Kondisi ketahanan sosial keluarga Indonesia saat ini
sangat rapuh dan mudah patah serta apabila dibiarkan akan berakibat kepada
pecahnya keluarga dan mendorong peningkatan angka perceraian. Angka perceraian
keluarga Indonesia saat ini meningkat dari tahun 1980 hanya sebesar 1,5%
meningkat menjadi 3.5 % pada tahun 1990
dan meningkat tajam menjadi 7% pada tahun 2000 dan diperkirakan dapat mencapai
13 % pada tahun 2010 (Dep.Agama,2009).
Salah
satu factor penyebab utama meningkatnya kerentakan keluarga adalah
ketidakharmonisan hubungan suami-istri terutama terkait dengan pembagian peran
dan kontribusi keuangan dalam keluarga. Hal ini terkait adanya ketimpangan relasi kuasa atau gender relationship dalam kehidupan keluarga, karena fenomena
dilapangan menunjukan bahwa kapasitas perempuan semakin meningkat dibandingkan
laki-laki.
Pembuktian memperlihatkan bahwa jumlah perempuan berpendidikan dan bekerja semakin tahun
semakin meningkat dibandingkan laki-laki. Data lulusan
perempuan pada jenjang pendidikan SLTA
ke atas, telah mengalami lompatan yaitu mencapai perempuan 7,5 % pada tahun
1990 menjadi 14,9 % pada tahun 2000 dan
menyerapan angkatan tenaga kerja perempuan yang terserap di dunia kerja pada
tahun 1990 hanya 20,5% menjadi 45,6 %, pada tahun 2000. Sedangkan hal ini
berbanding terbalik dengan kapasitas laki-laki dimana lulusan pada jenjang
pendidikan SLTA ke atas tidak mengalami lompatan yaitu pada tahun 1990 mencapai
17,5 hanya meningkat menjadi 20,5 % pada tahun 2000 dan menyerapan tenaga kerja
laki-laki pada tahun 1990 dari 67,5 % hanya menjadi 73,5 % tahun 2000. (MPP , 2002).
Pengarusutamaan Gender.
Instruksi Presiden No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender Inpres tersebut memerintahkan kepada para menteri,
pimpinan departemen/pimpinan lembaga non departemen, pimpinan lembaga tinggi
negara, para Gubernur dan Bupati/Walikota untuk melaksanakan Pengarusutamaan
Gender Dengan melakukan analisis
dan Perspektif gender di dalam penyusunan-perencanaan-pelaksanaan sampai
dengan monitoring dan evaluasi dalam setiap
kebijakan, program, kegiatan.

Kesetaraan dan Keadilan Gender,
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat
yang terdiri dari suami-istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan
anaknya (UU.Ri No.10 tahun 1992 tentang Kependudukan dan Keluarga Sejahtera).
Dan Gender adalah Konstruksi
sosial mengenai perbedaan peran dan
kesempatan antara laki-laki dan perempuan baik di dalam rumah maupun di luar
rumah. Sedangkan Gender Dalam Peran
Keluarga merupakan pembagian peran keluarga yang diharapkan mampu melakukan
pengintegrasian pola relasi kuasa yang Berkeadilan
dan Kesetaraan Gender pada mekanisme
hubungan suami –istri di dalam keluarga.
a. Kesetara
Gender Dalam Keluarga ,
Merupakan
perjanjian kesepatan antara suami-istri didalam menentukan pembagian kerja di
dalam keluarga, dengan bentuk peran
sebagai berikut:
1) Peran Produktif Perempuan:
Peran
perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat yang terkait dengan pekerjaan yang
mendapatkan imbalan yang mencakup semua kegiatan produktif yang dilakukan untuk
menghasilkan pendapatan atau untuk perdagangan atau barter contoh pekerjaan ini
yaitu melaksanakan pekerjaan di perusahan atau kantor pemerintah.
2)
Peran Reproduktif Perempuan
Peran
perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat yang terkait dengan pekerjaan untuk
memenuhi kebutuhan barang atau jasa untuk keluarga. Pekerjaan ini mencakup
semua pekerjaan rumah tangga dan mengasuh anak dan juga produksi serta
pengolahan hasil pertanian untuk kebutuhan keluarganya sendiri. Contoh
pekerjaan ini yaitu bekerja dikebun sendiri.
3) Peran Kemasyarakatan Perempuan
Peran
kemasyarakat yang ditetapkan oleh masyarakat bagi perempuan yang terkait dengan
pekerjaan pelayanan masyarakat yang mencakup kegiatan organisasi sosial,
politik, agama, budaya, dan kegiatan pengelolaan sumber daya berbasis
masyarakat. Contoh pekerjaan ini yaitu pekerjaan sukarela atau kerja bakti.
b.
Keadilan Gender Dalam Keluarga.
Merupakan kemampuan personal
suami-istri di dalam pengambilan
keputusan dan kepemilikan asset keluarga
dalam bentuk,:
1). Akses
Posisi suami atau istri hanya sebagai anggota
atau penerima manfaat dan tidak memiliki kuasa untuk memutuskan atau memiliki
asset.
2) Kontrol
Posisi suami-istri sebagai pemilik kuasa
untuk mengambil keputusan dan memiliki hak atas asset keluarga.
Ketimpangan Gender.
Masalah sosial yang dihadapan keluarga
terutama terjadinya ketimpangan gender yang dapat menimbulkan masalah sebagai
berikut:
1) Masalah Sub Ordinasi :
Masalah ini timbul karena
pandangan gender bisa menimbulkan subordinasi terhadap perempuan. Dengan
anggapan bahwa perempuan itu irrasional atau emosional sehingga perempuan tidak
bisa memimpin yang menyebabkan munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada
posisi yang tidak penting.
2) Masalah Beban Ganda:
Masalah ini timbul dengan adanya anggapan bahwa kaum perempuan
memiliki sifat memelihara dan rajin serta tidak cocok untuk menjadi kepala
rumah tangga, yang berakibat bahwa semua pekerjaan domestic rumah tangga
menjadi tanggungjawab perempuan. Konsekuensinya banyak perempuan yang harus
bekerja keras dan lama untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
3) Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga..
Masalah ini timbul dengan adanya anggapan bahwa perempuan itu
lemah dan tidak mampu melawan. Kekerasan adalah serangan atau invasi terhadap
fisik, psikologis, sosial, dan ekonomi terhadap perempuan. Kekerasan ini disebabkan adanya pandangan
yang bias gender dengan adanya ketidaksertaan di dalam masyarakat.
Model Pembangunan Gender
Ada tiga model pembangunan berprestif gender yang
telah dikembangkan untuk memajukan kesejateraan keluarga, yaitu :.
1) Model Pembangunan WID:
Model pembangunan yang menjadi perempuan sebagai obyek
pembangunan dan perempuan tidak dilibatkan dalam proses pembangunan serta
perempuan hanya diam dan tidak aktif.
2) Model Pembangunan WAD.
Model pembangunan yang sudah melibatkan perempuan sebagai
subyek tetapi hanya terbatas sebagai penerima manfaat belum sebagai pengambil
keputusan dalam pembangunan.
3) Model Pembangunan GAD
Model pembangunan yang menganggap perempuan sebagai pemegang
peran pembangunan dan perempuan dilibatkan sejak awal proses pembangunan sampai
pengambilan keputusan dalam pembangunan..
Kebutuhan Gender
Setiap orang
memiliki kebutuhan yang berbeda-beda antara perempuan dan laki-laki untuk dapat
menjalankan tugas kehidupan baik di dalam keluarga maupun di luar keluarga,
sebagaimana uraian berikut:
1)
Kebutuhan Praktis:
Kebutuhan yang dapat memenuhi keinginan
perempuan saat ini seperti pangan, sandang dan papan. Kebutuhan ini melibatkan
perempuan dan dapat meningkatkan kondisi hidup bagi perempuan itu sendiri.
2) Kebutuhan Strategis.
Kebutuhan yang dapat meningkatkan posisi
perempuan baik saat ini maupun yang akan datang seperti pendidikan, kesehatan
dan pekerjaan. Kebutuhan ini melihatkan perempuan secara aktif dan dapat
meningkatkan kapasitas perempuan dalam berelasi dengan laki-laki.
3) Kebutuhan Distribusi Asset
Kebutuhan yang tersedia di masyarakat namun
sering diperebutkan antara laki-laki dan perempuan, karena kepentingan yang
berbeda-beda. Seringkali perempuan terkalahkan oleh kekuasaan laki-laki.
Dimensi Pemberdayan Gender.
Ada tiga dimensi pemberdayaan dalam
prespektif gender yang diperlukan di dalam pemberdayaan keluarga khususnya
dalam hubungan relasi kuasa antara suami-istri sebagai mana uraian berikut:
a. Personal
Power
Program pemberdayaan untuk meningkatkan kapasitas anggota Keluarga termasuk di
dalamnya kapasistas suami-istri dan anak-anaknya.
b. Interpersonal
Power
Program pemberdayaan untuk meningkatan
relasi dan jaringan sosial anggota keluarga terutama dalam hubungan relasi kuasa
suami-istri.
c. Political
Power
Program pemberdayaan untuk meningkatan
kapasitas politik baik suami maupun
istri dan pengambilan keputusan baik di dunia privat dan publik
PUSTAKA
ACUAN
Budiman Arief,
2001 ; Pembagian Kerja Secara Seksual, Jakarta
: Gramedia
Depsos, 2002 :
Modul Peningkatan Keterampilan Warga Bina Sosial Berwawasan Gender, Jakarta ; Depsos
Fakih Mansour,
2005 ; Analisis Gender dan Transfomasi Sosial, Yogyakarta
: Pustaka Pelajar
Rustanto Bambang,
2002 ; Modul Pelatihan Kesadaran Gender Bagi Pendamping Sosial, Jakarta : Balitbangsos
Wismar Susan,
2002 : Panduan Fasilitator Pelatihan Jender dan Lingkungan , Jakarta : UCE
No comments:
Post a Comment