Oleh
Bambang Rustanto
- Perempuan Secara Umum.
Perempuan Indonesia mempunyai cerita
yang berbeda-beda. Karena bermacam-macam keadaannya. Dimana perempuan pada
umumnya memiliki kondisi fisik yang lebih lemah dibandingkan laki-laki. Hal ini
dikarena secara biologis perempuan dan laki-laki memiliki kelengkapan tubuh
yang berbeda. Laki-laki memiliki hormone testoteron yang lebih maskulin, menyebabkan dia lebih
kuat karena perkembangan tubuhnya lebih besar, berotot dan berisi., Sedangan
perempuan memiliki hormone progresteron yang mendorong ketubuhan perempuan
lebih feminine yang mendorong terlihat lebih kecil, lemah lembuh.. Namun ini
tidak berlaku secara khusus karena ada juga perempuan yang memiliki tubuh lebih
kekar dan kuat dibandingkan tubuh laki-laki, karena factor keturunan maupun
jenis makanan yang dikonsumsinya.
Perempuan dalam kehidupan bermasyarakat
mendapatkan pandangan yang berbeda-beda. Dimana
perempuan memiliki hak yang lebih
rendah dibandingkan laki-laki dalam beberapa hal. Dalam pernikahan, dimana
ketika masa kanak-kanak perempuan diibaratkan menjadi milik ayah dan ketika
nikah diibaratkan menjadi milik suami. Dalam hal perceraian dimana perempuan
tidak memiliki hak untuk menceraikan bahkan minta cerai dari suami, tetapi hanya suami yang memiliki hak menceraikan
istri. Dibalik itu perempuan yang diceraikan statusnya dianggap lebih rendah
bahkan dicemoohkan oleh anggota masyarakat. Dalam kepemilikan asset perempuan
dibawah kepentingan laki-laki, sehingga mereka tidak memiliki hak kepemilikan
asset terutama asset tanah.
Disisi lain ada beberapa suku bangsa
yang kurang menghargai hak waris kepada perempuan dan bahkan perempuan sama sekali
tidak memiliki hak waris. Bilamana ada yang suatu masyarakat memberi hak waris
tetapi proporsinya lebih kecil dibandingkan dengan laki-laki dengan alasan
laki-laki adalah pencari nafkah utama dan menanggung beban kebutuhan anak dan
istrinya. Beberapa komunitas juga
memberikan kekangan kepada perempuan dalam bentuk bahwa kalau dia berjenis
kelamin perempuan harus mentaati hokum dan peraturan kemasyarakat. Sehingga
perempuan tidak boleh melanggarnya. Sedangkan laki laki justru sebagai pembuat
hokum dan aturan dalam masyarakat yang selalu melanggarnya.
Pada beberapa kebijakan dan program
pemerintah perempuan sering didiskriminasi dan sulit memperoleh akses
pelayanan. Pada umumnya yang diberi mandate penerima manfaat program dan
pelayanan yang diberikan pemerintah dan penanggulangan kemiskinan maupun
penanganan PMKS adalah kepala keluarga yang notabene adalah laki-laki. Sehingga
ketika kepala keluarganya perempuan maka perempuan didiskriminasi. Banyak
kesulitan yang dialami perempuan terutama dalam mengakses kredit dan permodalan
dari perbankan dikarenakan perempuan tidak memiliki jaminan berupa asset
terutama asset tanah.
Di lingkungan keluarga, anak perempuan
juga, kurang mendapatkan perhatian dan kesempatan dalam mendapatkan pendidikan
dibandingkan saudaranya yang laki-laki. Kondisi ini menyebabkan perempuan
banyak kehilangan kesempatan dalam mengenyam bangku sekolah. Sehingga perempuan
banyak yang putus sekolah dan berpendidikan
rendah, yang menyebabkan banyak anak perempuan yang buta huruf. Disisi
lain, perempuan sejak usia bayi hingga menjadi perempuan dewasa mendapatkan
diskriminasi dalam menikmati makanan yang bergizi dan pada umumnya hanya anak laki-laki
lebih diutamakan, sedangkan anak perempuan mendapatkan makanan yang lebih
sedikit atau makanan berkualitas lebih rendah. Dalam bidang penanganan kesehatan
dimana anak perempuan kurang mendapatkan perhatian dalam perawatan kesehatan,
dibandingkan anak laki-laki sehingga kondisi kesehatan perempuan lebih rendah
dibandingkan anak laki-laki. Kondisinya, terlihat banyak anak perempuan yang
sakit dibiarkan dan baru dibawa ketempat perawatan setelah kondisinya
menghawatirkan atau hampir sekarat mau mati, atau anak perempuan yang dibiarkan
untuk sembuh sendiri.
Cerita perempuan yang lain dalam dunia
kerja. Pada awalnya perempuan tidak terlibat dalam dunia kerja, Namun setelah
ada pembagian kerja secara seksual dalam masyarakat tradisional, maka perempuan
dilibatkan dalam berbagai jenis pekerjaan. Padahal pekerjaan utama perempuan
adalah mengelola mengurus anak dan mengelola kehidupan rumah tangga. Pekerjaan
utama perempuan dalam masyarakat tradisional terutama disektor pertanian adalah mengelola produksi dan hasil produksi pertanian
sub sisten. Sistem pertanian sub system merupakan pengelolaan pertanian dimana hasilnya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya
sendiri terutama dibidang pangan.. Pekerjaan perempuan dalam bidang pertanian
sub sisten ini dapat dilihat besar kontribusinya bagi masyarakat, dimana bagian
terbesar dari pertanian sub sisten didunia dapat memberikan sumbangan produksi
50% sampai 60% pangan terutama kebutuhan bahan -bahan makanan..
Bahkan lebih hebatnya, pekerjaan yang
dilakukan perempun meliputi seluruh area kehidupan baik di dalam rumah maupun
diluar rumah. Bahkan perempuan melakukan
67% dari waktu kerja dunia, ini berarti jam kerja dan produktivitas perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki.
Hal ini disebabkan perempuan mempunyai pekerjaan ganda yaitu mengurus rumah
tangga dan juga bekerja diluar rumah tangga, dan ini dilakukan secara simultan
terus menerus dari pada dini hari hingga tengah malam. Besarnya jam kerja
perempuan ini, kurang mendapatkan penghargaan yang sebanding karena ternyata
perempuan hanya akan mendapatkan 10% dari income dunia dan 90%nya didalam
genggaman laki-laki. Bahkan.sering kali perempuan menduduki, status yang terendah dalam dunia kerja. Dimana perempuan
hanya sebagai tenaga kerja intensif. Selain itu perempuan terlibat dalam hampir
seluruh pekerjaan domestic yang tidak berpengahsilan bahkan dalam pekerjaan di
sector formal sekalipun perempuan sering
dibayar lebih rendah untuk pekerjaan yang bernilai sama dengan pekerjaan
laki-laki.
- Perempuan Dalam
Angka.
Masalah
kemiskinan merupakan salah satu masalah konvensional, namun masih relevan untuk
didiskusikan karena permasalahannya yang terus meningkat dan semakin
kompleks. Data terakhir tentang keluarga
miskin di Indonesia yang digunakan
Pemerintah untuk menyalurkan Subsidi Langsung Tunai (SLT) berjumlah 15,8 juta kepala keluarga miskin. Atau kurang
lebih 62,8 juta jiwa. Jumlah ini baru
yang memiliki Kartu Keluarga (KK) dan
Kartu Tanda Penduduk (KTP). Boleh jadi jumlah ini masih terus bertambah, karena
masih banyak penduduk miskin tidak terdata karena tidak mampu membuat KK dan
KTP karena biayanya mahal. Dari total jumlah tersebut, sepertiganya atau 20
juta lebih berada pada kondisi yang sangat miskin (Pikiran Rakyat 15 Maret 2009).
Salah satu
kelompok yang termasuk dalam kemiskinan adalah perempuan. Dalam sektor ekonomi
Pusdatin Departemen Sosial, mencatat data tentang jumlah Perempuan kepala
keluarga (peka) terus bertambah. Pada tahun 2005 sebanyak 1.360.263 dan pada tahun 2008 berjumlah 1.449.203,
bertambah sekitar 6.53 % dalam kurun waktu 3 tahun. .Perempuan secara statiskik
di Indonesia jumlahnya lebih tinggi dari pada jumlah pria, akan tetapi akses
dan kesempatan untuk menerima pembangunan berbeda. Dalam sektor pendidikan
jumlah perempuan buta huruf dua kali lipat lebih besar dibanding dengan laki-laki. Angka yang paling
menyolok terlihat pada jenjang pendidikan SMU ke atas, yaitu 20,5 % laki-laki
bisa mencapai pendidikan tersebut, sedangkan perempuan 14,9 %. Pada sektor
kesehatan, perempuan jauh lebih rentan karena memiliki fungsi reproduksi yang
berhubungan dengan hamil dan melahirkan dari pada laki-laki. Dalam sektor
pekerjaan, tenaga kerja perempuan yang terserap di dunia kerja 45,6 %,
sedangkan pria 73,5 % (Kementrian Pemberdayaan Perempuan : 2009)
Permasalahan yang dihadapi perempuan miskin bukan hanya bukan hanya
ketidakadilan dalam mengakses sistem sumber pada tatanan mezzo dan makro, akan
tetapi perlakuan ketidakadilan yang diperoleh dalam keluarganya sendiri. Tidak
sedikit kasus yang dialami perempuan karena kemiskinan yang dialami
keluarganya, dia yang lebih menderita. Banyak kasus yang bersumber dari
kemiskinan keluarga berdampak pada kekerasan terhadap perempuan. Pada tahun
2009 terdapat 10.392 kasus, tahun 2002 meningkat menjadi 28.562, dan Menteri
Negara Pemberdayaan Perempuan mencatat bahwa sekitar 24 juta perempuan terutama
di pedesaan pernah mengalami kekerasan dalam keluarganya. Komisi Nasional (Komnas) perempuan
mencacat pada tahun 2001 terdapat 3.100 kasus dan tahun 2002 menjadi 5.163
kasus meningkat lagi menjadi 5.034 kasus pada tahun 2003. Selain kekerasan di
dalam rumah tangga, akibat kemiskinan juga menyebabkan terjadi perdagangan
manusia khusunya perempuan melonjak 884% yaitu 32 kasus pada tahun 2002 menjadi
283 kasus pada tahun 2004, pada umumnya ini terjadi akibat perempuan dalam
mencari pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga atau buruh pabrik dikota-kota
besar dan daerah pengirim perdagangan perempun antara lain Nusa Tenggara Barat,
Jawa Barat dan Jawa Timur.
Pemerintah
Indonesia sebenarnya sudah lama berusaha untuk investasi dalam pembangunan
manusia khususnya bagi perempuan. Untuk itu melalui Departemen dan Instansi
teknis pemerintah telah banyak membuat dan mencanangkan program atau proyek
yang berusaha ”memerangi” kemiskinan baik bidang pendidikan , kesehatan,
ekonomi, sesuai dengan tujuan untuk
menciptakan kualitas hidup perempuan menjadi lebih baik dimasa mendatang. Hal
ini dilakukakan pemerintah untuk
menyambut kesepatan global dalam pembangunan manusia yang tidak terlepas dari
upaya untuk menindaklanjuti keikutsertaan Indonesia dalam menjalankan kesepatan
global. Indonesia sebagai komunitas
dunia telah sepakat dan bertekad untuk berperan aktif mewujudkan upaya-upaya
untuk pencepaian tujuan pembangunan milenium pada tahun 2015 atau tujuan MDG’S,
sehingga pemerintah memastikan bahwa setiap orang termasuk kaum perempuan
terpenuhi hak-hak dasarnya seperti hak kesehatan, pendidikan, hak ekonomi dan hak untuk tidak didiskriminasikan dalam
kehiduapan , agar perempuan dapat lepas
dari jerat kemiskinan.
Telah banyak program dan proyek yang berusaha
”memerangi” kemiskinan, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun
masyarakat. Namun belum juga membuahkan
hasil yang diharapkan. Sejak tahun 1948 sampai dengan sekarang (2009), tidak
kurang dari 29 jenis program (Pikiran Rakyat, 6 Maret 2009) yang diluncurkan oleh
Pemerintah untuk “Memerangi” Kemiskinan”. Tetapi kemiskinan tetap bertahan. Ada
anggapan yang muncul, mungkin memang kemiskinan terlalu tangguh bilamana
ditangani dengan ketidakseriusan, penyelewengan, dan salah pengertian. Atau
mungkin juga karena yang diperangi sesungguhnya bukan kemiskinan atau si
miskin. Pernyataan ini sering dikenal
dengan sebutan ”Salah Sasaran’. Program atau proyek untuk memerangi
kemiskinan khususnya bagi peningkatan kualitas hidup perempuan yang diselenggarakan
oleh pemerintah pusat di Jakarta maupun di Jawa Barat belum sepenuhnya
membuahkan hasil yang diharapkan. Sejak tahun 1978 sampai dengan sekarang tidak
kurang dari 29 jenis program atau proyek yang diluncurkan oleh Pemerintah untuk
memerangi kemiskinan . Tetapi kemiskinan tetap bertahan dan anggpan yang
muncul mungkin memang kemiskinan yang
terlalu tanggung bilamana ditangani dengan ketidakseriusan, penyelewengan dana
salah pengertian. Atau mungkin juga karena yang diperangi sesunguhnya bukan
kemiskinan atau si miskin. Pernyataan ini sering dikenal dengan sebutan salah
sasarn, besarnya jumlah orang miskin dan terutama perempuan miskin menunjukkan bahwa kemiskinan
pada perempuan belum sepenuhnya menjadi perhatian serius pemerintah pusat dan
daerah.
- Perempuan Di Jawa Barat
Kemiskinan
pada perempuan di Jawa Barat selain membawa dampak kepada kondisi kehidupan
perempuan juga membawa dampak kepada kualitas perempuan itu sendiri. Dari
laporan Pemda Jawa Barat tahun 2005 menunjukkan bahwa kapasistas perempuan
lebih rendah dari laki-laki, hal ini disebabkan karena kemiskinan perempuan.
Data Indeks Pembangunan Manusia jawa Barat tahun 2005 menunjukkan bahwa
kapasitas perempuan lebih rendah dari laki laki, hal ini dapat dilihat bahwa
angka harapan hidup perempuan adalah 61,9 tahun sedangkan laki-laki lebih
tinggi yaitu 63,7 tahun. Untuk angka buta huruf ternyata perempuan 9,50%
sedangkan laki-laki lebih rendah sebesar 4,07%.. Sedangkan tingkat pengangguran perempuan
adalah 7,2% dan laki-laki lebih rendah sebasar 6,17%. Dari segi pendidikan
untuk perempuan rata-rata 4,3% atau kelas 4 SD sedangkan laki-laki lebih tinggi yaitu 8,1 atau kelas 2
SMP. Data ini diperparah dengan terjadinya perdagangan perempuan dan anak
perempuan sebanyak 90 ribu -100 ribu pada tahun 2003 sebanyak 98 ribu menjadi
117 ribu pada tahun 2004. Disamping itu
terdapat 150 ribu buruh migran dan tidak kurang dari 62 ribu buruh
perempuan bestarus buruh kontrak.
Kemiskinan
pada perempuan juga membawa dampak kepada kesehatan perempuan dan diskriminasi
pelayanan kesehatan bagi perempuan khususnya di Jawa Barat. Menurut Penelitian
Nenny Sebayang pada taun 2005 meskipun pemerintah telah menyediakan pelayanan kesehatan gratis
bagi perempuan, namun kemiskinan menyebabkan angka kematian ibi di Jawa Barat
masih tinggi pada tahun 2005 angka kematian ibu mencapai 321 dari 100.000
persalinan ibu hidup. Penyebab kematian ibu sebagian besar 39% adalah akibat
pendarahan,15% akibat kelainan kehamilan dan 6 % akibat infeksi. Penyebab kematian
pada ibu tersebut karena kemiskinan yang
dialaminya. Meskipun pemerintah telah memberikan pelayanan kesehatan gratis
bagi ibu sejak hamil hingga anaknya berusia balita, namun mereka masih rendah
dalammemanfaatkan pelayanan kesehatan. Hal ini disebabkan karena pengetahuan
mereka tentang pentingnya pemeriksaan kesehatan masih rendah. Disamping itu mereka tidak memiliki
biaya transportasi untuk menjangkau puskesmas yang jauh dari tempat tinggalnya.
Sistem birokrasi dan pelayanan yang diskriminatif bagi perempuan turut
menunjang perempuan enggan memanfaatkan fasilitas kesehatan yang disediakan
pemerintah.
Di Kota
Bandung, kondisi perempuan miskin tidak jauh berbeda dengan kondisi perempuan
miskin di Jawa Barat. Hal ini ditunjukkan bahwa
jumlah keluarga miskin sebanyak 121.219 yang terdiri dari keluarga
miskin dengan kepala keluarga laki-laki sebanyak 87,7%$ dan jumlah keluarga
miskin dengan kepala keluarga perempuan sebanyak 12,21 %. Di bidang kesehatan
tercatat jumlah angka kematian ibu sebanyak 14 kasus dan jumlah angka kematian
bayi sebanyak 35,47%. Sedangkan angka harapan hidup laki-laki pada usia 72.47%
tahun dibandingkan perempuan pada usia 72,75 tahun. Di bidang pendidikan
terlihat pendidikan perempuan rata-rata SD 34,38% dan angka partisipasi sekolah
perempuan 19,17% dibandingkan laki-laki 25,57%. Dibidang tenaga kerja terdapat
angka angkatan kerja perempuan 40.33 dibandingkan laki-laki 75,21% dan lapangan
kerja bagi perempuan di Industri 80.228 atau 27,37% lapangan kerja bagi
perempuan di perdagangan 110.527 atau 37,75% lapangan kerja perempuan sebagai
buruh 181.160 atau 61,81 serta upah kerja perempuan terendah 163.295 – 522.798
rupiah yang masih dibawah UMR.
- Permasalahan Perempuan
Permasalahan
di atas muncul antara lain karena pendekatan yang digunakan tidak melibatkan
orang miskin dalam proses perencanaan program maupun dalam pelaksanaannya.
Orang miskin dianggap tidak memiliki potensi dan kekuatan sehingga mereka
dianggap sebagai objek. Pendekatan ini secara tidak langsung memperparah kondisi orang miskin, karena
mengakibatkan ketergantungan baik secara ekonomi, sosial, maupun politik.
Ketergantungan ekonomi, dia hanya menerima apa yang diberikan orang lain
kepadanya tanpa ada upaya untuk memperolehnya.
. Ketergantungan sosial, menyangkut
ketidakmampuan untuk mengakses sistem sumber sebagai dasar produksi.
Ketergantungan politik adanya ketidakberanian dalam mengambil keputusan untuk
menentukan masa depan dan nasibnya sendiri. Kondisi ini yang kemudian disebut
dengan ketidakberdayaan atau powerless. Menurut
Hill dalam Zastrow (1995), ketidakberdayaan tersebut terutama banyak dialami
oleh kaum perempuan (Feminization of
Poverty). Program penanganan masalah kemiskinan semakin gencar,
namun sifatnya masih reaktif dan tidak substansial. Oleh karena itu masalah
kemiskinan bukan berkurang, tetapi
semakin kompleks. Masalah tersebut semakin dirasakan terutama oleh kelompok
miskin perempuan. Perempuan yang paling merasakan dampak kemiskinan keluarganya,
karena selain mengalami serba kekurangan dia juga harus mengalami tindak
kekerasan. Dalam program pengentasan
kemiskinan, perempuan miskin hampir
dilupakan keberadaannya, kalaupun ada hanya sebagai pelengkap untuk memenuhi persyaratan di dalam
pengarusutamaan jender.
Sebagai
kelompok masyarakat miskin terutama perempuan juga memiliki hak untuk menjadi
subjek pelaku pembangunan, terutama pembangunan yang akan berkaitan dengan
kehidupannya. Pelibatan perempuan miskin dalam perencanaan dan pelaksanaan
program merupakan model hipotetik pemberdayaan perempuan sekaligus sebagai kerangka dasar pengembangan
kapasitas perempuan di tingkat lokal. Pada awal perkembangannya
usaha kesejahteraan sosial tidak dapat dilepaskan dari kegiatan-kegiatan
charitatif untuk menolong orang-orang miskin baik akibat korban peperangan
maupun korban persaingan industrialisasi.
Pada awal abad 17, di Eropah dikeluarkan undang-undang pengentasan
kemiskinan. Undang-undang tersebut dikenal dengan nama Elizabeth Poor Law. Sejak undang-undang
tersebut muncul, kegiatan pekerjaan sosial mulai dirintis walupun sifatnya
masih charitas. Tidak bisa dipungkiri
bahwa kegiatan pekerjaan sosial terus
berkembang sampai pada akhirnya muncul
kebutuhan akan pekerjaan sosial sebagai suatu profesi yang dibangun
melalui pendidikan formal.
Sampai saat ini, masalah kemiskinan tetap merupakan masalah yang masih relevan
untuk didiskusikan, karena walaupun program pengentasan kemiskinan sudah banyak
diluncurkan, namun masalah kemiskinan bukan berkurang, melainkan terus
bertambah. Salah satu penyebab angka
kemiskinan terus bertambah karena kemiskinan merupakan masalah yang
multidimensional. Banyak para ahli yang menyatakan bahwa kemiskinan pada
dasarnya adalah suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup memenuhi
kebutuhan dasar hidupnya. Sedangkan faktor penyebabnya sangat kompleks,
sehingga relatif sulit untuk memeranginya.
Zastrow (1982 : 94) menyatakan banyak hal yang menyebabkan kemiskinan.
Masalah tersebut terkait dengan masalah-masalah sosial yang lainnya seperti
tingkat pengangguran yang tinggi, kesehatan yang rendah, masalah emosional,
tingkat pendidikan rendah, dan sebagainya.
Oleh karena itu Zastrow menggambarkan bahwa kemiskinan merupakan siklus,
di mana orang yang sudah masuk di dalamnya sulit untuk keluar.
|
Menurut Chamber dalam Soetrisno (1997 : 18), ada lima ketidakberuntungan yang melingkari
kehidupan orang miskin, yaitu kemiskinan itu sendiri, fisik yang lemah,
kerentanan, keterisolasian, dan ketidakberdayaan . Lima kondisi dari Chamber
tersebut apabila digolongkan berdasarkan perspektif kultural dan struktural
menjadi 2 besaran, yaitu kultural yang memandang kemiskianan sebagai dampak
dari budaya orang miskin yang malas, tidak memiliki etos kerja, memiliki
pendidikan yang rendah, dan sebagainya yang berhubungan dengan perilaku orang
miskin itu sendiri. Sedangkan perspektif struktural memandang bahwa seseorang
miskin disebabkan karena ketidakberdayaannya dalam menembus truktur yang tidak
berpihak kepadanya.
Mengingat kemiskinan bersifat multidimensional, maka
penanganannya tidak hanya berorientasi pada
masalah dan bersifat reaktif, melainkan membutuhkan penanganan yang
terpadu pada berbagai determinan yang mempengaruhinya. Oleh karena itu paradigma
penanganan masalah kemiskinan harus mulai dirubah dari bantuan sosial yang
bersifat charitas ke pemberdayaan.
Arus
globalisasi yang sangat kuat ternyata telah memperkokoh faham kapitalisme dalam
berbagai pendekatan pembangunan di Indonesia. Faham ini ditandai dengan
efisiensi, rasionalisasi, dan indikator-indikator ekonomi lainnya. Oleh karena
itu faham ini telah melahirkan kritikan yang sangat tajam terhadap faham welfare state . Kritik tersebut
memunculkan anggapan bahwa welfare state merupakan
sistem yang boros, tidak mampu memberdayakan masyarakat, menimbulkan
stigmatisasi dan bahkan jebakan kemiskinan (poverty
trap) terhadap populasi sasarannya Edi Suharto (2005 : 37). Salah satu
kritik yang sering dilontarkan kepada welfare
state adalah terlalu dominannya peran pemerintah dalam merencanakan dan
sekaligus melakukan intervensi terhadap penanganan masalah. Selain menimbulkan
beban terhadap anggaran negara, pendekatan ini sering menimbulkan
ketergantungan kepada penerima pelayanan. Dalam praktik pekerjaan sosial,
pekerja sosial dipandang sebagai penolong yang serba bisa. Sementara klien
dipandang sebagai penerima bantuan yang seakan-akan tidak memiliki kemampuan
untuk menolong dirinya.
Pandangan
di atas saat ini mulai bergeser. Selain globalisasi yang berdampak pada faham
kapitalisme, lahirnya Undang-Undang No.
22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, ternyata juga telah membawa atmosfir
baru dalam pendekatan pembangunan termasuk pembangunan kesejahteraan sosial.
Pemerintah telah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk
membangun dirinya sendiri. Atmosfir ini kemudian oleh Jim Ife disebut
sebagai Change from Below. Atmosfir
ini telah memberi kesempatan kepada penerima pelayanan untuk mengambil
keputusan dalam rangka menentukan nasibnya sendiri. Mereka dipandang sebagai aktor yang
memiliki potensi dan kemampuan untuk mengatasi masalahnya sendiri.
Pernyataan
di atas sesuai dengan pandangan Jim Ife tentang pemberdayaan. Ife
mendefinisikan pemberdayaan sebagai suatu proses pendistribusian kekuasaan dari
yang ’memiliki’ kepada yang ’tidak/kurang memiliki’ baik secara individu, kelompok, maupun
masyarakat. Dengan pendistribusian tersebut terkandung makna adanya suatu keyakinan bahwa pihak yang menerima
pendistribusian kekuasaan memiliki potensi dan kekuatan serta sumber-sumber
untuk mengambil keputusan dalam menentukan nasibnya sendiri. Pandangan Jim Ife
di atas diperkuat dengan pandangan Priyono dan Pranarka (1997), bahwa pemberdayaan selain pendistribusian kekuasaan
(Distribution of Power), juga
merupakan proses perubahan pola relasi
dari subjek-objek menjadi
subjek-subjek. Dalam pengembangan
masyarakat relasi demikian dikenal dengan pendekatan partisipatif.
Pengembangan
masyarakat dengan pendekatan partisipatif dimaksudkan untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam menganalisis permasalahan yang dihadapainya dan
merencanakan pemecahannya. Dengan demikian masyarakat dengan kekuatannya sendiri mampu mengupayakan
pembangunan untuk dirinya sendiri yang berkelanjutan dalam bidang sosial,
ekonomi, dan lingkungan secara otonom Pendekatan
partisipatif dalam pengembangan masyarakat mengarahkan komunitas/masyarakat
lokal untuk menyadari adanya prinsip hubungan kesetaraan dan kebersamaan antara
dirinya dengan pihak luar seperti pemerintah, pengusaha, dan LSM. Aspek
penyadaran inilah yang membedakan antara proses pendekatan pengembangan
masyarakat yang mengandalkan pola hubungan subjek-objek (masyarakat pasif)
dengan proses pendekatan partisipatif yang mengedepankan pola hubungan subjek-subjek
(masyarakat aktif). Pendekatan tersebut akan mengurangi terjadinya proses
marjinalisasi masyarakat, sehingga hubungan masyarakat dengan pihak luar
(pemerintah, pengusaha, LSM) akan menjadi lebih sepadan dan egaliter, dan tidak
lagi ada hubungan searah dan otoriter. Proses ini memberi kepercayaan kepada
masyarakat untuk mampu mempertahankan kehidupannya sesuai dengan kemampuan,
sumber daya, dan budaya yang mereka
miliki.
Proses Pendampingan sosial tersebut mengakomodir prinsip pemberdayaan
Jim Ife tentang penghargaan akan (1). Pengetahuan
lokal; ( 2). Budaya lokal; (3) Sumber daya lokal; (4) Keterampilan lokal; (5)
Proses lokal, dan (6) Bekerja dalam suasana kebersamaan. Melalui Pendampingan
Sosial telah terjadi pendistribusian kekuasaan, di mana peka yang selama ini
dianggap powerless diberi kepercayaan
untuk mengambil keputusan dalam
menentukan masa depan dan nasibnya sendiri melalui kekuatannya tersebut. Dengan demikian melalui proses penelitian
peka diharapkan berdaya. Keberdayaan
tersebut ditandai dengan peningkatan kemampuan yang dikemukaan oleh Lorrancaine
Gitierrez dalam Jenkins Marry Bricker (1991:199) yaitu kemampun secara
personal, interpersonal dan politik. Kemampuan
personal adalah kemampuan individu dalam mengidentifikasi dan memahami kekuatan
yang dimilikinya. Kemampuan interpersonal
adalah kemampuan individu dalam mempengaruhi orang lain dengan menggunakan
kekuatan sosialnya. Kekuatan politik
adalah kemampuan dalam pengambilan keputusan bersama dan kemampuan dalam
mengalokasikan sumber di dalam organisasi atau masyarakat, baik secara formal
maupun informal.
- Perempuan Bagi
Kehidupan:
Penghidupan yang berkelanjutan adalah
suatu gabungan antara pekerjaan yang dibayar, kegiatan sub sisten dan kegiatan
yang dibayar, kegiatan sub system dan kegiatan pelayanan masyarakat. Penghidupan
adalah semua cara yang dilakukan manusia untuk mengumpulan sumber daya dan
memanfaatkannya untuk memenuhi kebutuhan sendiri, keluarga, dan masyarakat. Perubahan
dalam jenis pekerjaan yang satu mempengaruhi yang lain. Setiap jenis pekerjaan
memang diperlukan. Setiap jenis pekerjaan mendukung pekerjaan lainnya. Penghidupan
bersifat dinamis (selalu berubah) dan beragam (mencakup beberapa kegiatan yang
berbeda. Kerangka penghidupan : berkelanjutan ini dirancang untuk
mengidentifikasi kecenderungan (trens) dan isu-isu masa lalu, sekarang maupun
yang akan berkembang yang berhubungan dengan pola interkasi antara manusia
dengan lingkungannya dengan penekanan khsus pada jender sebagai suatu factor
yang sangat berpengaruh terhadap pola-pola tersebut. Pemahaman mengenai
penggunaan sumberdaya dalam hubungannya dengan kegiatan penghidupan menjadi
dasar untuk menganalisa keterampilan , pengetahuan serta teknologi yang
berkaitan dengan potensi/kemungkinan penghidupan yang ada maupun yang sedang
dikembangkan. Pemahaman tersebut, juga berguna dalam menganalisa pola-pola
partisipasi analisa pola-pola partisipasi . analisas mengenai akses sumber daya
maupun penguasaan (control) atas sumber daya akan memberikan gambaran mengenai dinamika
hubungan antara perempuan dan laki-laki dengan kuantitas dan kualitas sumber
daya yang ada dilingkungannya, pada tingkat local serta memberikan dasar untuk
menganalisa pola-pola pengambilan keputusan,secara bersama-sama. Informasi mengenai aktivitas/pemanfaatan, akses,
peluang (control) menjadi dasar untuk mengembangkan strategi efektif dalam
pengelolaan sumber daya berdasarkan kondisi sekarang (kebutuhan praktis) dan
kebutuah strategis maupun keinginan (prferen) baik bagi perempuan maupun
laki-laki. Penejelasan secara detail mengenai kerangka kerja beserta
komponen-komponen maupun alat-alat analisasnya
Pekerjaan yang dibayar: mencakup semua
kegiatan produktif yang dilakukan untuk menghasilkan pendapatan atau untuk
perdagangan atau barter, contoh pekerjaan yang bergaji dan pada perusahaan. Pekerjaan
sub sisten dilakukan untuk memenuhi kebutuhan barang atau jasa untuk keluarga
atau anggota masyarakat. Pekerjaan itu mencakup semua pekerjaan rumah tangga
dan menagusuh dan mengasuh anak dan juga produksi serta pengolahan hasil
pertaninan untuk kebutuahn sendiri contoh pekerjaan rumah tangga, berkebun Pekerjaan
pelayanan masyarakat mencakup kegiatan organisasi politik, agama, budaya sosial
atau kegiatan pengelolaan sumber daya berbasis masyaraka contoh pekerjaan suka
rela. Setiap jenis pekerjaan mendukung pekerjaan lainnya. Kualitas kehidupan
masyarakat dilandasi oleh sifat hubungan antara ketiga jenis pekerjaan
tersebut. Perubahan dalam satu jenis pekerjaan mempengaruhi pekerjaan tersebut.
Perubahan dalam satu jenis pekerjaan mempengaruhi jenis pekerjaan lainnya.
Perubahan dalam hal akses dan atau penguasaan terhadap sumber daya local
mempengaruhi ketiganya. Penghidupan yang berkelanjutan berada diwilayah yang bertumpang tindih.
Sifaf penghidupan yang mengaruhi jender:
Laki-laki dan perempuan umumnya memiliki tingkat dan tipe tanggungjawab
kewajiban dan kesempatan yang berbeda dalam kegiatan penghidupannya. Misalnya
laki-laki lebih sering melakukan pekerjaan yang dibayar dan aspek formal/politik
dalam pekerjaan pelayanan masyarakat daripada perempuan disuatu masyarakat,
seperti ditunjukkan pada diagram diatas, perempuan sering lebih banyak volume
kegiatannya dan tingkat tanggungjawabnya dalam pekerjaan sub sisten dan dalam
mengelola segi-segi informal dari pelayanan masyarakat. Seks adalah perbedaan
biologis antara perempuan dan laki-laki tidak bisa dirubah dan berubah Jender
adalah bentukan sosial dan budaya : apa yang kita harapkan dan mengerti
tentangperberdaan dan persamaan antara laki-laki dan perempuan berubah
berdasarkan waktu dan tempat.
Kemitrasejajaran adalah persamaan
kedudukan, hak dan kewajiban serta kesempatan dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Visi kemitrasejajaran adalah pencapaian kemitraan yang selaras dan
adil antara lelaki dan perempuan Situasi dimana harapan, sikap, kepercayaan,
budaya dan praktek sosial, institusi/lembaga atau masyarakat menciptakan
perbedaan (membeda-bedakan) berdasarkan jender yang dapat .KesenjanganL: ada
ada perbedaan antara kelompok –kelompok perempuan dan kelompok-kelompok
laki-laki dalam hal status atau kegiatan, mengapa kesenjangan ini terjadi. Pilihan
apakah terbatasnya pilihan bagi perempuan atau laki-laki disebabkan oleh
karakteristik yang tidak relevan . Keadilan apakah perempuan dan laki-laki
mendapat kesempatan yang sama (bukan berarti laki-laki dan perempuan memperoleh
perlakuaan yang sama, karena peralkukan bisa berbeda yang bpenting hasilnya
adil bagi laki-laki dan perempuan. Diskriminasi sistematik apakah masalah yang
timbul disebabkan adanya individu yang memiliki sikap, ide dan keyakinan yang
membatasi atau menekan? Atau masalah membatasi atau menekan? Ataukan masalah
structural yang menyebabkan terjadinya pembatasan atau penindatsan hokum
kemasyarakatan dan perundang-undangan, antarar harapan.
Tiga
jenis pekerjaan yang mencakup dalam penghidupan:
1. Pekerjaan
yang dibayar : untuk memperoleh pendapatan atau untuk barter contoh pekerjaan
di perusahaan , kantor dan pabrik
2. Pekerjaan
sub sisten: untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga , domestic, contoh pekerjaan
rumah, pertanian sub sisten
3. Pekerjaan
pelayanan masyarakat: untuk masyarakat yang lebih luas contoh pekerjaan
sukerela dengan organisasi local atau untuk tujuan politik agama dan budaya.
Beberapa pengertian tentang kondisi perempuan antara lain :
1. Partisipasi
perempuan : : partisipasi perempuan dalam kegiatan mana yang dilakukan
bersama-sama dan mana yang tidak
2. Partisipasi
dalam pengambilan keputusan dibedakan berdasarkan jender dan cirri utama
lainnya yang relevan.
3. Sumber
daya penggunaan (kegiatan) akses (kesempatan untuk menggunakan) penguasaan (hak
untuk memutuskan kepemilikan) bagi perempuan, laki-laki, keluarga /rumah
tangga,
4. Kondisi
(situasi sekarang, kebutuhan praktis ontoh kayu bakar untuk memasak ) bagi
perempuan laki-laki keluarga/rumah tangga.
5. Posisi
(keenderungan/perubahan jangka panjang, kepentingan strategis ontoh penghutanan
kemabli, perubahan pola pemafaatan lahan) bagi perempuan , laki-laki,
keluarga/rumah tangga.
6. Manfaat
dan biaya dari keenderungan sekarang/perubahan-perubahan yang direnanakan bagi
perempuan , laki-laki, keluarga/tangga.
7. Indikator
kuantatif dan kuantitatif tentang perubahan kearah yang diinginkan (contoh
peningkatan kelangsungan ekonomi, peningkatan keadilan sosial, peningkatan
keutuhan ekologi).
8. Penghidupan
berkelanjutan jika bersifat adaptif , efektif secara ekonomi, berwawasan
lingkungan dan secara sosial bersifat adil,
Pustaka
Acuan
Elmhirst
Rebecca, 2003 : Gender, Lingkungan dan
Pengurangan Kemiskinan, Jakarta : UI
Rustanto
Bambang, 2010 : Gender Dalam Pekerjaan
Sosial, Bandung :STKS
Soeharto
Edi. 2010 : Pendidikan dan Praktek
Pekerjaan Sosial Di Indonesia, Bandung : STKS
Wismer
Susab, 2002, Pelatihan Jender dan
Lingkungan, Jakarta : Cepi
Halo, nama saya PUSPITA Damanik. Saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman sangat berhati-hati karena ada penipuan di mana-mana. Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial, dan putus asa, saya telah scammed oleh beberapa lender online. Saya hampir kehilangan harapan sampai seorang teman saya merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal disebut Ibu Belinda yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan dari RP 700.000.000 (700 JUTA Rp) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres dengan tingkat bunga hanya 2%. Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah i diterapkan untuk dikirim langsung ke rekening saya tanpa penundaan. Karena aku berjanji padanya bahwa aku akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman dalam bentuk apapun, silahkan hubungi dia melalui emailnya: belindalamarloanltd@gmail.com atau aid.financial@financier.com
ReplyDeleteAnda juga dapat menghubungi saya di email saya puspitadamanik21@gmail.com.
Sekarang, semua yang saya lakukan adalah mencoba untuk bertemu dengan pembayaran pinjaman saya bahwa saya kirim langsung ke rekening bulanan.