dapat kita lihat di dalam kehidupan kita khususnya di Indonesia perempuan sudah ada : beberapa yang jadi mentri, yang menjadi gubernur, beberapa yang menjadi Walikota/Bupati, Banyak yang menjadi anggota DPRD, DPRD Tk I,  dan DPR RI, Pegawai Negeri dan menduduki jabatan tinggi, menjadi ABRI dan Polisi, menjadi Pengusaha yang sukses, menjadi dokter dan dokter spesialis yang handal, menjadi karyawan pabrik, menjadi supir bis, truk, traktor, pilot sampai menjadi buruh bangunan yang harus kerja keras mengangkut batu dan pasir atau menjadi apapun yang diinginkan oleh perempuan tersebut sesuai dengan kemampuannya. Karena tidak ada batasan perempuan ingin menjadi apa kalau perempuan tersebut dapat mencapainya. Bahkan di luar negri sudah ada perempuan yang menjadi kepala negara.

            Di tempat bekerja perempuan harus melaksanakan tugas tugasnya sesuai dengan job yang telah di tetapkan, harus dapat memimpin bawahannya, sebaliknya yang menjadi bawahan harus dapat mengikuti aturan aturan dari instansi tempatnya bekerja. Semua perempuan di tempat pekerjaannya dimanapun perempuan itu berja, dibidang apapun yang ditekuninya dituntut untuk berperan secara baik dan bertanggung jawab.

            Selain perempuan aktif di tempat bekerja ada kegiatan lain yang ditekuni oleh banyak perempuan yaitu organisasi kemasyarkatan. Banyak perempuan aktif pada organisasi kemasyarakatan yang profit maupun non profit, banyak perempuan yang menekuninya dengan baik, dan memberikan kepuasan terhadap perempuan, walaupun dengan beban kerja yang berat tetapi dilakukan dengan sungguh sungguh, seperti : di setiap kota ada organisasi PKK yang ketuanya adalah istri walikota, dan organisasi PKK ada dari mulai tingkat Kota yang dipimpin oleh istri walikota, istri Camat sampai istri kepala Desa, berarti satu organisasi saja sudah melibatkan banyak perempuan, belum lagi organisasi kemasyarakatan yang lain yang banyak bermunculan terutama diperkotaan. Karena makin maju kehidupan manusia makin banyak organisasi yang dibutuhkan, dalam kehidupan masyarakat orang akan membuat kelompok sesuai dengan minat dan kepentingannya dengan dilengkapi strutur organisasi, misalnya ada : kelompok berkaitan dengan hobi, kesenian, keagamaan, profesi dll.

            Banyak peluang perempuan untuk aktif pada organisasi kemasyarakatan, dapat mengimplementasikan kemampuannya, dapat diterima kehadirannya, dapat di dengar aspirasinya, sehingga perempuan dapat diakui kemampuan dan keberadaannya bukan hanya di kalangan perempuan tetapi juga dikalangan laki laki. Organisasi kemasyarakatan memberikan peluang kepada perempuan mengaktualisasikan dirinya, berperan pada organisasi yang diminatinya. Apakah itu merupakan pekerjaan yang produktif atau non produktif, akan tergantung kepada perempuan yang melaksanakan dan menjalaninya.                           
2. Sumber sumber Masalah.
      
            Banyak yang menjadi sumber masalah bagi perempuan yang bekerja baik yang bergerak dalam peran produksif maupun yang non produktif, dari masa kemasa masalah selalu berasal dari sumber yang sama. Faktor yang biasanya menjadi persoalan terutama bagi perempuan yang melakukan peran produktif dapat dibedakan :

a. Faktor Internal     
              Faktor internal adalah persoalan yang yang timbul dalam diri pribadi perempuan tersebut
Ada diantara perempuan yang lebih senang tinggal di rumah, menjadi ibu rumah tangga. Tetapi keadaan menuntutnya untuk bekerja, untuk menunjang ekonomi keluarga. Kondisi perempuan seperti ini akan rentan terhadap stress karena bekerja bukan keinginannya, tetapi karena tidak punya pilihan lain untuk membantu ekonomi keluarga. Tentunya perempuan yang ini akan menghadapi masalah bukan hanya secara fisik tetapi juga secara psikis karena memaksakan diri untuk bekerja.

            Melaksanakan peran ganda pasti menimbulkan tekanan, mengatur waktu dan rumah tangga merupakan salah satu kesulitan yang paling sering dihadapi oleh para perempuan yang bekerja melaksanakan kegiatan produktif. Semua perempuan yang bekerja harus dapat memainkan peran mereka sebaik mungkin di tempat kerja maupun di rumah.

            Perempuan yang bekerja sadar harus bisa menjadi ibu untuk anak anaknya dan istri yang baik bagi suaminya serta menjadi ibu rumah tangga yang bertanggung jawab terhadap berbagai keperluan dan urusan rumah tangga. Begitu juga di tempat bekerja harus mempunyai komitmen dan tanggung jawab terhadap pekerjaan yang dipercayakan  kepadanya sehingga dapat berprestasi secara baik. Dan dari dalam diri perempuan yang bekerja mempunyai keinginan yang ideal untuk berhasil melaksanakan kedua peran tersebut secara seimbang dan proporsional.

            Tetapi pada kenyataannya kenyataan ideal cukup sulit untuk dicapai karena banyak faktor yang akan mempengaruhinya karena :
1). Pekerjaan di kantor sangat berat
2). Suami di rumah kurang bisa diajak kerja sama, untuk ikut menyelesaikan pekerjaan rumah.
3). Anak anak menuntut perhatian darinya.
Tentunya perempuan ini akan sangat lelah kartena dirinya dituntut untuk terus memberi dan memenuhi kebutuhan orang lain yaitu suami dan anak anaknya, tidak mustahil lama kelamaan perempuan akan dihinggapi depresi karena merasa tidak bisa membahagiakan keluarganya. Dan masalah yang timbul akibat bekerjanya istri dan untuk itu perempuan harus bertanggung jawab menyelesaikannya sendiri.

b. Faktor Eksternal
            Suami belum memberikan dukungan yang positif, hal ini masih terlihat belum dalam  bentuk kerjasama, ikut membantu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, mengurus anak, serta memberikan dukungan moral dan emosional terhadap pekerjaan perempuan. Apalagi budaya kita sangat kuat menjadi faktor yang membebani peren perempuan yang bekerja karena masih ada pemahaman bahwa laki laki tidak boleh mengerjakan pekerjaan perempuan, apalagi ikut mengurus rumah tangga. Masalah rumah tangga adalah kewajiban sepenuhnya dari seorang perempuan. Keadaan tersebut akan menjadi sumber tekanan yang berat bagi perempuan, sehingga perempuan akan mengalami kesulitan dalam merasakan kepuasan bekerja. Kurangnya dukungan suami, membuat perempuan tidak optimal yang mengakibatkan timbulnya rasa bersalah.

            Masalah pengasuhan anak merupakan hal yang penting bagi perempuan bekerja terutama yang memiliki balita, semakin kecil usia anak semakin besar tingkat stress yang akan dirasakan. Rasa bersalah meninggalkan anak seharian, merupakan persoalan yang sering dipendam oleh perempuan yang bekerja, apalagi jika diasuh oleh orang lain karena jauh dengan orang tua dan saudara.

            Pekerjaan akan menjadi ketegangan dan stress yang besar bagi perempuan bekerja, mulai dari peraturan kerja yabg kaku, atasan yang tidak bijasana, beban kerja yang berat, ketidak adilan yang dirasakan di tempat bekerja, rekan rekan yang sulit untuk diajak kerjasama, waktu bekerja yang sangat panjang. Situasi demikian akan membuat perempuan menjadi lelah, sementara kehadirannya masih sangat dinanti oleh keluarga. Apalagi kondisi di rumah kurang bisa bekerjasama untuk dapat bergantian melayani dan membantu pekerjaan perempuan atau sekedar meringankan pekerjaan rumah.

c. Faktor Relasional
            Perempuan yang bekerja otomatis waktu untuk keluarga menjadi terbagi, masalah pekerjaan rumah tangga bisa diselesaikan dengan disediakan pengasuh serta pembantu rumah tangga, tetapi ada hal hal yang sulut digantikan yaitu kebersamaan,  kebersamaan keluarga merupakan kegiatan penting yang tidak bisa terabaikan. Untuk membina, mempertahankan dan menjaga relasi serta keterbukaan komunikasi.

            Tidak jarang, kurangnya waktu untuk keluarga membuat perempuan merasa dirinya tidak bisa terbuka, sulit bertukar pikiran, mencurahkan pikiran dan perasaan atau merasa suaminya tidak lagi bisa mengerti dirinya dan akhirnya merasa asing dengan pasangan sendiri sehingga mulai mencari orang lain yang dianggap lebih bisa mengerti, hal ini yang membuka peluang terhadap perselingkuhan.

3. Masalah Yang dihadapi Perempuan di Perkotaan.
            Masalah yang umum di hadapi oleh perempuan di perkotaan adalah :
a). Kurang dapat membagi waktu untuk melakukan relasi di dalam keluarga baik dengan suami 
     maupun dengan anak anaknya.
b). Budaya yang masih menganut sistem patriaki yang menempatkan laki laki lebih tinggi dari
     perempuan.
c). Semakin sempit untuk bersosialisasi terhadap lingkungan karena setiap saat sibuk dengan
     pekerjaan.
d). Banyak terjadi krisis bagi perempuan yang suah berkeluarga.
e). Sulit mendapatkan jodoh bagi yang belum berkeluarga.
f).  Adanya pembatasan jam kerja.
g). Perempuan yang bekerja pada malam hari dianggap perempuan tidak baik
h). Masih sering terjadi pelecehan seksual terhadap perempuan
i)   Kekerasan dalam rumah tangga.
j). Banyak terjadi perselingkuhan.

            Menurut Kompas tanggal 20 – 10 – 2002  ada tiga masalah yang dihadapi perempuan akibat kondisi negara yang belum berhasil menata dirinya. Ketiga masalah itu akan membuat perempuan semakin tersingkir, dibatasi ruang geraknya dan mengalami kekerasan. Ketiga masalah yang dihadapi perempuan adalah proses feminisasi kemiskinan, fundamentalis dan primordialismi, serta sistem hukum yang belum berjalan baik.

            Indonesia masih berada dalam ketidakpastian, ketidakadilan, perebutan kekuasaan dan kekerasan. Yang paling merasakan akibat dari seluruh keruwetan ini sudah pasti perempuan, mereka yang akan paling menanggung, menderita dan bekerja keras. Permpuan jugalah yang paling tidak terlindungi.

            Proses femenisme kemiskinan akan terus berlangsung akibat strategi kebijakan politik, ekonomi yang tidak berpijak pada rakyat.Pola kebijakan tersebut mengakibatkan perempuan kehilangan pekerjaan atau tidak mempunyai akses terhadap sumber ekonomi.

            Dalam situasi kehilangan pekerjaan, tenaga kerja perempuan akan segera mencari pekerjaan dengan penghasilan yang rendah, yang umumnya diperoleh dari sektor informal. Informalisasi tenaga kerja perempuan terlihat dari besarnya kehadiranmereka dalam industri ruamahan, dan sektor pekerja rumah tangga. Mereka banyak terserap di zona zona industri bebas tarif yang perangkat hukumnya tidak memadai. Di daerah industri yang berorientasi ekspor, para pekerja perempuan diberi suntikan yang katanya adalah vitamin atau antitetanus. Padahal sebenarnya isi suntikan adalah suntikan hormon yang menghambat mestruasi selama 6 bulan dan kuat berdiri selama 12 jam setiap hari. Setelah masa 6 bulan lewat, muncul akibat sampingan pemakaian hormon tersebut yang berpengaruh terhadap produktivitas kerja dan perempuan buruh di pecat.

            Perempuan ini akhirnya menjadi rentan terhadap berbagai bentuk eksploitasi ekonomi, pelecehan dan kelkerasan seksual.krisis ekonomi semakin mendesak perempuan miskin untuk mengambil peluang kerja yang sarat penganiayaan dan pelecehan. Dilingkungan domestik, para istri yang mempunyai kepala keluarga yang mengalami stress akibat beban ekonomi juga rentan terhadap kekerasan fisik, psikis maupun seksual.

            Fundamentalisme dan primordialisme yang didukung militerisme tampak akan terus meningkat, berkaitan dengan ini, agama, suku, dan adat dimamfaatkan untuk kepentingan perebutan kekuasaan oleh elit politik baik elit tingkat nasional maupun lokal. Dalam konteks ini, masyarakat yang berselisih semakin banyak melakukan tindakan pembatasan dan pengendalian terhadap perempuan. Perempuan dibatasi ruang gerakny, keberadaannya maupun tampilan tubuhnya. Semua tindakan ini disahkan dengan mengatas namakan suatu pembelaan demi keunggulan, kemurnian dan kemandirian komunitasnya.

            Denga situasi yang demikian, perempuan ternyata kembali lagi tersingkirkan secara sistematis dari proses penentuan kebijakan politik dan ekonomi lokal. Bahkan di berbagai daaerah mulai muncul kecenderungaan untuk memanfaatkan peluang otonomi daerah sebagai sarana untuk mengendalikan tubuh dan gerak perempuan atas nama penegakan normaa norma adat, budaya dan agama yang dianut masyarakat.

            Ketidak mampuan sistem ekonomi ini berarti juga kegagalan menegakkan hak hak korban, termasuk hak perempuan korban kekerasan. Salah satu unsur penyelenggaraan peradilan yang mewarnai kegagalan sistem hukum selama ini adalah adanya mekanisme perlindungan bagi saksi dan korban.

            Bagi perempuan korban berarti terjadi proses yang menjadikan korban sebagai korban reviktimisasi. Reviktimisasi terjadi akibat intimidasi pelaku yang tidak jarang adalah suami sendiri, maupun akibat sikap dan pernyataan memojokkan dari hakim yang bias jender dan kecenderungan menyalahkan korban dalam kasus kasus kekerasan seksual.

            Ketidak mampuan hukum menghentikan impunitas (pembiaran tampa ada hukuman) pelaku kekerasan terhadap perempuan berakibat pada penguatan siklus kekerasan yang dialami perempuan, khususnya pada konteks kekerasan dalam rumah tangga.

            Begitu rumit masalah yang dihadapi perempuan walaupun banyak peluang, banyak kesempatan dalam melakukan peran produktif maupun peran yang non produktif tetapi tidak mudah untuk melakukannya karena membutuhkan suatu penorbanan untuk dapat melakukannya walaupun sebenarnya dorongan perempuan melakukan berbagai peran baik produktif maupun non produktif adalah :

1). Kebutuhan Finansial
            Sering kali kebutuhan rumah tangga yang begitu besar dan mendesak membuat perempuan harus bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan sehari hari. Kondisi tersebut membuat perempuan tidak punya pilihan, kecuali mencari pekerjaan di luar rumah walaupun hatinya tidak ingin bekerja.



2). Kebutuhan sosio relasional   
Kebutuhan aktualisasi diri dari perempuan yang memilih untuk bekerja, karena mempunyai kebutuhan sosial relasional yang tinggi, dan tempat bekerja perempuan sangat mencukupi kebutuhan mereka tersebut. Dalam diri perempuan tersimpan suatu kebutuhan akan penerimaan sosial, akan adanya identitas sosial yang diperoleh melalui komun itas kerja. Bergaul dengan rekan rekan di kantor, menjadi agenda yang lebih menyenangkan dari pada tinggal di rumah, faktor psikologis seseorang serta keadaan internal keluarga, turut mempengaruhi seseorang untuk mempertahankan pekerjaannya.

3). Kebutuhan Aktualisasi diri
            Salah satu kebutuhan manusia adalah kebutuhan akan aktualisasi diri, dan menentukan makna hidupnya. Dalam berkarya, berkreasi, mencipta, mengekspresikan diri, mengembangkan diri dengan orang lain, membagikan ilmu dan pengalaman, menemukan sesuatu, menghasilkan sesuatu, serta mendapatkan penghargaan, penerimaan, prestasi adalah bagian dari proses penemuan dan pencapaiankepenuhan diri, Kebutuhan aktualisasi diri melalui profesi, merupakan salah satu pilihan yang banyak diambil oleh para perempuan di jaman sekarang ini terutama dengan makin terbukanya kesempatan yang sama pada perempuan untuk meraih jenjang karir yang tinggi.

            Bagi perempuan yang sebelum menikan sudah bekerja karena dilandasi oleh kebutuhan aktualisasi diri yang tinggi, maka akan cenderung kembali bekerja setelah menikah dan mempunyai anak. Mereka merasa bekerja dan pekerjaan adalah hal yang sangat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri, menyongsong sencse of self dan kebanggaan diri selain mendapatkan kemandirian secara finansial.

            Ada juga perempuaan yang bekerja memang jauh lebih meyukai dunia kerja dari pada hidup di rumah, perempuan lebih relaks dan nyaman jika sedang berada di rumah. Dan pada kenyataannya, mereka bekerja agar dapat pergi dan menghindar dari keluarga.Kondisi ini merupakan merupakan persoalan psikologis yang lebih mendalam, baik terjadi di dalam diri seseorang yang bersangkutan maupun dalam hubungan antara anggota keluarga.


e. Manfaat Perempuan Bekerja :
            Bagaimanapun kondisi perempuan yang bekerja tetap mempunyai manfaat positif bagi  perempuan itu sendiri maupun keluarganya dan ada beberapa segi positifnya adalah :

1). Mendukung ekonomi rumah tangga
            Bekerjanya perempuan merupakan sumber pemasukan penghasilan, dan dapat mengupayakan kualitas hidup yang lebih baik untuk keluarga.
 
2). Meningkatkan harga diri dan pemantapan identitas
            Bekerja untuk perempuan dapat mengekspresikan dirinya sendiri dengan cara yang kreatif dan produktif, untuk menghasilkan sesuatu yang mendatangkan kebanggaan terhadap diri sendiri, terutama jika prestasinya mendapat penghargaan dan respons yang positif dari orang lain, melalui bekerja perempuan berusaha menemukan arti dan identitas dirinya, dan pencapaian  tersebut akan mendatangkan rasa percaya diri dan kebahagian.

3). Relasi yang sehat dan positif dengan keluarga
            Wanita yang bekerja cenderung mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dan bervariasi, sehingga mempunyai kecenderungan memiliki pola pikir yang lebih terbuka, lebih energik, mempunyai wawasan yang luas dan lebih dinamis. Dengan demikian keberadaan istri bisa menjadi partner bagi suami, untuk menjadi teman bertukar pikiran, serta saling membagi harapan, pandangan dan tanggung jawab.

4) Pemenuhan kebutuhan sosial
Perempuan mempunyai kebutuhan untuk menjalin relasi sosial dengan orang lain. Dengan bekerja, seorang perempuan dapat memenuhi kebutuhan akan kebersamaan dan untuk menjadi bagian dari suatu komunitas. Sosialisasi penting untuk setiap orang, bertemu dengan rekan rekan, saling berbagi perasaan, pandangan dan menyelesaikan masalah.

5). Peningkatan kerampila dan kompetensi
            Dengan bekerja seorang perempuan harus bisa menyesuaikan diri dengan tuntutan baik tuntutan tanggung jawab maupun tuntutan skill dan kompetensi. Auntuk seorang perempuan dituntut untuk kreatif menemukan segi segi yang bisa dikembangkan untuk kamjuan dirinya, peningkatan keahlian dan kompetensi yang terus menerus akan mendatangkan nilai tambah pada dirinya sebagai seorang yang memiliki pekerjaan.

Kesimpulan
            Banyak peran yang sudah dilakukan perempuan di perkotaan baik peran produtif maupun peran yang non produktif, apakah perempuan lebih cenderung melakukan peran yang produktif atau melakukan peran yang seimbang antara keduanya. Untuk melaksanakan kedua peran tersebut akan memberikan hasil yang pisitif maupun hasil yang negatif akan tergantung kepada perempuan yang menjalaninya. Dan pada kenyataannya perempuan dalam memainkan peranannya masih banyak mengalami hambatan dan tantangan untuk melaksanakannya. Dari paparan di atas dapat disimpulkan :

  1. Peran produktif dilakukan oleh wanita karena tuntutan kehidupan dan keinginan untuk memngaktualisasikan dirinya.
  2. Peran produktif yang dilakukan perempuan masih banyak mengalami beberapa hambatan.
  3. Peran non produktif dilakukan kebanyakan hanya untuk mengisi waktu luang.
  4. Perempuan yang melakukan peran produktif dan non produktif secara seimbang karena kedua duanya merupakan kebutuhan.
  5. Peran non produktif dilakukan oleh semua lapisan perempuan artinya tidak hanya dilakukan oleh perempuan perempuan tertentu saja.
  6. Banyak permasalah yang muncul dengan berperannya perempuan di luar rumah.
  7. Walaupun disisi lain dengan peran yang dilakukan perempuan di luar rumah banyak memberikan keuntungan kepada keluarga, baik perempuan yang sudah berkeluarga maupun kepada perempuan yang belum berkeluarga.






 


















No comments:

Post a Comment