Search This Blog

Search This Blog

Thursday, January 8, 2015

KOMUNIKASI KELUARGA



Oleh:
Aida Vitayala S.Hubeis

Komunikasi adalah cara membuat orang lain tahu tentang gagasan dan perasaan kita: Komunikasi adalah apa yang kita katakan, bagaimana menyampaikannya, mengapa disampaikan, dan apa yang tidak dikatakan. Komunikasi adalah ekpresi wajah, gerak gerik dan nada suara. Komunikasi yang baik antar anggota keluarga tidaklah terjadi begitu saja, semua harus membuatnya  terjadi. Komunikasi keluarga yang baik mencakup bagaimana menjadi pendengar yang baik (good listener) dan sekaligus pembicara yang bijak (wise speaker). Dengan cara ini, keluarga (orangtua-anak, antar-anak) akan dapat berkomunikasi dengan baik dan mengendalikan kehidupan komunikasi mereka.
               
Komunikasi efektif menjadi ciri penting dari suatu keluarga yang kokoh dan sehat. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi merupakan bangunan utuh dari relasi perkawinan yang kokoh, relasi hangat antara orang tua dan anak, dan antara saudara sekandung. Mengapa demikian? Jawabannya adalah karena komunikasi merupakan jantung kehidupan setiap anak manusia dan tentunya setiap keluarga.

Setiap anak manusia perlu dan pasti berkomunikasi dalam kehidupannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 75-90 persen waktu manusia adalah dihabiskan untuk berkomunikasi. Jadi bisa dibayangkan jika komunikasi kita berlangsung buruk setiap harinya maka berarti kehidupan kita juga buruk. Sebaliknya, jika komunikasi kita berlangsung baik maka dengan sendirinya hidup kita juga akan menjadi baik.

Keluarga besar (extended family), orangtua dan anak plus kerabat (kakek, nenek, bibi, paman, dll)  kini sudah sangat jarang ditemukan. Keluarga sebagai unit terkecil di masyarakat, kini umumnya hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak, disebut keluarga inti (nuclear family). Pergeseran bentuk keluarga dari extended ke nuclear family membawa perubahan dalam pola-pola komunikasi. Tidak ada lagi campurtangan pengasuhan atau sosialisasi nilai-nilai dari orang lain/kerabat, selain orangtua ke anak. Namun komunikasi antara orangtua dan anak kini juga tidak lagi utuh dalam artian kesamaan tempat tinggal secara fisik.

Pada masa kini, umum ditemukan keluarga yang hanya terdiri dari ibu dan anak, atau ayah dan anak, atau bahkan anak saja; hal ini terjadi karena orangtua padat skedul di tempat kerja. Atau anak bersekolah di luar kota dan beragam kombinasi alasan sebagai penyebabnya. Dalam hal ini. peneliti dan pakar  yang mempelajari persoalan keluarga umumnya sepakat bahwa nilai, kendala sosial, dan perilaku yang mempengaruhi struktur keluarga telah berubah selama dua dekade. Kemampuan keluarga untuk bertahan hidup dalam perubahan ini menyebabkan timbulnya fleksibilitas keluarga dan fleksibilitas ini dibantu dengan cara bagaimana anggota keluarga berkomunikasi. Selanjutnya, walaupun sejumlah fungsi keluarga telah didelegasikan ke agen layanan sosial (pembantu, perawat, sekolah), keluarga tetap diharapkan untuk saling-asuh dan saling asih dan saling mendukung. Dalam hal ini, komunikasi memainkan peran sentral dalam keluarga.

KOMUNIKASI KELUARGA

Komunikasi keluarga mengacu pada pertukaran informasi secara verbal (ujaran) dan nonverbal (bahasa tubuh) antar-anggota keluarga. Komunikasi melibatkan kemampuan untuk memerhatikan apa-apa yang disampaikan, dipikirkan dan dirasakan oleh orang lain. Dengan kata lain, bagian terpenting dari komunikasi tidaklah semata-mata hanya berbicara, tetapi menyimak apa yang akan dikatakan oleh orang lain.

Komunikasi dalam keluarga sangat penting karena meyediakan media bagi anggota keluarga di dalam mengekspresikan keperluannya, keinginannya, dalam dimensi saling peduli. Dalam hal ini, komunikasi yang terbuka dan jujur menghasilkan suasana yang memungkinkan anggota keluarga untuk mengekpresikan perbedaan mereka seperti halnya perasaan saling sayang dan saling respek. Melalui komunikasi anggota keluarga dapat mensolusikan masalah-masalah yang timbul dalam semua keluarga.

Seperti halnya komunikasi efektif selalu ditemukan dalam relasi keluarga yang kokoh dan sehat maka komunikasi buruk akan juga tercerminkan pada relasi keluarga yang buruk. Penasehat Perkawinan dan Keluarga acap melaporkan bahwa komunikasi buruk merupakan keluhan utama dari keluarga yang bermasalah. Komunikasi buruk, tidak jelas dan tidak langsung mengarah pada sejumlah masalah keluarga, termasuk konflik keluarga yang ekstrim, penyelesaian masalah yang tidak efektif, kurang akrab, dan melemahkan kaitan emosi dalam keluarga. Hasil penelitian menemukan adanya ikatan kuat antara pola komunikasi (assertive comunication) dan kenyamanan dengan relasi keluarga, dimana keluarga berkomunikasi dalam posisi I am, you are OK. Bahkan komunikasi buruk ditenggarai berkaitan erat dengan meningkatnya resiko perceraian dan atau perpisahan serta masalah perilaku pada anak. Jargonnya, komunikasi tidak nyambung, komunikasi negatif, dan komunikasi rumah keong (rumahnya mungkin tetap ada, tetapi keongnya belum tentu ada di dalamnya).

KOMUNIKASI AFEKTIF-DINAMIS

Komunikasi dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu komunikasi yang  instrumental dan komunikasi yang afektif. Komunikasi instrumental adalah pertukaran informasi faktual yang membuat orang-orang memenuhi fungsi keluarga, seperti memberitahu anak kapan  dijemput di sekolah dan dimana, memberitahu pasangan (suami dan atau isteri) untuk mengingatkan sesuatu. Sedangkan, komunikasi afektif adalah cara anggota keluarga saling berkomunikasi, berbagi suka-duka dengan melibatkan perasaan dan emosi. Beberapa fungsi keluarga sangat cocok dilakukan dengan mengunakan komunikasi instrumental, tetapi sulit untuk diterapkan dalam komunikasi afektif. Bayangkan, jika setiap hari sesama anggota keluarga hanya berkomunikasi secara intrumental. Tentunya, suasana komunikasi akan dingin dan kaku. Karena itu, keluarga yang sehat adalah keluarga  yang dapat berkomunikasi dengan baik di dua area, instrumental dan afektif, sesuai keperluan tujuan komunikasi.
   
Komunikasi keluarga akan terjadi dalam salahsatu dari empat gaya komunikasi (styles of communication) berikut.
1)   Komunikasi langsung dan jelas
Komunikasi langsung dan jelas adalah bentuk komunikasi yang paling sehat dan terjadi ketika pesan dikemukakan secara jelas dan langsung ke anggota keluarga yang bersangkutan. Sebagai contoh, ketika seorang ayah kecewa kepada anaknya yang gagal menyelesaikan tugasnya dan berkata “ nak, ayah kecewa kamu lupa membersihkan kamarmu  hari ini tanpa diingatkan”.
2)   Komunikasi tidak langsung dan jelas
Pada komunikasi tidak langsung dan jelas, pesan yang disampaikan jelas, tetapi tidak langsung ditujukan kepada orang yang bersangkutan. Dalam contoh yang sama, ayah berkata “sangat mngecewakan jika orang lupa mengerjakan tugasnya membersihkan kamarnya sendiri”. Pada pesan ini, anak mungkin tidak sadar bahwa ucapan tersebut ditujukan kepadanya.  
3)   Komunikasi topeng dan jelas
Komunikasi topeng dan jelas terjadi ketika konten pesan tidak jelas, tetapi ditujukan kepada anggota keluarga yang jelas tujuannya. Dalam ilustrasi yang sama, Ayah  mungkin akan berkata “ nak, ternyata orang tidak bekerja keras dalam melakukan apa yang seharusnya dia lakukan”.
4)   Komunikasi topeng dan tidak langsung
Komunikasi topeng dan tidak langsung terjadi ketika baik pesan maupun orang yang dituju tidak jelas. Pada keluarga dengan relasi yang tidak sehat, komunikasi cenderung sangat bertopeng dan tidak langsung. Contoh dari ilustrasi yang sama, ayah akan berkata “anak muda zaman sekarang sangat malas”

Agar komunikasi efektif terjadi dalam keluarga, anggota keluarga harus saling terbuka dan jujur dalam berkomunikasi sehingga menumbuhkan relasi saling percaya. Tanpa saling percaya, keluarga tidak dapat membangun relasi yang kokoh. Dalam hal ini, orangtua, utamanya adalah bertanggungjawab untuk menyediakan lingkungan yang aman yang memungkinkan anggota keluarga dapat mengekspresikan pikiran dan perasaan secara terbuka. Hal yang patut diperhatikan adalah tidak semua anggota keluarga berkomunikasi dengan cara yang sama dan pada level yang sama. Hal ini terutama pada anak. Jadi, ketika berkomunikasi dengan anak, adalah penting untuk orang dewasa untuk menyimak secara seksama tentang apa yang akan dikatakan tanpa adanya asumsi yang tidak diinginkan. Sangatlah penting untuk   memperhatikan usia dan level kedewasaan anak. Dengan kata lain, orangtua tidak dapat berkomunikasi dengan anak dengan cara yang sama seperti halnya berkomunikasi dengan pasangannya (suami-isteri) karena mungkin anak belum cukup dewasa untuk memahaminya.

KUNCI MEMBANGUN KOMUNIKASI EFEKTIF

Banyak cara yang dapat dilakukan oleh keluarga untuk menjadi komunikator efektif dalam upaya memperbaiki kualitas relasi antar-anggota keluarga. Keluarga dapat memperbaiki keterampilan komunikasi dengan melakukan hal-hal berikut:
1)      Frekuensi komunikasi: hal paling sulit yang dihadapi keluarga masa kini adalah mencari waktu bersama. Skedul kerja orangtua yang padat (ayah-ibu  sama-sama bekerja), dan skedul sekolah anak yang juga padat menyebabkan sangatlah sulit bagi keluaga untuk memperoleh waktu cukup untuk sekedar santai bercakap-cakap; Trik-trik yang dapat dipakai, jika mengantar anak ke sekolah dengan mobil maka  berbicaralah di dalam mobil, ada waktu tertentu mematikan TV atau bahkan nonton TV bareng, makan bersama (walau tidak setiap hari); pasang papan tulis untuk mencantumkan kegiatan haran anggota keluarga; Bikin skedul formal atau informal pertemuan keluarga untuk membicarakan isu-isu penting yang berdampak pada keluarga; tentunya masih banyak cara kreatif lain untuk memperoleh waktu berkomunikasi dengan anggota keluarga. Apalagi dengan teknologi komunikasi (cyber communication) yang semakin canggih, komunikasi bisa dilakukan lewat telepon selular (SMS, BBM), chatting internet, dll.
2)      Komunikasi jelas dan langsung: Keluarga dengan relasi yang sehat mengkomunikasikan pikiran dan perasaan secara jelas dan langsung. Hal ini penting ketika berupaya menyelesaikan masalah yang timbul antara anggota keluarga (orangtua-anak; anak-anak), antar-pasangan (orangtua;  suami-isteri). Komunikasi tidak langsung dan samar-samar tidak hanya gagal menyelesaikan masalah, tetapi juga akan berkontribusi pada timbulnya kekurangakraban dan blokade emosi antar-anggota keluarga, dan atau bahkan menimbulkan konflik tersembunyi.
3)      Jadilah penyimak yang baik: aspek penting dari komunikasi efektif adalah menyimak (listen) apa yang akan dikatakan oleh orang lain, dan bukan hanya mendengar (hear). Menjadi penyimak aktif melibatkan upaya memahami pandangan dan pikiran orang lain tentang sesuatu yang dibicarakan. Menyimak dengan seksama pembicaraan dari anggota keluarga (ayah, ibu, atau anak) sangatlah penting untuk sekaligus meresponi pesan secara verbal (ujaran) dan nonverbal (non-ujaran); Sebagai penyimak aktif, kita perlu memberi respon aktif dalam bentuk verbal (mengungkapkan sudah  paham, mengerti  atau bertanya); Respon  nonverbal, misalnya dengan mengangguk, tersenyum, kontak mata, dan bahasa tubuh lainnya.  
4)      Perhatikan pesan-pesan non-verbal: Selain serius menyimak pembicaraan verbal, komunikator efektif juga perlu memperhatikan perilaku pembicara yang nonverbal. Terkadang, segala sesuatu yang diucapkan secara ujaran  dalam bahasa nonverbal bisa-bisa saja ditampilkan berbeda dengan makna yang verbal. Dalam kasus seperti ini, menjadi penting untuk mengetahui bagaimana sebenarnya perasaan rekan bicara dengan melakukan tatapan kontak mata, melihat ekspresi wajah. Istilah jargonnya,  “mulut bisa menyampaikan apa-apa yang ingin disampaikan tapi pada saat bersamaan menyembunyikan apa-apa yang tidak akan dikatakan, tetapi ekspresi wajah sulit untuk menyembunyikan segala sesuatu yang tidak dikatakan”.
5)      Berpikir positif:  menghadapi masalah keluarga acap kali tanpa disadari diselesaikan dengan komunikasi negatif, seperti kritik yang tidak jelas, tidak saling-respek (marah-marah, nada suara tinggi);  komunikasi efektif dalam keluarga haruslah positif, saling terbuka, saling jujur, dan saling respek. Persoalan ketidakharmonisan keluarga, apakah knflik berlanjut, perceraian atau pisah, umumnya disebabkan karena komunikasi negatif terus menerus terjadi dan dipelihara.   

BAHAN BACAAN
1)      Berlo, D. 1960.  The Process of Communication: An Introduction to Theory and Practice.  New York : Holt, Rinehart and Winston, Inc.
2)      DeVito, J.A. 1997. Human Comunication. Hunter College of the City University of New York.   
3)      Epstein, N. B. Bishop, D., Ryan, C., Miller, & Keitner, G., 1993. The McMaster Model View of Healthy Family Functioning. In Froma Walsh (Eds.), Normal Family Processes. The Guilford Press: New York/London.
4)      Fitzpatrick, M.A., Marshall, L.J., Leutwiler, T.J., & Krcmar, M. (1996). The effect of family communication environments on children’s social behavior during middle childhood. Communication Research, 23, 379-406.
5)      Fitzpatrick, M. A. & Ritchie, L. D. (1993). Communication theory and the family: In P. Boss, W. Doherty, R. LaRossa, W. Schumm, & S. Steinmetz (Eds.), Sourcebook of family theories and methods: A contextual approach (pp.565-585). New York: Plenum.
6)      Gottman, J.M. 1994. Why marriages succeed or fail. New York: Simon & Schuster.
7)      Hubeis, Aida V.S. 2010. Keluarga Indonesia Abad XXI. Dalam Aida, V.S. Hubeis. 2010. Pemberdayaan Perempuan dari Masa ke Masa. Penerbit PT. IPB Press.
8)      Miller, R. S. & Perlman, D. 2009. Intimate relationships, (5th Ed.). Boston: McGraw Hill Publishing.





CURICULUM VITAE


Prof.Dr.Ir.Hj.Aida Vitayala Hubeis
Guru Besar Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia (SKPM FEMA)
Institut Pertanian Bogor

Catatan Singkat
Aida memperoleh gelar Insinyur Pertanian pada Tahun 1974 dengan  spesialisasi  Sosiologi dan Penyuluhan Pertanian dan Komunikasi. Pada Tahun 1977 mengambil pre-doctorate Degree di bidang Social Anthropology; women’s studies di  Sussex University, Brighton-England. Dan pada Tahun 1984 di universitas yang sama sebagai independent student di bidang women studies (sambil menulis disertasi di bawah bimbingan Prof.Dr.Scarlett Epstein). Tahun 1985, berhasil mempertahankan disertasi  Doktor berjudul “Women, Food, Health, and Development: A Case Study on Cipari Village-West Java. Dan Profesor dalam Komunikasi – Gender di Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (KPM) – Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.

Aida telah bekerja sejak  tahun 1975 sebagai Dosen di Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian pada Fakultas Pertanian dan Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB). Juga pernah mengajar di beberapa pascasarjana Universitas lain. Telah dipercaya menjabat beberapa posisi struktural di IPB diantaranya (1) Ketua Prodi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan–Pascasarjana IPB, 1995-2003  (2) Kepala Pusat IRADRU  (Indonesian Rural Mediation and Alternative Dispute Resolution Unit), LPM IPB, 2001-2003 (3) Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pada Masyarakat (PusDikLatMas), LPM IPB, 1988-2004.  Melalui semua posisi ini, Aida telah terlibat dalam banyak kegiatan yang terkait pada Pemberdayaan/ Pengembangan Masayarakat di tingkat nasional atau regional, diantaranya Pengembangan dan Pemberdayaan  Masyarakat Desa, Pendamping Masyarakat Tani, Pedagang Kaki Lima (Pedagang Makanan Jajanan), Penyuluh Pertanian, dan Petugas Konsultasi Lapangan dari Departemen KUKM;

Untuk Program tingkat Nasional, Aida selama 10 tahun menjadi Anggota Pokja Nasional pada Program Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (SP3) - Tahun1988-1998; Koordinator Nasional Perekrutan dan Pelatihan Sarjana PKL (Petugas Konsultansi Lapangan Koperasi) – Dep. KUKM, Tahun 1994-1998; Koordinator Nasional Program Aksi Pemberdayaan Masyarakat Tani (tahun 1998-2000) di 13 provinsi di Indonesia bekerjasama dengan 19 Perguruan Tinggi dan mengkoordinasi 5000 Tenaga Pendamping, Petani; Ketua Tim Independen Penganugerahan Gender Award dan penyusun konsep – Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan (KNPP-RI) Tahun 2004-2007.

Memiliki pengalaman luas sebagai freelance consultant, sejak tahun 1986. Telah bekerja untuk lembaga pemerintah, diantaranya  Dep.KUKM, Deptan, UPW/KNPP, Bappenas, BKKBN, Depdikbud, Depdagri, Depertemen Pemuda dan Olah Raga, dan Depnakertrans,  Departemen Kimpraswil. Pada Non-pemerintah telah bekerja untuk  ACTWOM, CIDA, GTZ, BOOM, Dutch Government, IFAD, UNICEF, World Bank, UNDP, and ILO.

Pengalaman Organisasi (antara lain):
1.      Pendiri dan Ketua Umum Institut Pendidikan Perempuan Indonesia
2.      Pendiri dan Anggota Presidium Nasional Mitragender
3.      Ketua Dewan Direktur Pusat Kajian Gender Indonesia (PKGI)
4.      Pendiri dan pengurus Tim Tujuh Pemberdayaan Perempuan – The Habibie Center
5.      Ketua Yayasan Perempuan Peduli Bangsa (YPPB)
6.      Divisi Litbang Yayasan Amal Bakti Ibu (YABI)
7.      Pendiri dan Anggota Presidium Forum Cendekiawan Muslim Indonesia (FCMI)
8.      Wakil Ketua Dewan Penasehat ICMI Pusat
9.      Pengurus IMWU (International Muslim Union) – Indonesia;
10.  Dewan Pakar MAAI (Majelis Ilmuwan Muslimah Indonesia); dll
11.  Dewan Pakar Dekopin Pusat
12.  Dewan Penasihat Kosgoro 1957.

Bogor,  25 Juni  2011
Jl. Mayjen Ishak Djuarsa -  Gunung Batu 81/118
Bogor, 16118

HP/Telepon:  0811 111 828;  0251 8322932; 8385488;  8385489 (fax)





No comments:

Post a Comment