UU
RI No.23 tahun 2002 pasal 1 dan Konvensi Hak Anak Tahun 1999 pasal 12 menyatakan bahwa partisipasi merupakan hak anak. Untuk itu
keluarga, sekolah dan masyarakat serta Pemerintah berkewajiban untuk memenuhi
hak tersebut. Terutama terkait dengan - pendapat anak, kebebasan berekspresi, kebebasan berkumpul/berteman,
akses terhadap informasi .
Andy West (2009) Seorang ahli dan pemerhati anak dari Inggris berpendapat bahwa partisipasi adalah anak memiliki
kesempatan untuk : menyatakan pendapat, mempengaruhi pembuatan
keputusan dan mencapai perubahan. Selanjutnya dia juga memberikan pengertian
tentang partisipasi anak merupakan keterlibatan anak berdasarkan pemahaman atas
informasi dan sifatnya sukarela dari semua anak, mencakup mereka yang paling
tersisihkan serta dari berbagai usia dan kemampuan, dalam hal apa pun yang
berkaitan dengan mereka baik langsung maupun tak langsung. cara kerja dan
prinsip penting yang berlaku lintas semua program dan terjadi di semua arena –
dari keluarga, sekolah, masyarakat sampai pemerintahan, dari tingkat lokal
sampai tingkat internasional.
Menurut Andy West (2009) berdasarkan kajian dan pengalaman kerjanya, maka
disimpulkan bahwa partisipasi anak mempunyai tingkatan atau level sebagai
berikut:
1. Partisipasi
Bermakna .
Partisipasi bermakna merupakan partisipasi yang berasal dari kesadaran
dan inisiatif anak itu sendiri. Tergantung pada pilihan anak, keadaan dan hal-hal yang
tepat dan realistis. Ini adalah kemitraan
antar anak, antar anak dan remaja, dan antar anak, remaja dan orang dewasa. Partisipasi bentuk ini meliputi :
- Anak-anak dan
remaja berbagi kuasa/kekuatan dan tanggung jawab untuk pengambilan
keputusan
Ø Bersama-sama diawali dan diarahkan oleh anak-anak dan orang dewasa. Peserta memutuskan berbagai peran dan tanggung jawab ke
arah tujuan yang sama;
Ø Diawali dan diarahkan oleh anak-anak dan remaja. Bentuk ini meliputi
organisasi-organisasi anak dan remaja, yang mereka kelola dan jalankan untuk
tujuan tertentu. Mereka mungkin memilih untuk melibatkan orang dewasa untuk
beberapa aspek, tapi bukan membuat keputusan dan mengontrol tindakan.
- Anak-anak dan
remaja terlibat dalam
proses pengambilan keputusan
Ø Diinisiasi oleh anak dan diinformasikan kepada orang dewasa. Anak-anak dan remaja
memutuskan untuk mulai bertindak, dan berkolaborasi dengan orang dewasa untuk
memutuskan bagaimana melakukan ini, dan peran dan tanggung jawab apa yang akan
diemban oleh mereka yang terlibat
- Pandangan anak-anak
dan remaja diperhitungkan
Ø Diinisiasi oleh orang dewasa dan dinformasikan kepada anak dan remaja. Disini orang dewasa memutuskan untuk bertindak,
melibatkan anak-anak dan remaja dalam memutuskan apa dan bagaimana
melakukannya, dan dalam peran dan tanggung jawab.
2. Partisipasi Di dengar
Partisipasi
Didengar merupakan partisipasi yang
didorong oleh orang dewasa kepada anak dan anak mengikuti kemauan orang dewasa. Dalam arti dimana anak-anak dan
remaja dapat dibimbing dan diberikan informasi walau mereka tidak memiliki kontrol atas keputusan-keputusan. Partisipasi bentuk Ini meliputi:
a. Anak-anak dan remaja
didukung dalam mengekspresikan pandangan-pandangan mereka
Ø Anak-anak dan remaja dibimbing dan diinformasikan oleh orang dewasa yang
mengontrol tindakan. Orang dewasa mencari dan menggunakan pandangan-pandangan
dan opini-opini anak tentang apa yang harus dilakukan dan tetap terus
menginformasikannya kepada mereka
b. Anak-anak dan remaja
didengar
Ø Anak-anak dan remaja ditugaskan tapi diinformasikan oleh orang dewasa yang
memegang kontrol. Orang dewasa membuat keputusan sendiri, tapi memastikan tetap
menginformasikan kepada anak-anak.
3.
Partisipasi Manipulatif
Partisipasi
manipulative mernupakan partisipasi yang direkayasa orang dewasa seolah-olah
untuk kepentingan anak padahal hanya kepentingan semu saja. Dimana orang
dewasa menggunakan
anak-anak untuk kepentingan dan tujuan
mereka sendiri. Partisipasi-bentuk ini meliputi :
a. Tokenism.
Orang dewasa bertujuan untuk meningkatkan kesan kredibilitas dan ketrampilan mereka dengan membawa
anak bersama mereka ke pertemuan dan perhelatan, atau menugaskan mereka ke
pertemuan atau perhelatan tanpa persiapan dimana mereka tidak akan dianggap
serius. Orang dewasa dapat mendorong atau memperkenankan anak untuk berbicara
tapi tidak mempertimbangkan pandangan atau ide mereka
b. Pretence.
Orang
dewasa mengadakan lokakarya atau perhelatan untuk menunjukkan bahwa anak-anak
berbicara, tapi tidak memperhatikan apa yang mereka katakan. Orang dewasa bisa
membuat forum anak tapi mengarahkannya seperti permainan dan event hiburan.
Orang dewasa melakukan ini untuk kredibilitas atau karena diharuskan oleh
donor, atasan atau agensi mereka.
c. Decoration.
Orang
dewasa mengambil atau mengirim anak-anak ke pertemuan atau perhelatan untuk
mementaskan atau melakukan sesuatu untuk memberikan sesuatu untuk dilihat,
warna, kecakapan, hiburan. Anak-anak mementaskan lagu, humor, lakon pendek atau
memberikan bunga.
d. Mouthpiece.
Orang
dewasa megarahkan atau melatih anak dalam hal apa yang harus mereka katakan dan
lakukan pada pertemuan dan perhelatan. Orang dewasa bisa mengambil alih atau
berbicara untuk anak, menerjemahkan apa yang mereka katakan untuk tujuan
kepentingan mereka sendiri.
Berdasarkan pandangan di atas,
sebenarnya partisipasi anak di setiap masyarakat pasti ada, hanya secara
cultural mempunyai perbedaan-perbedaan. Hal ini disebabkan adanya pandangan dan
prilaku masyarakat yang dikotrol kuat oleh nilai-nilai dan norma bahkan
keyakinan pada agama tertentu. Sehingga memunculkan adanya sikap egalitarian,
semi egalitarian dan otoriter, baik dilingkungan rumah, sekolah maupun di
masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian asha dalam aspek
partisipasi anak berikut ini :
A.Partisipasi
Anak Di Kabupaten TTU.
Kondisi alam yang kurang subur dan
gersang membawa kehidupan masyarakat di Kabupaten TTU harus berpikir dan
bekerja keras memenuhi kehidupannya. Masa tanam bahan pangan seperti jagung dan
ubi dan lainnya hanya ada satu kali
dalam satu tahun saat musim hujan datang dan itupun waktunya tidak terlalu
lama. Sedangkan di musim kemarau yang panjang kondisi alam kering kerontang dan
hanya tumbuh semak belukar, untuk kehidupan semakin sulit dan susah. Itulah
sebabnya secara turun=temurun keluarga selalu mengajarkan kepada anak-anak
bekerja keras dan dididik dengan keras juga.
Selain itu tradisi dari Gereja Khatolik
yang lebih mengutamakan kepatuhan umat kepada pemuka agama, membawa masyarakat
di Kabupaten TTU lebih parthernalistik. Di setiap lingkungan RT/RW dibentuk
persekutuan umat atau kelompok umat
basis (KUB) yang dikontrol oleh pemuka agama, yang secara langsung bersafiliasi
dengan kegiatan ritual gereja sebagai sebuah koloni atau satu paroki. Kondisi
alam dan cultural inilah yang membawa pengaruh hingga ketaat anak kepada orang
tua atau orang dewasa sangat tinggi, dan kontrol serta kekuasaan orang dewasa
sangat kuat.
Itulah sebabnya orang tua atau orang
dewasa lebih otoriter terhadap anak. Menyebabkan partisipasi anak baik di
rumah, di sekolah maupun di masyarakat masih pada level 3 atau katagori partisipasi
anak yang manipulative. Hal ini sesui dengan temuan penelilitan
berikut ini:
1.
Partisipasi Anak Di rumah.
Orang tua terutama Ayah menjadi
tokoh sentral dalam keluarga di wilayah penelitian ini. Karena pada umumnya Ayah sebagai pencari nafkah
utama dalam keluarga. Selain itu tokoh Ayah
merupakan penentu akhir dalam pengambilan keputusan dalam keluarga, sedangkan
mamah menjadi pendukung saja.. Sehingga kedudukan anak menjadi kurang penting
dalam dalam pengambil keputusan dalam keluarga. Meskipun demikian terkadang ada
beberapa orang tua juga memberi kesempatan kepada anak untuk mengajukan pendapat
terkait dengan pemenuhan kebutuhan dan keperluan anak lainnya. Namun usulan dan
pendapat anak tersebut sering tidak mendapatkan perhatian orang tua,
sebagaimana pandangan anak berikut ini:
“Orang
tua memberikan kesempatan kepada anak
untuk menyampaikan pendapat tetapi pendapat
itu tidak didengarkan” (fgd Anak)
Anak merasa bahwa mereka sudah ikut
berpartisipasi di rumahnya dengan cara
mengemukakan pendapat dan keinginannya seperti dalam memilih makanan yang
disukainya, pakaian untuk hari raya Natal, atau memilih sekolah yang
diminatinya. Namun pendapat tersebut sering kali tidak direalisasikan oleh
orang tuanya. Bahkan terkadang anak
marahi karena keinginannya itu tidak sesuai dengan kemauan orang tuanya
sendiri. Orang tua terutama Ayah sering
tidak mau mendengarkan pendapat anak-anaknya dibandingkan dengan mama
karena Ayah terlalu sibuk bekerja di
kebun maupun mencari nafkah bagi keluarga. Dan kalau pulang Ayah sudah capek
dan marah bila dimintain pendapat, sebagai mana pandangan anak berikut ini:
“..kalau punya masalah
bercerita sama mama. Kalau sama ayah suka tidak mau terima bahkan bisa
marah” (fgd.anak )
2.
Partisipasi Anak Di Sekolah
Di lingkungan sekolah terutama ank SD dan SMP di wilayah penelitian,
dalam system belajar mengajar dikelas
kurang bahkan jarang sekali menggunakan media diskusi sebagai sarana
meningkatkan partisipasi anak di sekolah . Guru masih menggunakan model
konvensional dalam melaksanakan tugas dan fungsi pengajaran dan pendidikan. Guru
masih satu-satunya sumber pengetahuan dan informasi bagi anak, dan anak tidak
diberikan kesempatan untuk mencari sumber lain diluar guru. Guru menggangap
anak perlu menerima materi belajar apa yang dikuasai guru saja, dan anak
tidak diajak diskusi di dalam kelas.
Kekuasaan guru di sekolah adalah mutlak dan anak tidak boleh tau kegiatan di
sekolah, selain belajar di kelas . Hal ini sesuai dengan temuan penelitian
berikut ini:
“Guru kurang dan jarang melibatkan anak dalam diskusi di
kelas, apalagi kegiatan lain diluar kelas
tidak pernah sama sekali”. (FGD Anak)
Anak merasakan bahwa ada guru yang
memberikan pembelajaran dengan menyenangkan dan ada guru yang kurang
menyenangkan, Guru yang menyenangkan biasanya guru yang mengajak anak siswanya
bercerita atau mendongeng. Ini dirasakan oleh anak terutama dari guru perempuan
dibandingkan dengan guru laki-laki, karena guru perempuan dianggapan menyabar
dan membimbing. Sedangkan guru laki-laki dianggap mudah marah dan suka memberi
hukuman kepada anak. Itulah sebabnya anak murid lebih suka mengusulkan
pendapatnya kepada guru perempuan, sebagai mana pandangan berikut ini:
“Salah satu
cara yang paling disukai dari guru perempuan adalah menyampaikan pelajaran
dengan cara berdongeng dan bercerita dengan anak muridnya” (fgd
anak)
3.
Partisipasi Anak Di masyarakat
Di lingkungan masyarakat, partisipasi
anak semakin rendah, karena masalah sosial kemasyarakatan menjadi tanggung
jawab orang dewasa terutama Ayah. Dunia di luar rumah dalam pandangan
masyarakat di wilayah penelitian, merupakan wilayah yang penuh bahaya, sehingga
hanya Ayah yang dianggap mampu menanganinya. Bahkan mama juga jarang dilibatkan
dalam pertemuan atau pengambilan keputusan dalam masyarakat, apalagi anak yang
masih dianggap terlalu muda. Sehingga ketika ada pertemuan di Lopo (tempat
pertemuan) membahas persoalan masyarakat seperti musyawarah rencana pembangunan
(musrenbang) desa, anak belum dilibatkan karena dianggap tidak penting. Hal ini sesuai dengan
pandangan berikut ini:
“Anak tidak pernah
dilibatkan dalam pertemuan di tingkat RT/Kampung/Desa karena bagi mereka anak itu
masih kecil dan suara anak tidak
diakomodir karena tidak penting” (FGD
Anak)
Bagi anak keterlibatan dalam pertemuan di masyarakat itu
penting, agar anak dapat belajar dan bersosialisasi dengan orang dewasa. Namun
orang dewasa masih mengganggap bukan tempatnya bagi anak terlibat dalam masalah
yang sulit-sulit. Untuk itu anak hanya
dilibatkan dalam kegiatan keagamaan seperti membersihan Gereja dan bernyanyi dalam paduan suara untuk
kepentingan pelayanan umat. Hal ini sesuai dengan pandangan berikut ini:
“Partisipasi anak dalam
kegiatan keagamaan diantaranya sebagai putri altar, pemegang lambang kristus,
anggota paduan suara, pembawa doa umat” (fgd anak)
B.Partisipasi
Anak Di Kabupaten Rembang
Kabupaten Rembang sebagian besar
wilayahnya adalah daerah pesisir pantai dan pertanian sawah tadah hujan. Pekerjaan
orang tua mereka pada umumnya adalah petani dan nelayan, dengan penghasilan
yang berada dibawah Rp 1 juta rupiah. Meskipun mereka termasuk kelompok
berpenghasilan rendah, namun masyarakatnya bersikap terbuka dalam mengemukakan
pandangannya. Hal ini sebagai pengaruh dari pekerjaan mereka yang sering
bekerja secara kelompok baik dalam mencari ikan maupun dalam mengelola sawah,
mempengaruhi system komunikasi dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Karena system kepercayaan dan religisitas
masyarakat Kabupaten Rembang yang didominasi Kelompok Islam Nahdiyin atau
Nahdatul Ulama (NU), maka mereka menganut patrimonial dimana umat sangat taat
dan patuh kepada keputusan atau wejangan dari Kyai sebagai pemuka agama. Kyai
merupakan panutan bagi masyarakat, sehingga petuahnya merupakan hokum tidak
tertulis bagi masyarakat, bahkan bisa mengalahkan hokum Negara. Kondisi alam
dan sosiokultural masyarakat Kabupaten
Rembang, kalau dilihat dalam kajian ini sebenarnya masyarakatnya tergolong semi
egalitarian.
Itulah
sebabnya orang tua atau orang dewasa sudah mau memberi tempat kepada anak
sebuah ruang untuk berpartisipasi baik di lingkungan ruamh, sekolah maupun
masyarakat namun setengah hati. Sehingga partisipasi anak di wilayah penelitian
ini mencapai level 2 yaitu partisipasi
yang didengar. Sebagaimana temuan dalam penelitian ini:
1. Partisipasi Anak
Di Rumah.
Orang tua baik Bapak maupun ibu di wilayah penelitian ini,
bahu membahu bersama bekerja mencari nafkah bagi keluarga. Orang tua terkadang
melibatkan anak sebagai tenaga kerja subsisten yang tidak perlu menerima
pembayaran upah. Itulah sebabnya anak dekat baik kepada Bapak maupun ibu, dan
hubungan orang tua dengan anak tidak berjarak, mendorong terjadinya diskusi dan
musyawarah dalam menentukan keputusan bagi kehidupan keluarga mereka. Anak juga
mendapat tempat dalam musyarawarah keluarga untuk kehidupan dan keperluan anak, sebagaimana
pandangan berikut ini:
”Anak diajak musyawarah untuk memilih makanan, pakaian, pendidikan, dan
keperluan anak lainnya” (FGD Anak)
Anak merasa bahwa
dirinya semakin berharga di mata keluarganya, karena selain dilibatkan dalam
pekerjaan di rumah dan di sawah maupun di laut bersama-sama orang tua
mereka, Anak juga mendapat pujian atau
penghargaan apabila mendapat prestasi di sekolah, meskipun mereka bekerja
dengan keras namun tidak meninggalkan kepentingan dan prestasi belajar di
sekolahnya. Sebagaimana pandangan berikut ini:
“Orang tua wajib mengembangkan rasa
bangga dan memberi penghargaan pada anak-anak mereka. Ekspresi kasih sayang
dari orang tua diwujudkan dengan
memberikan pujian kepada anak yang berprestasi di sekolahnya” (fgd anak)
2. Partisipasi Anak
Di Sekolah
Di lingkungan sekolah,
guru-guru di wilayah penelitian ini telah menerapkan cara belajar siswa aktif, Dimana guru sudah tidak menjadi sumber
pembelajaran utama, tetapi muridlah yang harus mengembangkan diri sendiri dan
mencari bahan belajar serta informasi sesuai kebutuhan di kelas. Ini sebagai
kebutuhan murid untuk mengejar keterbatasan sumber pembelajaran yang tersedia
di sekolah, sebagaimana pandangan berikut ini:
”Guru
sering mengajak ngobrol dengan murid-murid untuk keperluan belajar, bahkan
murid diajak mencari ditempat lainnya ”
(FGD Anak)
Partisipasi anak di sekolah, tidak hanya
itu saja, bahkan murid diajak gurunya untuk ikut memikirkan kegiatan-kegiatan
sekolah yang ringan dan membawa murid untuk mampu mengorganisir diri dalam
mengelola kegiatan di luar kelas yang memungkinkan menambah kemandirian murid.
Sebagaimana pandangan berikut ini:
“Murid diajak memikirkan sekolah yang ringan
seperti ekstrakurikuler, mendekor ruang kelas, termasuk liburan dan rekreasi”
(fgd anak)
3. Partisipasi Anak Di Masyarakat
Di lingkungan
masyarakat , anak mulai dilibatkan terutama terkait dengan kegiatan sosial kemasyarakatan di tingkat
desa. Partisipasi anak mulai meningkat terutama dilibatkannya anak dalam pertemuan-pertemuan tingkat rt/kampung bahkan desa. Hal ini
disebabkan di wilayah penelitian sudah dibentuk lembaga perlindungan anak
tingkat desa yang salah satu anggotanya adalah anak. Namun kehadiran anak dalam
setiap kali pertemuan belum sepenuhnya berarti, karena mereka masih dianggap
sebagai anak kecil, sebagaimana pandangan berikut ini:
”pernah
dilibatkan dalam rapat rt/kampung atau desa, namun masih dianggap anak kecil
(FGD Anak)
Anak juga merasakan bahwa
dirinya sudah mulai diakui keberadaannya dan dilibatkan dalam kegiatan sosial
kemasyarakatan, sebagai bentuk pembelajaran dan sosialisasi untuk mengenal dan
mengetahui aktivitas di lingkungannya. Karena wilayah penelitian ini merupakan
mayoritas beragama Islam, maka kegiatan keagamaan yang lebih sering diikuti
anak-anak, sebagaimana pandangan berikut ini:
”anak-anaknya mengikuti kegiatan perayaan keagamaan, yang diselengarakan di
masjid atau mushola”
C,Partisipasi Anak
Di Kota Surabaya
Surabaya merupakan kota terbesar ke 3 di
Indonesia, merupakan kota perdagangan, jasa dan industry. Sehingga pada umumnya orang tua mereka
bekerja disektor yang terkait dengan perdagangan/jasa dan industry, hanya
sedikit sekali yang bekerja disektor pertanian. Sebagai kota besar tentunya
Surabaya, memiliki berbagai sarana informasi, sehingga keterbukaan masyarakatnya
untuk menyampaikan pendapat juga dapat diakomodasikan diberbagai media baik
cetak,elektronik, maupun media lainnya.
Selain itu penduduk Surabaya juga
berasal dari berbagai etnis dan agama meskipun mayoritasnya masih suku jawa dan
beragama Islam. Keanekaragaman suku ini membawa pengaruh kepada prilaku dan
interaksi antar orang, mereka lebih dapat menerima perbedaan-perbedaan. Warga
Surabaya lebih mudah menerima pendapat pihak lain dan menyampaikan usulannya
tanpa segan-segan (tanpa tedengalingaling), menyebabkan terjadinya keakraban
dalam hubungan sosial kemasyarakatan.
Itulah sebabnya orang tua juga mengajarkan
dan mensosialisasikan kepada anak-anaknya untuk bersikap terbuka, mau menerima
pendapat orang lain dan mau menerima perbedaan. Orang tua memberi kebebasan
kepada anaknya untuk memilih keinginannya dan orang tua membimbingnya. Begitu
juga para guru di Surabaya mengajak anak
untuk mampu berdiskusi. Berbagai kegiatn sosial kemasyarakat juga sudah mulai
melibatkan anak-anak terlebih di wilayah penelitian yang sudah lama di
dampingin oleh Plan. Sehingga partisipasi anak sudah hampir mendekati level 1
atau partisipasi
yang bermakna, artinya kesadaran dan inisiasi anak sudah muncul. Hal
ini dapat dilihat dalam temuan penelitian berikut ini:
1.. Partisipasi Anak Di Rumah.
Orang tua dan anak di wilayah penelitian ini sudah banyak
menerima informasi tentang perlindungan anak khususnya pemenuhan hak-hak anak baik dari Plan maupun
Organisasi sosial lainnya. Itulah
sebabnya hubungan orang tua dengan anak semakin dekat dan tanpa jarak, sehingga
orang tua menyadari pentingnya mendengar pendapat dan usulan dari anak baik
pemenuhan kebutuhan makan, pakaian bahkan untuk kepentingan pendidikan dan
kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari pandangan berikut ini:
“Orang tua menghargai pendapat anak
dan Anak bebas memilih makanan, pakaian
atau sekolah” (fgd anak)
Anak juga merasakan bapak serta
ibunya telah menerapakan cara-cara
demokratis dalam pengasuhan anak. Setiap
ada keinginan orang tua selalu didiskusikan kepada anak, begitupun sebaliknya
setiap keinginan anak juga didiskusikan kepada orang tua. Hubungan timbal
balik yang baik antara orang tua dan
anak ini menjadikan sarana yang baik dalam perlindungan anak. Anak merasa dapat menentukan sendiri
keinginan untuk menyalurkan hobby dan kreativitasnya, sebagaimana pandangan
berikut ini:
“Orang tua memberikan kebebasan
sepenuhnya pada anak, dalam melukis, main musik, teater hingga band” (fgd anak)
2.
Partisipasi Anak Di Sekolah
Di lingkungan sekolah, hubungan
antara guru dan muridnya juga semakin dekat. Karena guru telah mendapatkan
berbagai macam penyuluhan dan pelatihan terkait dengan pembelajaran tanpa rasa
takut (learning without fear) baik dari Plan maupun dari organisasi sosial
lainnya. Itulah yang menyebabkan komunikasi antara guru dan muridnya sudah
menemukan keakraban baik dalam kegiatan belajar mengajar di kelas maupun di
luar kelas, sebagaimana pandangan berikut ini:
“Adanya kerja sama antara
siswa dan guru dalam belajar mengajar dan juga anak dilibatkan untuk kegiatan sekolah lainnya (fgd anak)
Anak merasa hubungan murid dan guru
semakin dekat, karena guru dapat diajak berkomunikasi dengan anak. Banyak murid
yang menyukai guru yang mau mendengar pendapat anak, terutama guru-guru yang mudah
diajak ngobrol dan curhat dengan muridnya. Murid menjadi lebih percaya diri dan
mandiri dengan diajar oleh guru-guru yang peka terhadap kebutuhan anak. Hal ini dapat
dilihat dari pandangan berikut ini:
“anak lebih menyukai guru
yang bisa diajak ngobrol/curhat, sabar, ramah, tidak membosankan, telaten jika
mengajar sehingga cepat dimengerti anak” (fgd anak)
3. Partisipasi Anak Di Masyarakat.
Dilingkungan masyarakat tingkat pertisipasi anak sudah meningkat. Di mana
anak selain terlibat dalam pertemuan-pertemuan yang membahas soal masalah
sosial kemasyarakatan, anak juga sudah diperbolehkan mengeluarkan pendapat dan
usulannya. Walaupun akhirnya pendapat dan usulan tersebut tidak seluruhnya
dapat diakomodir, tetapi apabila pendapat dan usulan tersebut baik dan benar,
maka para pengambil keputusan akan menerimanya. Hal ini sesuai dengan pandangan
berikut ini:
“Anak dilibatkan dalam pertemuan
RT/RW/Kelurahan dan boleh berpendapat
asal benar pasti diterima” (fgd. Anak)
Anak yang sering terlibat dalam
kegiatan sosial kemasyarakat baik tingkat RT/RW/ maupun Kelurahan, pada umumnya
adalah anak-anak yang tergabung dalam forum anak kelurahan atau kelompok anak
dari Joyfull Learning Group. Kelompok anak ini merupakan hasil bentukan dan
pembinaan dari Plan dan organisasi sosial lainnya dari Kota Surabaya, sehingga
anak-anak ini mulai berani dan mampu mengemukakan pendapatnya. Namun dalam praktek keseharian-hariannya, anak masih
ditempatkan sebagai obyek belum menjadi subyek, karena anak hanya diperintah
oleh orang yang lebih dewasa. Hal ini sesuai dengan pandangan berikut ini:
“Kalaupun anak terlibat, mereka hanya
membantu mengerjakan sesuatu yang diperintahkan orang dewasa” (fgd anak).
No comments:
Post a Comment